Bursa Calon Kapolri Pengganti Idham, Tiga Sosok Ini Dinilai Punya Peluang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah Jenderal Bintang Tiga di institusi Bhayangkara akan melanjutkan estafet kepemimpinan Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis yang akan memasuki masa pensiun.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane memprediksi Istana akan melirik dua calon Kapolri berdasarkan rekomendasi dua institusi, yaitu Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi Polri (Wanjakti).
(Baca juga : Lagi, Polisi AS Tembak Mati Pria Kulit Hitam Tak Bersenjata )
Dia berharap proses pencalonan Kapolri saat ini mengikuti prosedur baku. “Tahun lalu tidak melalui proses Wanjakti. Nama Idham Azis diperoleh Presiden hanya melalui usulan Kompolnas," katanya dalam keterangannya, Kamis (24/12/2020).
Dalam menilai calon Kapolri, Neta melihat ada tiga poin penting yang harus diperhatikan Istana. Pertama, sejauh mana loyalitas dan kedekatan sang calon dengan Presiden Jokowi. Kedua, calon Kapolri pengganti Idham Azis harus bisa mengkonsolidasikan internal kepolisian.
(Baca juga : Markaz Syariah FPI Digugat PTPN, Marzuki Alie Kirim Pesan Tegas ke Mahfud MD )
“Khususnya, jam terbang yang dimiliki, kapasitas dan kapabilitasnya yang bisa diterima senior maupun junior di tubuh Polri, dan kualitas kepemimpinan yang mampu menyelesaikan masalah di internal ataupun eksternal kepolisian,” tuturnya. ( )
Ketiga, sejauh mana figur calon Kapolri tidak memiliki kerentanan masalah, terutama masalah yang bisa menjadi polemik di masyarakat pada saat ini maupun mendatang.
"Ketiga kriteria ini menjadi bahasan serius dalam menentukan dan memilih calon Kapolri pasca Idham Azis. Sebab masalah Polri ke depan tidak lagi sekadar menghadapi para kriminal dan ancaman keamanan zaman old," tuturnya.(Baca Juga: Mengharukan, Anam Kuli Bangunan yang Berhasil Wujudkan Mimpi Jadi Prajurit TNI
Belum lama ini, Kompolnas melalui komisionernya Poengky Indarti mengaku telah mengantongi nama calon Kapolri yang akan diusulkan ke Jokowi. Namun dia tidak menyebut nama kandidat tersebut.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, Pasal 11 Ayat 6 huruf B menyatakan, Kapolri yang baru sebelum dipilih dilihat dari dua aspek, yakni kepangkatan dan jenjang karier.
"Yang dimaksud dengan jenjang kepangkatan ialah prinsip senioritas dalam arti penyandang pangkat tertinggi di bawah Kapolri," ucap Poengky.
Apabila melihat berbagai argumen dari dua institusi yang dapat memberikan rekomendasi kandidat calon Kapolri kepada Presiden, ada dua angkatan yang paling memungkinkan menjadi Kapolri yaitu angkatan pendidikan akademi kepolisian 1988 dan angkatan 1989.
Setidaknya, ada tiga orang nama Komjen yang berpeluang besar argumen, yaitu di angkatan 1988 meliputi Komjen Pol Gatot Eddy Pramono selaku Wakapolri dan Komjen Pol Boy Rafli Amar selaku Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), serta Komjen Pol Agus Andrianto selaku Kabaharkam angkatan 1989.
Selama masa pandemi Covid-19, Wakapolri Gatot Eddy Pramono kerap kali muncul di publik karena ditugaskan Presiden Jokowi sebagai Wakil Ketua Pelaksana II Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PCPEN).
Gatot Eddy hingga saat ini disebut sebagai calon kuat Kapolri pengganti Idham Aziz. Pria kelahiran Solok, Sumatra Barat, 28 Juni 1965 berpengalaman dalam bidang reserse. Sebelum menjadi Wakapolri, dia menjabat Kapolda Metro Jaya.
Beberapa waktu lalu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komaruddin menilai Gatot Eddy merupakan satu dari tiga nama yang paling direkomendasikan untuk menjadi Kapolri.
Sementara itu, Pengamat Intelijen dan Keamanan Stanislaus Riyanta memberikan gambaran keuntungan Komjen Pol Gatot menjadi Kapolri. Dengan masa kerja masih tiga tahun dan sudah cukup senior.
“Pengalaman Komjen Pol Gatot Eddy perlu perhitungkan, pernah jabat Kapolda Metro Jaya sehingga paham soal situasi lapangan,” katanya di Jakarta, Rabu (24/12/2020).
