Iuran BPJS Dinaikkan Lagi, Pemerintah Dinilai Tak Punya Empati
loading...
A
A
A
JAKARTA - Langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan menuai kritik. Sebab, Mahkamah Agung (MA) sempat membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan beberapa waktu lalu.
Anggota Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay pun menilai pemerintah tidak memiliki empati kepada masyarakat. Menurut Saleh, saat ini bukanlah waktu yang tepat menaikkan iuran BPJS Kesehatan ini. (Baca juga: Tarif BPJS Tak Kunjung Turun, Kondisi Ekonomi Masyarakat Kian Sulit )
"Masyarakat dimana-mana lagi kesulitan. Dipastikan banyak yang tidak sanggup untuk mebayar iuran tersebut," ujar Saleh kepada SINDOnews, Rabu (13/5/2020).
Padahal, kata dia, di dalam UUD 1945 Pasal 28 H ayat (1) jelas-jelas mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Dia mengatakan negara harus memberikan jaminan bagi terselenggaranya pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
"Saya khawatir, dengan kenaikan iuran ini banyak masyarakat yang tidak bisa membayar. Akibatnya, mereka tidak mendapatkan akses pada pelayanan kesehatan. Dampaknya bisa serius dan dapat mengarah pada pengabaian hak-hak konstitusional warga negara," jelas Wakil Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Maka itu, dia sangat menyesalkan keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Pasalnya, di dalam perpres itu pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan. (Baca Juga: Kenaikan Iuran BPJS Dibatalkan Mahkamah Agung)
Dia menilai pemerintah terkesan tidak mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Perpres 75/2019 yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Padahal, lanjut dia, warga masyarakat banyak yang berharap agar putusan MA itu dapat dilaksanakan dan iuran tidak jadi dinaikkan.
“Sejak awal, saya menduga pemerintah akan berselancar. Putusan MA akan dilawan dengan menerbitkan aturan baru. Mengeluarkan Perpres baru tentu jauh lebih mudah dibandingkan melaksanakan putusan MA,” kata legislator asal daerah pemilihan Sumatera Utara II ini.
"Dan uniknya lagi, iuran untuk kelas III baru akan dinaikkan tahun 2021. Pemerintah kelihatannya ingin membawa pesan bahwa mereka peduli masyarakat menengah ke bawah,” terang mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah ini.
Dia menambahkan kelihatannya pemerintah sengaja menaikkan iuran BPJS itu per 1 Juli 2020. Dengan begitu, kata dia, ada masa dimana pemerintah melaksanakan putusan MA mengembalikan besaran iuran kepada jumlah sebelumnya yaitu Kelas I sebesar Rp80 ribu, Kelas II sebesar Rp51 ribu, dan Kelas III sebesar Rp25,500.
"Artinya, pemerintah mematuhi putusan MA itu hanya 3 bulan, yaitu April, Mei, dan Juni. Setelah itu, iuran dinaikkan lagi," pungkasnya.
Anggota Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay pun menilai pemerintah tidak memiliki empati kepada masyarakat. Menurut Saleh, saat ini bukanlah waktu yang tepat menaikkan iuran BPJS Kesehatan ini. (Baca juga: Tarif BPJS Tak Kunjung Turun, Kondisi Ekonomi Masyarakat Kian Sulit )
"Masyarakat dimana-mana lagi kesulitan. Dipastikan banyak yang tidak sanggup untuk mebayar iuran tersebut," ujar Saleh kepada SINDOnews, Rabu (13/5/2020).
Padahal, kata dia, di dalam UUD 1945 Pasal 28 H ayat (1) jelas-jelas mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Dia mengatakan negara harus memberikan jaminan bagi terselenggaranya pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
"Saya khawatir, dengan kenaikan iuran ini banyak masyarakat yang tidak bisa membayar. Akibatnya, mereka tidak mendapatkan akses pada pelayanan kesehatan. Dampaknya bisa serius dan dapat mengarah pada pengabaian hak-hak konstitusional warga negara," jelas Wakil Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Maka itu, dia sangat menyesalkan keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Pasalnya, di dalam perpres itu pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan. (Baca Juga: Kenaikan Iuran BPJS Dibatalkan Mahkamah Agung)
Dia menilai pemerintah terkesan tidak mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Perpres 75/2019 yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Padahal, lanjut dia, warga masyarakat banyak yang berharap agar putusan MA itu dapat dilaksanakan dan iuran tidak jadi dinaikkan.
“Sejak awal, saya menduga pemerintah akan berselancar. Putusan MA akan dilawan dengan menerbitkan aturan baru. Mengeluarkan Perpres baru tentu jauh lebih mudah dibandingkan melaksanakan putusan MA,” kata legislator asal daerah pemilihan Sumatera Utara II ini.
"Dan uniknya lagi, iuran untuk kelas III baru akan dinaikkan tahun 2021. Pemerintah kelihatannya ingin membawa pesan bahwa mereka peduli masyarakat menengah ke bawah,” terang mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah ini.
Dia menambahkan kelihatannya pemerintah sengaja menaikkan iuran BPJS itu per 1 Juli 2020. Dengan begitu, kata dia, ada masa dimana pemerintah melaksanakan putusan MA mengembalikan besaran iuran kepada jumlah sebelumnya yaitu Kelas I sebesar Rp80 ribu, Kelas II sebesar Rp51 ribu, dan Kelas III sebesar Rp25,500.
"Artinya, pemerintah mematuhi putusan MA itu hanya 3 bulan, yaitu April, Mei, dan Juni. Setelah itu, iuran dinaikkan lagi," pungkasnya.
(kri)