Tarif BPJS Tak Kunjung Turun, Kondisi Ekonomi Masyarakat Kian Sulit
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Anwar Hafid mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera menerbitkan peraturan presiden (perpres) baru untuk mengembalikan iuran ke kondisi semula.
Perpres tersebut untuk merespons keputusan Mahkamah Agung yang telah membatalkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan sejak 27 Februari 2020 lalu.
Menurut politikus Partai Demokrat ini, saat ini di tengah wabah Corona, masyarakat masih dibuat bingung dengan iuran BPJS Kesehatan yang tidak kunjung diturunkan sesuai tarif semula.
"Penyesuaian tarif berdasarkan keputsan MA sangat penting dilakukan karena kondisi saat ini masyarakat sedang mengalami kesulitan sebagai akibat dari persebaran virus Corona atau Covid-19. Jika iuran BPJS tak kunjung turun, dikhawatirkan akan semakin memperparah kondisi ekonomi masyarakat, terutama kalangan bawah seperti pekerja sektor informal,” tutur Anwar kepada SINDOnews, Senin (6/4/2020).
Anwar juga menilai jika perpres penyesuaian tarif ini dikeluarkan sesuai keputusan MA, hal ini menjadi salah satu solusi konkret dalam membantu masyarakat di tengah wabah Corona dan program bekerja di rumah saja.
“Sampai sekarang masih bicara 'akan' padahal pekerja informal yang sebagian besar peserta mandiri JKN khususnya kelas 3 udah terdampak ekonominya karena Covid-19 ini. Harusnya pembayaran di bulan April ini sudah sesuai putusan MA sehingga kelas 3 mandiri bisa terbantu, tapi pemerintah masih bicara 'akan',” tutur mantan Bupati Morowali dua periode ini. Baca Juga: Kenaikan Iuran BPJS Dibatalkan Mahkamah Agung)
Anwar berharap pemerintah tidak abai terhadap masalah ini. Perpres baru harus segera diterbitkan sebagai bentuk keberpihakan pemerintah kepada rakyat.
“Dalam situasi seperti sekarang ini, pemerintah harus hadir di tengah-tengah rakyat. Jangan berdalih seakan-akan belum menerima salinan putusan MA. Ini persoalan rakyat, persoalan kemanusiaan. Jangan membuat masyarakat kebingungan, resah karena belum ada kepastian hukum terkait iuran BPJS Kesehatan ini,” tutur Anwar.
Anwar mengakui ada ketentuan jika dalam 90 hari pemerintah belum menerima salinan putusan MA dan belum ada juga perpres baru, putusan itu akan serta merta berlaku.
Dia tidak ingin hal itu terjadi, karena waktu 90 hari merupakan waktu yang lama. Selain akan menyulitkan masyarakat, juga bisa menimbulkan polemik.
Menurut dia, tidak semua masyarakat memahami hukum secara baik. Mereka hanya mengetahui tarif BPJS tidak jadi naik berdasarkan keputusan MA sehingga tidak perlu lagi membayar kenaikan iuran lagi seperti yang hingga saat ini masih berlaku.
Diketahui, pemerintah memutuskan menaikkan iuran BPJS Kesehatan sejak 1 Januari 2020 lalu. Hal ini dipicu adanya defisit anggaran yang diperkirakan mencapai Rp32,8 triliun. Kenaikan iuran tersebut dilakukan dengan dalih untuk menutup defisit anggaran.
Selanjutnya, Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI) keberatan dengan kenaikan iuran itu. Mereka kemudian menggugat ke MA dan meminta kenaikan itu dibatalkan. Gayung bersambut. MA mengabulkan permohonan itu.
Dengan dibatalkannya pasal di atas, iuran BPJS kembali seperti semula yakni untuk kelas 3 sebesar Rp25.500, kelas 2 sebesar Rp51.000, dan kelas 1 Rp80.000.
Perpres tersebut untuk merespons keputusan Mahkamah Agung yang telah membatalkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan sejak 27 Februari 2020 lalu.
Menurut politikus Partai Demokrat ini, saat ini di tengah wabah Corona, masyarakat masih dibuat bingung dengan iuran BPJS Kesehatan yang tidak kunjung diturunkan sesuai tarif semula.
"Penyesuaian tarif berdasarkan keputsan MA sangat penting dilakukan karena kondisi saat ini masyarakat sedang mengalami kesulitan sebagai akibat dari persebaran virus Corona atau Covid-19. Jika iuran BPJS tak kunjung turun, dikhawatirkan akan semakin memperparah kondisi ekonomi masyarakat, terutama kalangan bawah seperti pekerja sektor informal,” tutur Anwar kepada SINDOnews, Senin (6/4/2020).
Anwar juga menilai jika perpres penyesuaian tarif ini dikeluarkan sesuai keputusan MA, hal ini menjadi salah satu solusi konkret dalam membantu masyarakat di tengah wabah Corona dan program bekerja di rumah saja.
“Sampai sekarang masih bicara 'akan' padahal pekerja informal yang sebagian besar peserta mandiri JKN khususnya kelas 3 udah terdampak ekonominya karena Covid-19 ini. Harusnya pembayaran di bulan April ini sudah sesuai putusan MA sehingga kelas 3 mandiri bisa terbantu, tapi pemerintah masih bicara 'akan',” tutur mantan Bupati Morowali dua periode ini. Baca Juga: Kenaikan Iuran BPJS Dibatalkan Mahkamah Agung)
Anwar berharap pemerintah tidak abai terhadap masalah ini. Perpres baru harus segera diterbitkan sebagai bentuk keberpihakan pemerintah kepada rakyat.
“Dalam situasi seperti sekarang ini, pemerintah harus hadir di tengah-tengah rakyat. Jangan berdalih seakan-akan belum menerima salinan putusan MA. Ini persoalan rakyat, persoalan kemanusiaan. Jangan membuat masyarakat kebingungan, resah karena belum ada kepastian hukum terkait iuran BPJS Kesehatan ini,” tutur Anwar.
Anwar mengakui ada ketentuan jika dalam 90 hari pemerintah belum menerima salinan putusan MA dan belum ada juga perpres baru, putusan itu akan serta merta berlaku.
Dia tidak ingin hal itu terjadi, karena waktu 90 hari merupakan waktu yang lama. Selain akan menyulitkan masyarakat, juga bisa menimbulkan polemik.
Menurut dia, tidak semua masyarakat memahami hukum secara baik. Mereka hanya mengetahui tarif BPJS tidak jadi naik berdasarkan keputusan MA sehingga tidak perlu lagi membayar kenaikan iuran lagi seperti yang hingga saat ini masih berlaku.
Diketahui, pemerintah memutuskan menaikkan iuran BPJS Kesehatan sejak 1 Januari 2020 lalu. Hal ini dipicu adanya defisit anggaran yang diperkirakan mencapai Rp32,8 triliun. Kenaikan iuran tersebut dilakukan dengan dalih untuk menutup defisit anggaran.
Selanjutnya, Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI) keberatan dengan kenaikan iuran itu. Mereka kemudian menggugat ke MA dan meminta kenaikan itu dibatalkan. Gayung bersambut. MA mengabulkan permohonan itu.
Dengan dibatalkannya pasal di atas, iuran BPJS kembali seperti semula yakni untuk kelas 3 sebesar Rp25.500, kelas 2 sebesar Rp51.000, dan kelas 1 Rp80.000.
(dam)