Sementara Boy Rafli Amar kariernya seperti Tito Karnavian yang melejit setelah menjabat Kapolda Papua. Boy juga saat ini menduduki jabatan Kepala BNPT, seperti yang pernah dijabat Tito. Perbedaannya, Boy banyak dikenal sebagai humas Polri.
Sebelumnya, Staf Pengajar Universitas Tarumanagara Urbanisasi memprediksi Boy Rafli sangat layak untuk menjadi Kapolri. Selain sosok humanis, ia juga memiliki kemampuan komunikasi ke segala lini.
“Hal ini merupakan modal sekaligus Prestasi Komjen Boy Rafly ketika Menjadi Kadiv Humas Polri,” kata Urbanisasi.
Salah satu prestasi terbaik Boy Rafli sebagai perwira polisi adalah ketika bertugas di Detasemen Khusus (Densus) 88 Antitror.“Kasus Terorisme yang ditangani Pak Boy termasuk kasus berskala besar dan jangkauannya internasional, beliau menangani kasus bom Bali,” ujar Urbanisasi.
(Baca juga : Neverland Michael Jackson Terjual Rp313 Miliar pada Miliarder Burkle )
Dalam menangani kasus Bom Bali, Boy banyak berhadapan dengan para pelakunya seperti Amrozi, Imam Samudra, Muklas, Ali Imron, Doktor Azhari, Nurdin M Top. Bahkan, dengan Ustaz Abu Bakar Baa’syir.
Boy dinilai memiliki loyalitas pengabdian, profesionalisme dan integritas yang tak diragukan.
Sementara Agus Andrianto berpengalaman dalam bidang reserse. Sebelum menjabat Kabaharkam, dia menduduki posisi Kapolda Sumut menggantikan Komjen Firli Bahuri yang menjadi Ketua KPK. Dia gencar mengampanyekan penggunakan produk dalam negeri di institusi kepolisian.
Lulusan Akpol 1989 ini pernah dianugerahi beberapa tanda penghormatan. Dia sangat terkenal ketika menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri pada 2016 saat menangani kasus penistaan agama yang melibatkan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Lihat Juga: Riwayat Kepolisian Ahmad Dofiri, Komisaris Jenderal Polisi yang Baru Diangkat Jadi Wakapolri
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane memprediksi Istana akan melirik dua calon Kapolri berdasarkan rekomendasi dua institusi, yaitu Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi Polri (Wanjakti).
(Baca juga : Lagi, Polisi AS Tembak Mati Pria Kulit Hitam Tak Bersenjata )
Dia berharap proses pencalonan Kapolri saat ini mengikuti prosedur baku. “Tahun lalu tidak melalui proses Wanjakti. Nama Idham Azis diperoleh Presiden hanya melalui usulan Kompolnas," katanya dalam keterangannya, Kamis (24/12/2020).
Dalam menilai calon Kapolri, Neta melihat ada tiga poin penting yang harus diperhatikan Istana. Pertama, sejauh mana loyalitas dan kedekatan sang calon dengan Presiden Jokowi. Kedua, calon Kapolri pengganti Idham Azis harus bisa mengkonsolidasikan internal kepolisian.
(Baca juga : Markaz Syariah FPI Digugat PTPN, Marzuki Alie Kirim Pesan Tegas ke Mahfud MD )
“Khususnya, jam terbang yang dimiliki, kapasitas dan kapabilitasnya yang bisa diterima senior maupun junior di tubuh Polri, dan kualitas kepemimpinan yang mampu menyelesaikan masalah di internal ataupun eksternal kepolisian,” tuturnya. ( )
Ketiga, sejauh mana figur calon Kapolri tidak memiliki kerentanan masalah, terutama masalah yang bisa menjadi polemik di masyarakat pada saat ini maupun mendatang.
"Ketiga kriteria ini menjadi bahasan serius dalam menentukan dan memilih calon Kapolri pasca Idham Azis. Sebab masalah Polri ke depan tidak lagi sekadar menghadapi para kriminal dan ancaman keamanan zaman old," tuturnya.(Baca Juga: Mengharukan, Anam Kuli Bangunan yang Berhasil Wujudkan Mimpi Jadi Prajurit TNI
Belum lama ini, Kompolnas melalui komisionernya Poengky Indarti mengaku telah mengantongi nama calon Kapolri yang akan diusulkan ke Jokowi. Namun dia tidak menyebut nama kandidat tersebut.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, Pasal 11 Ayat 6 huruf B menyatakan, Kapolri yang baru sebelum dipilih dilihat dari dua aspek, yakni kepangkatan dan jenjang karier.
