Keberagamaan Halal-Haram

Senin, 28 Desember 2020 - 05:30 WIB
loading...
A A A
Di luar konteks hukum Islam di atas, halal-haram tak jarang juga digunakan untuk konteks sosial-kemasyarakatan. Halal-haram kerap dijadikan sebagai “kode” untuk merujuk kepada hal-hal yang boleh dilakukan dan hal-hal yang tak boleh dilakukan, khususnya dalam sebuah pertemuan yang melibatkan umat Islam dari pelbagai macam suku, bangsa dan bahasa. Adapun istilah “haram” digunakan untuk hal-hal yang terlarang.

Dalam pelaksanaan ibadah haji, contohnya, Kerajaan Arab Saudi kerap memberikan bantuan makanan dan minuman kepada para jamaah haji. Untuk memastikan bahwa ini bantuan dan boleh dikonsumsi, petugas distributor biasanya menggunakan istilah “halal”. Halal dalam pengertian ini tentu berbeda dengan dua pengertian halal-haram di atas. Mengingat halal dalam konteks ini bermakna barang-barang yang ada boleh dikonsumsi sebagai sebuah sedekah atau pemberian.

Contoh lainnya, dengan transaksi di antara para pihak yang saling tidak mengerti bahasa yang digunakan, namun para pihak mengerti kualitas barang dan jumlah uang yang digunakan. Kondisi seperti ini biasanya terjadi di sebuah pertemuan yang melibatkan masyarakat dari pelbagai macam suku, bangsa, dan bahasa yang berbeda-beda (seperti pada saat pelaksanaan ibadah haji). Setelah selesai transaksi yang ada, kedua belah (atau salah satu) pihak biasanya menggunakan istilah “halal” untuk menekankan bahwa transaksi yang ada sudah selesai.

Dalam beberapa waktu terakhir, ada kecenderungan penggunaan istilah halal-haram secara kurang tepat. Sebagai contoh, label halal yang diberikan kepada sebuah produk nonmakanan seperti dijelaskan di atas. Sudah pasti label halal tersebut tidak dimaksudkan bahwa “barang tersebut” boleh dimakan, mengingat hal tersebut bukan makanan. Sementara pada waktu yang bersamaan, label halal tersebut tidak berarti bahwa barang tersebut boleh dimiliki tanpa dibeli (sebagaimana sedekah dalam contoh di Arab Saudi di atas). Label halal yang ada hanya digunakan sebagai strategi marketing untuk menarik minat beli dari konsumen.

Dalam perspektif Islam, label yang dibutuhkan masyarakat sejatinya tak hanya label halal, melainkan juga label haram. Pada tahap tertentu, label haram bisa jauh lebih dibutuhkan sekaligus lebih mudah daripada label halal. Dikatakan lebih dibutuhkan karena masyarakat harus menjaga sekaligus menjauhkan diri dari perkara haram. Dikatakan lebih mudah karena hal-hal yang diharamkan jauh lebih sedikit daripada hal-hal yang dihalalkan. Memberikan label terhadap hal-hal yang lebih sedikit jauh lebih mudah daripada memberikan label terhadap hal-hal yang lebih banyak.

Agama apa pun (khususnya Islam), tidak hanya terkait dengan hukum halal-haram. Dengan merujuk kepada salah satu hadis Nabi Muhammad Saw, justru tujuan pengutusan beliau adalah untuk menyempurnakan moralitas (liutammima makarimal akhlaq). Bahkan, merujuk pada salah satu ayat Alquran, tujuan pengutusan beliau (dengan membawa agama Islam) adalah sebagai rahmat bagi alam semesta (wama arsalnaka illa rahmatan lil’alamin, QS Al-Anbiya’ [21]: 107). Tujuan agung ini membutuhkan upaya dan penalaran keberagamaan nyata yang justru tidak berkembang dalam keberagamaan hitam-putih atau keberagamaan halal-haram.
(bmm)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2486 seconds (0.1#10.140)