Kesiapan Mental Hybrid Learning di Kampus

Selasa, 08 Desember 2020 - 05:30 WIB
loading...
Kesiapan Mental “Hybrid...
Prof Dr Jamal Wiwoho dan Prof Dr Agus Kristiyanto (ist)
A A A
Prof Dr Jamal Wiwoho, Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta
Prof Dr Agus Kristiyanto, Wadir 1 Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta


SIKAP baru pemerintah tentang penyelenggaraan pembelajaran formal pada masa pandemi akhirnya jelas tersampaikan melalui terbitnya SK Bersama empat menteri, yakni Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri. Intinya bahwa pada Tahun Ajaran 2020/2021 dan Tahun Akademik 2020/2021 mendatang, pembelajaran dibuka krannya dan boleh diselenggarakan secara luring. Tentu saja terdapat berbagai ketentuan-ketentuan khusus dan persyaratan teknis yang harus dipenuhi.

Khusus penyelenggaraan perkuliahan di kampus, Dirjen Pendidikan Tinggi pun telah menerbitkan Surat Edaran sebagai bentuk “gayung bersambut” atas SKB Empat Menteri tersebut di atas. Surat Edaran Nomor 6 Tahun 2020 berisi tentang Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Akademik 2020/2021. Kuliah yang dimulai Januari 2021 tersebut diperbolehkan dan diarahkan untuk diterapkan melalui penyelenggaraan tatap muka campuran (hybrid learning/HL). HL merujuk pada definisi kuliah tatap muka luring dan daring secara bersamaan. Ada mahasiswa yang berada secara luring di kampus dan sebagian besar tetap daring di tempatnya masing-masing. Jumlah yang luring maksimum 50% dari keseluruhan jumlah mahasiswa yang mengambil kuliah yang bersangkutan. (Baca Juga:Kampus akan Gelar Kuliah Tatap Muka, Ini Pesan Ketua Majelis Rektor)

Dibukanya kembali kuliah tatap muka campuran tersebut merupakan solusi karena sejak Maret 2020, praktis kegiatan kuliah hanya mampu berjalan secara daring. Situasi tekanan pandemi Covid-19 memang harus disikapi dengan memutus rantai penyebaran virus korona. Kuliah secara daring merupakan pilihan terbaik kala itu. Namun demikian, durasi yang sangat panjang dari implementasi kuliah secara daring memberikan dampak negatif yang semakin intens bervariasi. Mulai dari kejenuhan, komunikasi virtual terbatas yang sering terganggu akses koneksi, hingga tak terbentuknya iklim sosio-emosional yang menjadi prasyarat mutlak terjadinya transfer pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Dengan pertimbangan agar keluar dari ekses negatif pembelajaran daring yang berkepanjangan, maka HL menjadi sebuah harapan besar banyak pihak. Oleh karenanya, cukup banyak yang kemudian menyambut baik rencana tersebut. Sebagai gambaran, dari sejumlah 122 rektor perguruan tinggi negeri di Indonesia yang tergabung dalam MRPTNI, setidaknya ada 91 rektor yang menyatakan siap untuk membuka kuliah HL mulai Januari 2021 mendatang.

Prasyarat Teknis dan Mental
Rencana bagus tersebut tentu saja belum tentu disikapi secara utuh oleh seluruh lapisan masyarakat. Pasalnya, kebijakan penyelenggaraan luring (baca; hybrid learning) disampaikan ke publik bersamaan dengan fakta semakin “meledaknya” kasus harian konfirmasi positif penderita Covid-19 di Indonesia. Pada Kamis 3 Desember 2020, bahkan terjadi “pemecahan rekor” kasus baru harian, yakni 8.369 orang. Sebuah angka yang “sangat mengerikan” jika dikaitkan dengan fakta bahwa fasilitas isolasi di rumah sakit kini sudah tidak tersedia lagi untuk menampung dan merawat pasien baru.

Bertumpu dari niat baik untuk memperbaiki keadaan penyelenggaraan kuliah melalui HL, serta tekanan pandemi Covid-19 yang masih terus mengancam, tentu saja perlu ada aksi gerak cepat dari sisi kesiapan yang akuntabel dan pemberian informasi ke publik. Publik yang merupakan customer sebuah perguruan tinggi memiliki hak untuk mendapatkan kepastian tentang kesiapan penyelenggaraan kuliah tatap muka campuran yang dimulai Januari 2021. Pada sisi yang lain, semua pihak tentu saja harus memiliki kesiapan mental yang baik agar implementasi berlangsung tidak setengah hati. (Baca Juga:Perkuliahan Tatap Muka Dimulai Januari, Ini Persyaratannya)

Kesiapan ekstra menjadi kata kunci untuk memberhasilkan penyelenggaraan HL di awal 2021. Lapis pertama kesiapan tersebut berada pada tataran teknis kampus sebagai penyelenggara proses perkuliahan. Lapis kedua pada tataran kesiapan mental yang perlu dibentuk pada masyarakat, utamanya para mahasiswa, orang tua, dan keluarga besar yang sangat heterogen. Heterogen dalam memberikan sikap atas kebijakan penyelenggaraan HL di tengah tekanan pandemi yang belum juga surut.

Kampus harus memastikan diri bahwa standar protokol kesehatan telah terpenuhi secara lengkap, yang memberi jaminan siapa pun yang secara luring berada di dalamnya berada pada situasi yang aman dari kemungkinan terkontaminasi virus. Standar keamanan diterapkan sejak pintu masuk kampus. Untuk memudahkan pengawasan, sangat disarankan menerapkan kebijakan satu pintu untuk masuk sekaligus keluar di lingkungan kampus. Pintu masuk merupakan screening bagi siapa pun yang masuk ke kampus. Disiplin dan pemeriksaan ketat adalah protokol inti dari sebuah kampus yang layak sebagai kampus yang aman untuk menyelenggarakan aktivitas luring.

Harus dipastikan siapa pun yang masuk telah terdeteksi secara aman: suhunya di bawah 38 derajat Celsius, bermasker, telapak tangan telah steril dengan hand sanitizer yang dibawanya atau cuci dengan sabun di bawah air mengalir yang disediakan di pintu masuk, dan berbagai persyaratan pokok protokol kesehatan yang wajib terpenuhi. Berlaku untuk siapa saja dan kapan saja tanpa pilih kasih. Setiap orang yang masuk wajib “dicurigai” berpotensi membawa virus dari tempat lain. Bahkan, tamu yang datang dari luar kota atau luar negeri perlu dipersyarati dengan bukti keterangan Rapid test Non-reaktif yang masih berlaku.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1921 seconds (0.1#10.140)