Banding, Whistleblower Kasus Hambalang Tetap Divonis 5,5 Tahun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menguatkan vonis pidana penjara selama 5 tahun 6 bulan dan pidana denda pajak sebesar Rp20.508.617.820 kepada terdakwa Direktur Keuangan dan Operasional PT Dutasari Citralaras, Roni Wijaya atas perkara pidana perpajakan dan pencucian uang .
Roni Wijaya merupakan whistleblower (saksi pelapor) sekaligus saksi yang dilindungi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus/perkara korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan dan Sarana Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor, Jawa Barat Tahun Anggaran 2010-2012. Salah satu terpidana perkara korupsi Hambalang adalah terpidana Direktur Utama PT Dutasari Citra Laras, Machfud Suroso.
Dua perkara atas nama Roni Wijaya lebih dulu disidik oleh Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan pada Agustus 2018 (untuk pidana perpajakan) dan pada Juli 2019 (untuk pencucian uang). Di tahap penuntutan dan persidangan, perkaranya disidangkan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. ( )
Di tahap banding, perkara atas nama Roni Wijaya ditangani oleh majelis hakim banding PT DKI Jakarta diketuai oleh Binsar Pamopo Pakpahan dengan anggota Daniel Dalle Pairunan dan Hanizah Ibrahim Mallombasang.
Majelis hakim banding menyatakan, telah membaca dan mempelajari secara saksama berkas perkara, surat dakwaan dan tuntutan atas nama terdakwa Direktur Keuangan dan Operasional PT Dutasari Citralaras Roni Wijaya, salinan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Nomor: 337/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Sel tertanggal 5 Agustus 2020 dan pertimbangannya.
Majelis juga telah membaca dan mempelajari memori banding dan alasan-alasan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel), memori banding dan alasan-alasan yang diajukan Roni Wijaya melalui tim penasihat hukumnya, serta kontra memori banding yang diajukan JPU. Majelis menilai, terdakwa Roni Wijaya tetap terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan dua delik pidana. Satu, melakukan pidana perpajakan berupa membeli faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya kemudian digunakan PT Dutasari Citralaras/terdakwa. Akibatnya, terjadi kerugian pada pendapatan negara yang berasal dari pengkreditan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya kurun 2010 hingga 2011 sebesar Rp10.254.308.910.
Dua, terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan menempatkan, mentransfer dan membelanjakan uang yang diperoleh oleh terdakwa dari hasil tindak pidana perpajakan dengan menggunakan/mengkreditkan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya. Perbuatan tersebut dengan maksud menyamarkan, menyembunyikan dan mengaburkan asal usul uang yang diperoleh Roni dari hasil penjualan faktur-faktur pajak fiktif atau faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.(Baca Juga: Ini Kerugian Negara Terkait Proyek Hambalang)
Uang yang dibelanjakan Roni Wijaya dalam delik TPPU terbukti mencapai total Rp9.873.691.104 yang terbagi dua bagian. Pertama, sebesar Rp5.225.128.328 untuk pembelian 30 unit apartemen dan dua kios di beberapa lokasi berbeda. Kedua, sejumlah Rp4.648.562.776 untuk pembelian 25 unit apartemen dan satu kios di beberapa lokasi berbeda.
Majelis menilai, perbuatan pidana perpajakan Roni tetap terbukti melanggar Pasal 39A huruf a jo Pasal 43 ayat (1) UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana, sebagaimana dalam dakwaan kesatu. Untuk delik TPPU, Roni tetap terbukti melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantas TPPU, sebagaimana dalam dakwaan kedua.
