Pembubaran FPI Picu Polemik, Pakar Pidana: Permainan Politik yang Sarkas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pakar Hukum Pidana asal Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menyatakan, dalam sebuah negara yang berdasarkan demokrasi dan hukum, pemerintahan manapun tidak bisa dan tidak berhak membubarkan sebuah organisasi kemasyarakatan (Ormas) .
Hal ini dikatakan Fickar menanggapi pembubaran dan pelarangan seluruh aktivitas FPI oleh pemerintah. "Karena organisasi adalah perwujudan dari HAM, dari kebebasan berpikir mengeluarkan pendapat dan berkumpul yang dijamin oleh konstitusi," ujar Fickar saat dihubungi SINDOnews, Kamis (31/12/2020). (Baca juga: Pengamat Nilai SKB 6 Menteri Terkait Pembubaran FPI Membingungkan)
Dengan begitu, Fickar menganggap, pembubaran ormas menjadi bukti bahwa pemerintah sudah tidak menghargai kontitusinya sendiri. Ini bisa menjadi lonceng kematian demokrasi. "Jadi peristiwa ini lebih merupakan peristiwa politik, dimana sebuah kekuatan politik dengan menggunakan kekuasaan negara telah menekan bahkan mengubur lawan politik yang potensial mengganggu kekuasaannya," ujarnya. (Baca juga: FPI Dibubarkan, Rizal Ramli: Masalah Utama Rakyat, Kemiskinan dan Keadilan)
Lebih lanjut Fickar mengatakan, jika alasan pembubaran FPI karena ormas bentukan Habib Rizieq Shihab itu banyak melakukan tindakan yang melanggar hokum maka harus dipisahkan antara organisasi dengan pengurusnya atau orang-orang yang dianggap melanggar hukum.
Untuk itu, maka yang harus diproses sebagai konsekuensi negara hukum adalah oknum-oknum yang diduga melanggar hukum. Sehingga, cara itu dianggapnya sesuai dengan prinsip negara hukum. Dengan kata lain, yang bisa melakukan kejahatan atau melanggar hukum adalah orang bukan organisasi.
"Karena itu yang mempunyai tanggung jawab atas tindakan melawan hukum adalah orang-orang yang melakukan bukan organisasinya. Kecuali organisasinya digunakan untuk melakukan pemberontakan seperti PKI beralasan untuk dibubarkan. Karena itu ini nampaknya permainan politik yang sarkas," pungkasnya.
Lihat Juga: Panggilan Yang Mulia bagi Hakim Berlebihan, Mahfud MD: Lebih Layak Disebut Yang Terhinakan
Hal ini dikatakan Fickar menanggapi pembubaran dan pelarangan seluruh aktivitas FPI oleh pemerintah. "Karena organisasi adalah perwujudan dari HAM, dari kebebasan berpikir mengeluarkan pendapat dan berkumpul yang dijamin oleh konstitusi," ujar Fickar saat dihubungi SINDOnews, Kamis (31/12/2020). (Baca juga: Pengamat Nilai SKB 6 Menteri Terkait Pembubaran FPI Membingungkan)
Dengan begitu, Fickar menganggap, pembubaran ormas menjadi bukti bahwa pemerintah sudah tidak menghargai kontitusinya sendiri. Ini bisa menjadi lonceng kematian demokrasi. "Jadi peristiwa ini lebih merupakan peristiwa politik, dimana sebuah kekuatan politik dengan menggunakan kekuasaan negara telah menekan bahkan mengubur lawan politik yang potensial mengganggu kekuasaannya," ujarnya. (Baca juga: FPI Dibubarkan, Rizal Ramli: Masalah Utama Rakyat, Kemiskinan dan Keadilan)
Lebih lanjut Fickar mengatakan, jika alasan pembubaran FPI karena ormas bentukan Habib Rizieq Shihab itu banyak melakukan tindakan yang melanggar hokum maka harus dipisahkan antara organisasi dengan pengurusnya atau orang-orang yang dianggap melanggar hukum.
Untuk itu, maka yang harus diproses sebagai konsekuensi negara hukum adalah oknum-oknum yang diduga melanggar hukum. Sehingga, cara itu dianggapnya sesuai dengan prinsip negara hukum. Dengan kata lain, yang bisa melakukan kejahatan atau melanggar hukum adalah orang bukan organisasi.
"Karena itu yang mempunyai tanggung jawab atas tindakan melawan hukum adalah orang-orang yang melakukan bukan organisasinya. Kecuali organisasinya digunakan untuk melakukan pemberontakan seperti PKI beralasan untuk dibubarkan. Karena itu ini nampaknya permainan politik yang sarkas," pungkasnya.
Lihat Juga: Panggilan Yang Mulia bagi Hakim Berlebihan, Mahfud MD: Lebih Layak Disebut Yang Terhinakan
(cip)