"Yang dimaksud dengan jenjang kepangkatan ialah prinsip senioritas dalam arti penyandang pangkat tertinggi di bawah Kapolri," ucap Poengky.
Apabila melihat berbagai argumen dari dua institusi yang dapat memberikan rekomendasi kandidat calon Kapolri kepada Presiden, ada dua angkatan yang paling memungkinkan menjadi Kapolri yaitu angkatan pendidikan akademi kepolisian 1988 dan angkatan 1989.
Setidaknya, ada tiga orang nama Komjen yang berpeluang besar argumen, yaitu di angkatan 1988 meliputi Komjen Pol Gatot Eddy Pramono selaku Wakapolri dan Komjen Pol Boy Rafli Amar selaku Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), serta Komjen Pol Agus Andrianto selaku Kabaharkam angkatan 1989.
Selama masa pandemi Covid-19, Wakapolri Gatot Eddy Pramono kerap kali muncul di publik karena ditugaskan Presiden Jokowi sebagai Wakil Ketua Pelaksana II Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PCPEN).
Gatot Eddy hingga saat ini disebut sebagai calon kuat Kapolri pengganti Idham Aziz. Pria kelahiran Solok, Sumatra Barat, 28 Juni 1965 berpengalaman dalam bidang reserse. Sebelum menjadi Wakapolri, dia menjabat Kapolda Metro Jaya.
Beberapa waktu lalu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komaruddin menilai Gatot Eddy merupakan satu dari tiga nama yang paling direkomendasikan untuk menjadi Kapolri.
Sementara itu, Pengamat Intelijen dan Keamanan Stanislaus Riyanta memberikan gambaran keuntungan Komjen Pol Gatot menjadi Kapolri. Dengan masa kerja masih tiga tahun dan sudah cukup senior.
“Pengalaman Komjen Pol Gatot Eddy perlu perhitungkan, pernah jabat Kapolda Metro Jaya sehingga paham soal situasi lapangan,” katanya di Jakarta, Rabu (24/12/2020).
Sementara Boy Rafli Amar kariernya seperti Tito Karnavian yang melejit setelah menjabat Kapolda Papua. Boy juga saat ini menduduki jabatan Kepala BNPT, seperti yang pernah dijabat Tito. Perbedaannya, Boy banyak dikenal sebagai humas Polri.
Sebelumnya, Staf Pengajar Universitas Tarumanagara Urbanisasi memprediksi Boy Rafli sangat layak untuk menjadi Kapolri. Selain sosok humanis, ia juga memiliki kemampuan komunikasi ke segala lini.
“Hal ini merupakan modal sekaligus Prestasi Komjen Boy Rafly ketika Menjadi Kadiv Humas Polri,” kata Urbanisasi.
Salah satu prestasi terbaik Boy Rafli sebagai perwira polisi adalah ketika bertugas di Detasemen Khusus (Densus) 88 Antitror.“Kasus Terorisme yang ditangani Pak Boy termasuk kasus berskala besar dan jangkauannya internasional, beliau menangani kasus bom Bali,” ujar Urbanisasi.
(Baca juga : Neverland Michael Jackson Terjual Rp313 Miliar pada Miliarder Burkle )
Dalam menangani kasus Bom Bali, Boy banyak berhadapan dengan para pelakunya seperti Amrozi, Imam Samudra, Muklas, Ali Imron, Doktor Azhari, Nurdin M Top. Bahkan, dengan Ustaz Abu Bakar Baa’syir.
Boy dinilai memiliki loyalitas pengabdian, profesionalisme dan integritas yang tak diragukan.
Sementara Agus Andrianto berpengalaman dalam bidang reserse. Sebelum menjabat Kabaharkam, dia menduduki posisi Kapolda Sumut menggantikan Komjen Firli Bahuri yang menjadi Ketua KPK. Dia gencar mengampanyekan penggunakan produk dalam negeri di institusi kepolisian.
Lulusan Akpol 1989 ini pernah dianugerahi beberapa tanda penghormatan. Dia sangat terkenal ketika menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri pada 2016 saat menangani kasus penistaan agama yang melibatkan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Lihat Juga: Riwayat Kepolisian Ahmad Dofiri, Komisaris Jenderal Polisi yang Baru Diangkat Jadi Wakapolri
(dam)