Pekerjaan Favorit Masa Depan

Sabtu, 26 Desember 2020 - 10:04 WIB
loading...
A A A
Adapun yang menurun adalah manajer administrasi, mekanik, tukang cetak, pengantar surat, sopir, petugas ekspedisi, dan pekerja pabrik. Untuk 2021 sampai 2025 jenis pekerjaan yang akan tumbuh adalah tenaga medis, analis data, manajer sistem informasi, konselor vokasi, hingga analis dampak lingkungan. Adapun pekerjaan yang turun permintaannya adalah resepsionis, tukang kayu, desainer tiga dimensi, teller bank, agen perjalanan, juru masak fast food, dan operator mesin. ( )

Pada 2026 sampai 2030 pekerjaan yang tumbuh adalah perancang, pemrogaman kecerdasan buatan, pengendali mesin otomatis, dan pembuat game online. Sementara pekerjaan seperti ahli las, staf akuntan, operator mesin, sopir truk, dan ahli mesin akan turun pada rentan tahun tersebut.

Di sisi lain, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi IX yang membawahi bidang kesehatan dan ketenagakerjaan Kurniasih Mufidayati melihat revolusi industri yang diiringi digitalisasi akan memunculkan tren pekerjaan baru yang mungkin tidak pernah ada pada 10 tahun lalu. Pekerjaan baru ini dinilai akan lebih produktif dan bisa memberi kesempatan bagi pekerja selama dilengkapi dengan kemampuan teknis dan soft skill.

"Pekerjaan baru seperti app designer, social media manager, tidak hanya dilihat dari hard skill-nya saja tapi juga soft skill yang unggul. Misalnya pemecahan masalah, berpikir kritis, pengelolaan SDM, kreativitas dan lain-lainnya," sebut anggota DPR dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

Selain itu, tren pekerjaan di masa mendatang lebih mengutamakan keahlian yang profesional. Kurniasih mengatakan, Indonesia harus benar-benar menyiapkan tenaga kerja dengan keahlian yang sesuai agar tidak terjadi ketidakseimbangan saat di lapangan. Hal ini agar bisa menjangkau adanya perubahan budaya kerja dan kehidupan pekerja, seperti adanya sistem otomatisasi yang saat ini sudah mulai diterapkan.

Terlebih, baru-baru ini McKinsey Indonesia memprediksi sebanyak 23 juta pekerjaan akan tergantikan dengan sistem otomatisasi. Namun, pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Tadjudin Nur Effendi menuturkan, proses otomatisasi ini baru sekitar 10% sampai 20%. Jadi, proses ini belum sepenuhnya bisa diterapkan di Indonesia. Terlebih, Indonesia memiliki bonus demografi yang bagus sehingga masih memiliki cukup tenaga kerja muda.

Melihat kondisi kerja yang terus berubah setiap waktunya, Tadjudin mengharapkan, tenaga kerja dalam hal ini SDM diharapkan bisa meningkatkan kualitas. Misalnya dari sisi kreativitas, inovasi, hingga kewirausahaan. Selain itu, pemerintah memiliki peran untuk mengubah beberapa kebijakan agar dapat menunjang kebutuhan pasar tenaga kerja ke depan.

"Seharusnya pemerintah juga sudah menyiapkan kompetisi baru melalui pelatihan kerja dari sisi skilling, re-skilling dan up-skilling untuk mengoptimalkan proses permagangan dan menambah pengalaman kerja. Selain itu, peningkatan soft skills dan produktivitas pekerjaan untuk mengoptimalkan proses kolaborasi antara dunia industri dan asosiasi untuk identifikasi kebutuhan kompetensi," sebutnya. (aprilia s andyna)
(abd)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2508 seconds (0.1#10.140)