Bangun Keamanan Ruang Siber, Ini Upaya yang Dilakukan BSSN
loading...
A
A
A
JAKARTA - Serangan siber yang menyasar Indonesia selama periode Januari hingga November 2020 mencapai 423 juta kali. Angka tersebut berdasarkan Data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Jumlah tersebut naik tiga kali lipat dibandingkan periode sama pada tahun lalu.
Statistika tersebut perlu menjadi perhatian bagi pengguna internet di Indonesia. Sebab, serangan siber tak melulu hanya berkaitan pada perangkat keras atau perangkat lunak semata.
Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian menyatakan, serangan tersebut terbagi dalam dua sifat, yaitu serangan sosial dan teknis. Serangan sosial berupa upaya untuk memengaruhi manusia pada dan melalui ruang siber dan cenderung berkaitan erat dengan perang politik, perang informasi, perang psikologi, dan propaganda.
Sementara, serangan teknis lebih ditujukan menyerang jaringan logika melalui berbagai metode untuk mendapatkan akses ilegal, mencuri informasi, atau memasukkan malware yang bisa merusak jaringan fisik dan persona siber (pengguna internet).
Hinsa menambahkan, serangan siber dapat bersifat teknis maupun sosial tergantung dari konteks bagaimana serangan tersebut dimaksud. “Serangan siber dapat dikategorikan menjadi kriminal biasa, kriminal luar biasa dan perang siber bergantung dari tujuan dan intensitas serangan tersebut tanpa terbatas pada pembagian spektrum waktu dimasa damai, krisis atau dalam keadaan perang,” papar Hinsa talkshow daring #CyberCorner bertajuk Ekosistem Ruang Siber Indonesia, Seperti Apa? baru-baru ini. Acara ini digagas oleh BSSN bersama Cyberthreat.id.
Hinsa berpendapat keamanan siber merupakan sebuah ekosistem dimana hukum (laws), organisasi (organizations), kemampuan (skills), kerja sama (cooperation) dan technical implementation sudah berjalan dengan selaras dan efektif. “Kehadiran negara mulai dari penyusunan kebijakan dan regulasi nasional yang mapan di ruang siber perlu segera diwujudkan dan ditegakkan,” ungkap Hinsa.
Menurut Hinsa, sebagai lembaga yang dibentuk dengan tujuan mempertajam fungsi negara dalam melindungi kepentingan warga negara di ruang siber, BSSN telah mengambil berbagai langkah strategis dalam upaya mewujudkan keamanan dan ketahanan nasional di ruang siber.
“BSSN melakukan penguatan kebijakan dan regulasi di bidang keamanan siber dan sandi bagi seluruh pemangkukepentingan. BSSN juga melakukan inovasi guna menciptakan kemandirian teknologi melalui penguatan NSOC dan pembangunan CSIRT untuk sektor pemerintahan dan privat,” ungkap Hinsa.
Hinsa juga menyatakan BSSN memperkuat koordinasi dan kolaborasi dengan berbagai institusi pemangkukepentingan keamanan siber. "BSSN terus berupaya mengembangkan sumber daya manusia yang profesional di bidang keamanan siber di Indonesia melalui penyusunan Peta Okupasi NasionalKeamanan Siber,” tembah Hinsa.
Direktur Proteksi Ekonomi Digital BSSN, Anton Setiyawan, yang menjadi narasumber dalam kegiatan tersebut menyatakan menyikapi perkembangan risiko keamanan siber, pembangunan budaya keamanan siber sangatlah penting.
Statistika tersebut perlu menjadi perhatian bagi pengguna internet di Indonesia. Sebab, serangan siber tak melulu hanya berkaitan pada perangkat keras atau perangkat lunak semata.
Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian menyatakan, serangan tersebut terbagi dalam dua sifat, yaitu serangan sosial dan teknis. Serangan sosial berupa upaya untuk memengaruhi manusia pada dan melalui ruang siber dan cenderung berkaitan erat dengan perang politik, perang informasi, perang psikologi, dan propaganda.
Sementara, serangan teknis lebih ditujukan menyerang jaringan logika melalui berbagai metode untuk mendapatkan akses ilegal, mencuri informasi, atau memasukkan malware yang bisa merusak jaringan fisik dan persona siber (pengguna internet).
Hinsa menambahkan, serangan siber dapat bersifat teknis maupun sosial tergantung dari konteks bagaimana serangan tersebut dimaksud. “Serangan siber dapat dikategorikan menjadi kriminal biasa, kriminal luar biasa dan perang siber bergantung dari tujuan dan intensitas serangan tersebut tanpa terbatas pada pembagian spektrum waktu dimasa damai, krisis atau dalam keadaan perang,” papar Hinsa talkshow daring #CyberCorner bertajuk Ekosistem Ruang Siber Indonesia, Seperti Apa? baru-baru ini. Acara ini digagas oleh BSSN bersama Cyberthreat.id.
Hinsa berpendapat keamanan siber merupakan sebuah ekosistem dimana hukum (laws), organisasi (organizations), kemampuan (skills), kerja sama (cooperation) dan technical implementation sudah berjalan dengan selaras dan efektif. “Kehadiran negara mulai dari penyusunan kebijakan dan regulasi nasional yang mapan di ruang siber perlu segera diwujudkan dan ditegakkan,” ungkap Hinsa.
Menurut Hinsa, sebagai lembaga yang dibentuk dengan tujuan mempertajam fungsi negara dalam melindungi kepentingan warga negara di ruang siber, BSSN telah mengambil berbagai langkah strategis dalam upaya mewujudkan keamanan dan ketahanan nasional di ruang siber.
“BSSN melakukan penguatan kebijakan dan regulasi di bidang keamanan siber dan sandi bagi seluruh pemangkukepentingan. BSSN juga melakukan inovasi guna menciptakan kemandirian teknologi melalui penguatan NSOC dan pembangunan CSIRT untuk sektor pemerintahan dan privat,” ungkap Hinsa.
Hinsa juga menyatakan BSSN memperkuat koordinasi dan kolaborasi dengan berbagai institusi pemangkukepentingan keamanan siber. "BSSN terus berupaya mengembangkan sumber daya manusia yang profesional di bidang keamanan siber di Indonesia melalui penyusunan Peta Okupasi NasionalKeamanan Siber,” tembah Hinsa.
Direktur Proteksi Ekonomi Digital BSSN, Anton Setiyawan, yang menjadi narasumber dalam kegiatan tersebut menyatakan menyikapi perkembangan risiko keamanan siber, pembangunan budaya keamanan siber sangatlah penting.