Konflik Pesantren, FPI Pakai Yurisprudensi MA 1958, Bagaimana Penggunaannya di Pengadilan?

Senin, 28 Desember 2020 - 14:05 WIB
loading...
Konflik Pesantren, FPI...
Yurispridensi MA 1985 kerap dipakai dalam sengketa gugatan perdata tanah. Sebagian dimenangkan penggugat tapi ada pula yang dimenangkan tergugat. Foto/ilustrasi. ist
A A A
JAKARTA - Sikap kukuh Front Pembela Islam (FPI) atas lahan seluas kurang lebih 31,91 ha yang kini berdiri Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah di Megamendung, Bogor masih terus berlanjut.

Kali ini, FPI melalui Sekretaris Bantuan Hukum FPI sekaligus kuasa hukum FPI Aziz Yanuar menyodorkan yurisprudensi Mahkamah Agung (MA) Nomor: 329K/Sip/1957 tertanggal 24 September 1958. Aziz memastikan, lahan seluas kurang lebih 31,91 ha memang hak guna usaha (HGU)-nya milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII (Persero). Tapi berdasarkan yurisprudensi MA tadi, maka lahan tersebut berhak dikuasai orang lain.

"Memang HGU milik PTPN VIII. Namun ada Yurisprudensi MA No 329K/Sip/1957 tanggal 24 Sept 1958 yang menegaskan bahwa yang membiarkan tanah selama 18 tahun dikuasai oleh orang lain dianggap telah melepaskan hak atas tanah tersebut," ujar Aziz kepada jurnalis, Jumat (25/12/2020).

(Baca: Lahan Ponpes Syariah Disoal, FPI Serahkan Surat Jawaban Somasi ke PTPN)

Lantas apa sebenarnya yurisprudensi? Bagaimana bunyi yurisprudensi MA Nomor: 329K/Sip/1957 tertanggal 24 September 1958?

Berdasarkan lansiran laman resmi sejumlah pengadilan, yurisprudensi secara umum adalah keputusan-keputusan atau putusan-putusan dari hakim terdahulu untuk menghadapi suatu perkara yang tidak diatur di dalam UU dan peraturan. Yurisprudensi merupakan produk hukum yang diterima sebagai sumber hukum termasuk guna mengisi kekosongan hukum.

Menurut R Soebekti, sebagaimana dilansir laman resmi MA, yurisprudensi adalah putusan-putusan hakim atau pengadilan yang tetap dan dibenarkan oleh MA sebagai pengadilan kasasi atau putusan-putusan MA sendiri yang tetap.

Untuk yurisprudensi MA Nomor: 329K/Sip/1957 tertanggal 24 September 1958 diperoleh melalui laman resmi Direktori Putusan MA. Yurisprudensi ini memang acap dipakai sejumlah pihak berperkara baik penggugat atau tergugat, pembanding atau terbanding, maupun pemohon kasasi dan termohon kasasi.

(Baca: 6 Laskar FPI Tewas Ditembak, Komnas HAM Temukan Proyektil dan Selongsong Peluru di KM 50)

Yurisprudensi lebih khusus dipakai dalam perkara perdata dengan klasifikasi/objek tanah. Tapi ada juga yang menggunakannya untuk perkara perdata berkualifikasi perbuatan melawan hukum. Dari berbagai salinan putusan, yurisprudensi MA Nomor: 329K/Sip/1957 tertanggal 24 September 1958 berbunyi sebagai berikut.

"Orang yang membiarkan saja tanah menjadi haknya selama 18 tahun dikuasai oleh orang lain dianggap telah melepaskan haknya atas tanah tersebut (rechtsverwerking)."

Yurisprudensi tersebut bersama dua yurisprudensi MA lainnya dipakai dalam konteks hukum kebendaan yang mana dikenal adanya pelepasan hak (rechtverwerking). Tiga yurisprudensi lain, tahun 1975 (dua yurisprudensi) dan tahun 1976, mencantumkan pembiaran selama 20 tahun, sikap diam selama 30 tahun, dan pembiaran selama 27 tahun atas tanah.

Yurisprudensi MA Nomor: 295K/Sip/1973 tertanggal 9 Desember 1975 menyebutkan, "...mereka telah membiarkannya berlalu sampai tidak kurang dari 20 tahun semasa hidupnya Daeng Patappu tersebut, suatu masa yang cukup lama sehingga mereka dapat dianggap telah meninggalkan haknya yang mungkin ada atas sawah sengketa, sedangkan Tergugat Pembanding dapat dianggap telah memperoleh hak milik atas sawah sengketa."