"Mengadili, satu, menerima permintaan-permintaan banding dari terdakwa dan Penuntut Umum tersebut. Dua, menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 5 Agustus 2020 Nomor: 337/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Sel. yang dimintakan banding tersebut," tegas Ketua Majelis Hakim Banding Binsar Pamopo Pakpahan saat pengucapan putusan, seperti dikutip SINDOnews di Jakarta, Rabu (16/12/2020).(Baca Juga: Puluhan Perusahaan terkait Proyek Hambalang Diduga Fiktif)
Roni Wijaya merupakan whistleblower (saksi pelapor) sekaligus saksi yang dilindungi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus/perkara korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan dan Sarana Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor, Jawa Barat Tahun Anggaran 2010-2012. Salah satu terpidana perkara korupsi Hambalang adalah terpidana Direktur Utama PT Dutasari Citra Laras, Machfud Suroso.
Dua perkara atas nama Roni Wijaya lebih dulu disidik oleh Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan pada Agustus 2018 (untuk pidana perpajakan) dan pada Juli 2019 (untuk pencucian uang). Di tahap penuntutan dan persidangan, perkaranya disidangkan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. ( )
Di tahap banding, perkara atas nama Roni Wijaya ditangani oleh majelis hakim banding PT DKI Jakarta diketuai oleh Binsar Pamopo Pakpahan dengan anggota Daniel Dalle Pairunan dan Hanizah Ibrahim Mallombasang.
Majelis hakim banding menyatakan, telah membaca dan mempelajari secara saksama berkas perkara, surat dakwaan dan tuntutan atas nama terdakwa Direktur Keuangan dan Operasional PT Dutasari Citralaras Roni Wijaya, salinan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Nomor: 337/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Sel tertanggal 5 Agustus 2020 dan pertimbangannya.
Majelis juga telah membaca dan mempelajari memori banding dan alasan-alasan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel), memori banding dan alasan-alasan yang diajukan Roni Wijaya melalui tim penasihat hukumnya, serta kontra memori banding yang diajukan JPU. Majelis menilai, terdakwa Roni Wijaya tetap terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan dua delik pidana. Satu, melakukan pidana perpajakan berupa membeli faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya kemudian digunakan PT Dutasari Citralaras/terdakwa. Akibatnya, terjadi kerugian pada pendapatan negara yang berasal dari pengkreditan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya kurun 2010 hingga 2011 sebesar Rp10.254.308.910.
Dua, terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan menempatkan, mentransfer dan membelanjakan uang yang diperoleh oleh terdakwa dari hasil tindak pidana perpajakan dengan menggunakan/mengkreditkan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya. Perbuatan tersebut dengan maksud menyamarkan, menyembunyikan dan mengaburkan asal usul uang yang diperoleh Roni dari hasil penjualan faktur-faktur pajak fiktif atau faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.(Baca Juga: Ini Kerugian Negara Terkait Proyek Hambalang)
Uang yang dibelanjakan Roni Wijaya dalam delik TPPU terbukti mencapai total Rp9.873.691.104 yang terbagi dua bagian. Pertama, sebesar Rp5.225.128.328 untuk pembelian 30 unit apartemen dan dua kios di beberapa lokasi berbeda. Kedua, sejumlah Rp4.648.562.776 untuk pembelian 25 unit apartemen dan satu kios di beberapa lokasi berbeda.
Majelis menilai, perbuatan pidana perpajakan Roni tetap terbukti melanggar Pasal 39A huruf a jo Pasal 43 ayat (1) UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana, sebagaimana dalam dakwaan kesatu. Untuk delik TPPU, Roni tetap terbukti melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantas TPPU, sebagaimana dalam dakwaan kedua.
"Mengadili, satu, menerima permintaan-permintaan banding dari terdakwa dan Penuntut Umum tersebut. Dua, menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 5 Agustus 2020 Nomor: 337/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Sel. yang dimintakan banding tersebut," tegas Ketua Majelis Hakim Banding Binsar Pamopo Pakpahan saat pengucapan putusan, seperti dikutip SINDOnews di Jakarta, Rabu (16/12/2020).(Baca Juga: Puluhan Perusahaan terkait Proyek Hambalang Diduga Fiktif)