Dua Buron Kelas Kakap Djoko Tjandra dan Maria Pauline Ditangkap Tahun 2020
loading...
A
A
A
Djoko Tjandra sendiri dianggap telah mencoreng marwah lembaga penegak hukum lantaran sebelum ditangkap dia masuk ke Indonesia untuk mengurus pengajuan Peninjauan Kembali (PK) pada 8 Juni di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Kala itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengaku tidak kaget bahwa Bareskrim melakukan penjemputan terhadap Djoko Tjandra. Mengingat, sudah ada rencana operasi penangkapan yang diinisiasi oleh Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo.
"Tanggal 20 Juli, 10 hari lalu hari Senin saya itu undang rapat lintas kementerian. Polri, Kejaksaan Agung, Kemenkum HAM, Kemendagri, Menlu saya undang semua untuk merencanakan satu apa namanya semacam operasi. Tetapi sebelum rapat berlangsung, rapat itu diselenggarakan jam 17.30 sore, jam 11.30 tiba-tiba Kabareskrim datang, Pak Listyo Sigit ke kantor saya. Itu tanggal 20, minggu lalu. Dia nyatakan polisi sudah siapkan sebuahpenangkapan," papar Mahfud ketika itu.
Mendengar penjelasan operasi penangkapan itu, Mahfud merestui langkah yang diambil Kepolisian. Bahkan, rencana itu, hanya diketahui Presiden Joko Widodo, Kapolri Jenderal Idham Azis, dan dirinya.
(Baca Juga: Jadi Justice Collaborator, Perantara Suap Djoko Tjandra Dituntut 1,5 Tahun)
Bahkan, kasus pengungkapan Djoko Tjandra ini sendiri akhirnya mengemukakan beberapa fakta yang mencenangkan. Diantaranya adalah, melibatkan dua oknum jenderal yakni, Brigjen Prasetijo Utomo dan Irjen Napoleon Bonaparte.
Brigjen Prasetijo Utomo terlibat dalam kasus dugaan surat jalan palsu dan suap penghapusan Red Notice. Sedangkan, Irjen Napoleon Bonaparte diduga terlibat dalam suap penghapusan Red Notice.
"Saya sudah meminta agar informasi terkait surat jalan tersebut agar di dalami Div Propam Polri dan usut tuntas siapapun yang terlibat, dan kalau memang terbukti akan lakukan tindakan tegas terhadap oknum yang terlibat, ini untuk menjaga marwah institusi, sekaligus peringatan keras bagi seluruh anggota yang lain untuk tidak melakukan pelanggaran yang dapat merugikan dan merusak nama baik institusi, kami sedang berbenah untuk bisa memberikan pelayanan yang lebih profesional dan membentuk penegak hukum yang bersih, dan dipercaya masyarakat, terhadap komitmen tersebut bagi anggota yang tidak bisa mengikuti silahkan untuk mundur dari Bareskrim," papar Kabareskrim Sigit beberapa waktu lalu.
(Baca Juga: Imigrasi Akui Status Buron Djoko Tjandra Dihapus atas Permintaan Mabes Polri)
Selain kedua oknum jenderal itu, Bareskrim menerapkan Tommy Sumardi dan Anita Kolopaking serta Djoko Tjandra sebagai tersangka. Untuk Anita Kolopaking dijerat karena diduga terlibat dalam kasus dugaan surat jalan palsu. Sementara, Tommy dalam perkara suap penghapusan Red Notice.
Kala itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengaku tidak kaget bahwa Bareskrim melakukan penjemputan terhadap Djoko Tjandra. Mengingat, sudah ada rencana operasi penangkapan yang diinisiasi oleh Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo.
"Tanggal 20 Juli, 10 hari lalu hari Senin saya itu undang rapat lintas kementerian. Polri, Kejaksaan Agung, Kemenkum HAM, Kemendagri, Menlu saya undang semua untuk merencanakan satu apa namanya semacam operasi. Tetapi sebelum rapat berlangsung, rapat itu diselenggarakan jam 17.30 sore, jam 11.30 tiba-tiba Kabareskrim datang, Pak Listyo Sigit ke kantor saya. Itu tanggal 20, minggu lalu. Dia nyatakan polisi sudah siapkan sebuahpenangkapan," papar Mahfud ketika itu.
Mendengar penjelasan operasi penangkapan itu, Mahfud merestui langkah yang diambil Kepolisian. Bahkan, rencana itu, hanya diketahui Presiden Joko Widodo, Kapolri Jenderal Idham Azis, dan dirinya.
(Baca Juga: Jadi Justice Collaborator, Perantara Suap Djoko Tjandra Dituntut 1,5 Tahun)
Bahkan, kasus pengungkapan Djoko Tjandra ini sendiri akhirnya mengemukakan beberapa fakta yang mencenangkan. Diantaranya adalah, melibatkan dua oknum jenderal yakni, Brigjen Prasetijo Utomo dan Irjen Napoleon Bonaparte.
Brigjen Prasetijo Utomo terlibat dalam kasus dugaan surat jalan palsu dan suap penghapusan Red Notice. Sedangkan, Irjen Napoleon Bonaparte diduga terlibat dalam suap penghapusan Red Notice.
"Saya sudah meminta agar informasi terkait surat jalan tersebut agar di dalami Div Propam Polri dan usut tuntas siapapun yang terlibat, dan kalau memang terbukti akan lakukan tindakan tegas terhadap oknum yang terlibat, ini untuk menjaga marwah institusi, sekaligus peringatan keras bagi seluruh anggota yang lain untuk tidak melakukan pelanggaran yang dapat merugikan dan merusak nama baik institusi, kami sedang berbenah untuk bisa memberikan pelayanan yang lebih profesional dan membentuk penegak hukum yang bersih, dan dipercaya masyarakat, terhadap komitmen tersebut bagi anggota yang tidak bisa mengikuti silahkan untuk mundur dari Bareskrim," papar Kabareskrim Sigit beberapa waktu lalu.
(Baca Juga: Imigrasi Akui Status Buron Djoko Tjandra Dihapus atas Permintaan Mabes Polri)
Selain kedua oknum jenderal itu, Bareskrim menerapkan Tommy Sumardi dan Anita Kolopaking serta Djoko Tjandra sebagai tersangka. Untuk Anita Kolopaking dijerat karena diduga terlibat dalam kasus dugaan surat jalan palsu. Sementara, Tommy dalam perkara suap penghapusan Red Notice.