Bursa Calon Kapolri Pengganti Idham, Tiga Sosok Ini Dinilai Punya Peluang
loading...
A
A
A
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, Pasal 11 Ayat 6 huruf B menyatakan, Kapolri yang baru sebelum dipilih dilihat dari dua aspek, yakni kepangkatan dan jenjang karier.
"Yang dimaksud dengan jenjang kepangkatan ialah prinsip senioritas dalam arti penyandang pangkat tertinggi di bawah Kapolri," ucap Poengky.
Apabila melihat berbagai argumen dari dua institusi yang dapat memberikan rekomendasi kandidat calon Kapolri kepada Presiden, ada dua angkatan yang paling memungkinkan menjadi Kapolri yaitu angkatan pendidikan akademi kepolisian 1988 dan angkatan 1989.
Setidaknya, ada tiga orang nama Komjen yang berpeluang besar argumen, yaitu di angkatan 1988 meliputi Komjen Pol Gatot Eddy Pramono selaku Wakapolri dan Komjen Pol Boy Rafli Amar selaku Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), serta Komjen Pol Agus Andrianto selaku Kabaharkam angkatan 1989.
Selama masa pandemi Covid-19, Wakapolri Gatot Eddy Pramono kerap kali muncul di publik karena ditugaskan Presiden Jokowi sebagai Wakil Ketua Pelaksana II Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PCPEN).
Gatot Eddy hingga saat ini disebut sebagai calon kuat Kapolri pengganti Idham Aziz. Pria kelahiran Solok, Sumatra Barat, 28 Juni 1965 berpengalaman dalam bidang reserse. Sebelum menjadi Wakapolri, dia menjabat Kapolda Metro Jaya.
Beberapa waktu lalu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komaruddin menilai Gatot Eddy merupakan satu dari tiga nama yang paling direkomendasikan untuk menjadi Kapolri.
Sementara itu, Pengamat Intelijen dan Keamanan Stanislaus Riyanta memberikan gambaran keuntungan Komjen Pol Gatot menjadi Kapolri. Dengan masa kerja masih tiga tahun dan sudah cukup senior.
“Pengalaman Komjen Pol Gatot Eddy perlu perhitungkan, pernah jabat Kapolda Metro Jaya sehingga paham soal situasi lapangan,” katanya di Jakarta, Rabu (24/12/2020).
Sementara Boy Rafli Amar kariernya seperti Tito Karnavian yang melejit setelah menjabat Kapolda Papua. Boy juga saat ini menduduki jabatan Kepala BNPT, seperti yang pernah dijabat Tito. Perbedaannya, Boy banyak dikenal sebagai humas Polri.
"Yang dimaksud dengan jenjang kepangkatan ialah prinsip senioritas dalam arti penyandang pangkat tertinggi di bawah Kapolri," ucap Poengky.
Apabila melihat berbagai argumen dari dua institusi yang dapat memberikan rekomendasi kandidat calon Kapolri kepada Presiden, ada dua angkatan yang paling memungkinkan menjadi Kapolri yaitu angkatan pendidikan akademi kepolisian 1988 dan angkatan 1989.
Setidaknya, ada tiga orang nama Komjen yang berpeluang besar argumen, yaitu di angkatan 1988 meliputi Komjen Pol Gatot Eddy Pramono selaku Wakapolri dan Komjen Pol Boy Rafli Amar selaku Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), serta Komjen Pol Agus Andrianto selaku Kabaharkam angkatan 1989.
Selama masa pandemi Covid-19, Wakapolri Gatot Eddy Pramono kerap kali muncul di publik karena ditugaskan Presiden Jokowi sebagai Wakil Ketua Pelaksana II Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PCPEN).
Gatot Eddy hingga saat ini disebut sebagai calon kuat Kapolri pengganti Idham Aziz. Pria kelahiran Solok, Sumatra Barat, 28 Juni 1965 berpengalaman dalam bidang reserse. Sebelum menjadi Wakapolri, dia menjabat Kapolda Metro Jaya.
Beberapa waktu lalu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komaruddin menilai Gatot Eddy merupakan satu dari tiga nama yang paling direkomendasikan untuk menjadi Kapolri.
Sementara itu, Pengamat Intelijen dan Keamanan Stanislaus Riyanta memberikan gambaran keuntungan Komjen Pol Gatot menjadi Kapolri. Dengan masa kerja masih tiga tahun dan sudah cukup senior.
“Pengalaman Komjen Pol Gatot Eddy perlu perhitungkan, pernah jabat Kapolda Metro Jaya sehingga paham soal situasi lapangan,” katanya di Jakarta, Rabu (24/12/2020).
Sementara Boy Rafli Amar kariernya seperti Tito Karnavian yang melejit setelah menjabat Kapolda Papua. Boy juga saat ini menduduki jabatan Kepala BNPT, seperti yang pernah dijabat Tito. Perbedaannya, Boy banyak dikenal sebagai humas Polri.