(Baca: Komnas HAM Targetkan Bisa Menguji Selongsong dan Proyektil Pekan Ini)

Yurisprudensi MA Nomor: 200/K/Sip/1974 bertarikh 11 Desember 1975 dengan kaidah hukum, "Gugatan Penggugat dinyatakan ditolak, bukan atas alasan kadaluwarsa melainkan karena Penggugat telah bersikap berdiam diri selama 30 tahun lebih terhadap tanahnya yang dikuasai orang lain, maka dengan sikap diam diri tersebut, Penggugat dianggap oleh hukum telah melepaskan haknya, karena lamanya waktu berjalan."

Yurisprudensi MA Nomor: 783K/Sip/1973 bertanggal 29 Januari 1976 berbunyi: "Pihak yang telah menduduki tanah tersebut untuk waktu yang lama, tanpa gangguan dan bertindak sebagai pemilik yang jujur (rechtshebende te goeder trouw) harus dilindungi oleh hukum. Bahwa seandainya memang penggugat terbanding tidak berhak atas tanah tersebut, kenyataan bahwa tergugat-tergugat sampai sekian lama (27 tahun) menunggu untuk menuntut pengembalian tanah tersebut menimbulkan anggapan hukum bahwa mereka telah melepaskan hak mereka (rechtsverwerking)."

Jika melihat sejumlah perkara perdata atas objek tanah yang disidangkan di pengadilan hingga tingkat MA, penggunaan yurisprudensi MA No. 329K/Sip/1957 tertanggal 24 September 1958 serta tiga yurisprudensi lainnya, ada yang dimenangkan penggugat tapi ada juga yang dimenangkan tergugat.

(Baca: Mahfud MD Dukung Penggunaan Markaz Syariah FPI sebagai Pondok Pesantren)

Sebagai contoh, gugatan Andi Mufrida Febriyanti Baso Lewa dkk melawan Pemerintah RI cq Menteri Keuangan cq Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Pusat, Pemerintah RI cq Badan Pertanahan Nasional (BPN) cq Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Sulawesi Selatan, Kepala Kantor Pertanahan Kota Makassar, dan BPKP Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan.

Gugatan ini sehubungan dengan hak atas bidang tanah berikut bangunannya yang terletak di Jalan Kasuari Nomor 5 Makassar, dengan luas tanah 1013,52 M² dari Gubernur Kepala Daerah Sulawesi Selatan dan Tenggara pada 1963.

Gugatan Andi Mufrida Febriyanti Baso Lewa dkk melawan BPKP Pusat dkk disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Makassar. Berdasarkan salinan putusan perkara ini nomor: 370/Pdt. G/2013/PN.MKS, Pengadilan memutuskan menolak seluruh permohonan para penggugat.



Pada pertimbangan putusan yang memuat jawaban para tergugat, BPKP Pusat dkk, disebutkan bahwa gugatan penggugat yang ditujukan kepada para tergugat adalah gugatan yang telah lampau waktu (daluwarsa) sehingga harus ditolak. Para tergugat, BPKP Pusat dkk, menegaskan bahwa penggugat tidak menguasai atau telah menelantarkan tanah a quo.

BPKP Pusat dkk menggunakan argumentasi berupa yurisprudensi MA Nomor: 200/K/Sip/1974 bertarikh 11 Desember 1975, yurisprudensi MA Nomor: 783K/Sip/1973 bertanggal 29 Januari 1976, dan yurisprudensi MA Nomor: 329K/Sip/1957 tertanggal 24 September 1958.

Contoh lain, gugatan Herlina Wati dan Rina Norsanti melawan Pardamean Situmorang, Camat Tapin Utara Kabupaten Tapin Kalimantan Selatan, Kepala BPN PUSAT cq Kepala BPN Provinsi Kalimantan Selatan cq Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten Tapin. Gugatan ini terkait dengan tanah di Jalan Jenderal Sudirman Kelurahan Rangda Malingkung dengan ukuran panjang 51 meter dan lebar 20 meter atau dengan luas 1020 meter persegi.

Berdasarkan salinan putusan kasas nomor: 580 K/Pdt/2011 atas gugatan Herlina dan Rina melawan Pardamean dkk, Herlina dan Rina menggunakan yurisprudensi MA Nomor: 329K/Sip/1957 tertanggal 24 September 1958 sebagai satu di antara sejumlah argumentasi. Majelis hakim kasasi MA yang dipimpin langsung Ketua MA saat itu Abdurrahman memutuskan menolak kasasi yang diajukan Herlina dan Rina.
(muh)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1614 seconds (0.1#10.140)