Didukung, Usul Jaksa Agung yang Ingin Pelanggar PSBB Ditilang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Masukan Jaksa Agung, ST Burhanuddin kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 agar pelanggar pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dihukum dengan sanksi tilang ataupun tindak pidana ringan (tipiring) mendapat dukungan.
Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan menilai masukan Jaksa Agung sebagai usulan cerdas."Saya apresiasi atas saran cerdas dan penyikapan kritis yang dilakukan oleh Jaksa Agung, ST Burhanuddin di dalam memberikan masukan kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19," ujar Arteria Dahlan dalam keterangan tertulisnya, Selasa (12/5/2020).
Arteria mengingatkan, saat ini regulasi dan hukum terkait standar operasional prosedur (SOP) penanganan Covid-19 sudah ada. Dia melanjutkan, faktanya masih banyak pihak yang belum menerapkan dalam bentuk protokol standar minimal sekalipun.
Menurut politikus PDIP itu, ada juga warga yang tidak mengindahkan dan bahkan beberapa waktu belakangan ini ada pihak-pihak yang melawan dan menyerang petugas di lapangan.
"Selain berpotensi membuat gaduh dan memperkeruh suasana, tapi utamanya adalah maksud dan tujuan tindakan Kedaruratan Kesehatan baik itu PSBB atau apapun juga namanya nanti akan menjadi sia-sia dan tidak efektif," tuturnya. ( Baca juga: Jaksa Agung: Pelanggar PSBB Akan Ditindak Tilang Hingga Tipiring )
Dia mengakui pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin yang memberikan masukan kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 itu tidak populer di publik. Namun, kata dia, tugas Jaksa Agung memang bukan selalu menghadirkan kebijakan populer.
"Memang harus diakui butuh upaya penegakan hukum yang tidak sekadar sosialisasi maupun imbauan, perlu instrumen hukum yang bisa memastikan bagaimana protokol kesehatan penanganan Covid-19 ini ditegakkan secara paripurna," katanya.
Salah satunya, kata Arteria adalah melalui pemberian sanksi tilang atau tindak pidana ringan untuk memberi efek jera.
"Toh, Jaksa Agung juga menerapkannya sebagai upaya terakhir (ultimum remedium) setelah upaya-upaya lain dilakukan namun tetap tidak diindahkan," tuturnya.
Dia menilai masukan Jaksa Agung ST Burhanuddin dapat dilakukan secara bertahap. Misalnya hari pertama hingga hari ketiga PSBB adalah dilakukan sosialisasi. Kemudian, tiga hari setelahnya adalah preventif dan tiga hari ke depannya yakni di hari ke-7 diberlakukan sanksi represif.
"Masukannya sangat wajar, rasional dan logis, ada fakta hukum dimana telah dibuat protokol kedaruratan kesehatan, namun selama ini masih banyak yang melakukan pelanggaran PSBB, yang berakibat fatal baik terhadap jiwa maupun dampak sosial kemasyarakatan lainnya," ungkapnya.
Menurut dia, masukan Jaksa Agung konteksnya murni penegakan hukum, bukan meningkatkan gengsi aparat penegak hukum.
"Tidak usah kawatir karena semua giat gakum pastinya terawasi dengan baik, ada giat monevnya dan dipastikan tidak akan menimbulkan pengerahan pasukan yang berlebihan," tuturnya.
Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan menilai masukan Jaksa Agung sebagai usulan cerdas."Saya apresiasi atas saran cerdas dan penyikapan kritis yang dilakukan oleh Jaksa Agung, ST Burhanuddin di dalam memberikan masukan kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19," ujar Arteria Dahlan dalam keterangan tertulisnya, Selasa (12/5/2020).
Arteria mengingatkan, saat ini regulasi dan hukum terkait standar operasional prosedur (SOP) penanganan Covid-19 sudah ada. Dia melanjutkan, faktanya masih banyak pihak yang belum menerapkan dalam bentuk protokol standar minimal sekalipun.
Menurut politikus PDIP itu, ada juga warga yang tidak mengindahkan dan bahkan beberapa waktu belakangan ini ada pihak-pihak yang melawan dan menyerang petugas di lapangan.
"Selain berpotensi membuat gaduh dan memperkeruh suasana, tapi utamanya adalah maksud dan tujuan tindakan Kedaruratan Kesehatan baik itu PSBB atau apapun juga namanya nanti akan menjadi sia-sia dan tidak efektif," tuturnya. ( Baca juga: Jaksa Agung: Pelanggar PSBB Akan Ditindak Tilang Hingga Tipiring )
Dia mengakui pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin yang memberikan masukan kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 itu tidak populer di publik. Namun, kata dia, tugas Jaksa Agung memang bukan selalu menghadirkan kebijakan populer.
"Memang harus diakui butuh upaya penegakan hukum yang tidak sekadar sosialisasi maupun imbauan, perlu instrumen hukum yang bisa memastikan bagaimana protokol kesehatan penanganan Covid-19 ini ditegakkan secara paripurna," katanya.
Salah satunya, kata Arteria adalah melalui pemberian sanksi tilang atau tindak pidana ringan untuk memberi efek jera.
"Toh, Jaksa Agung juga menerapkannya sebagai upaya terakhir (ultimum remedium) setelah upaya-upaya lain dilakukan namun tetap tidak diindahkan," tuturnya.
Dia menilai masukan Jaksa Agung ST Burhanuddin dapat dilakukan secara bertahap. Misalnya hari pertama hingga hari ketiga PSBB adalah dilakukan sosialisasi. Kemudian, tiga hari setelahnya adalah preventif dan tiga hari ke depannya yakni di hari ke-7 diberlakukan sanksi represif.
"Masukannya sangat wajar, rasional dan logis, ada fakta hukum dimana telah dibuat protokol kedaruratan kesehatan, namun selama ini masih banyak yang melakukan pelanggaran PSBB, yang berakibat fatal baik terhadap jiwa maupun dampak sosial kemasyarakatan lainnya," ungkapnya.
Menurut dia, masukan Jaksa Agung konteksnya murni penegakan hukum, bukan meningkatkan gengsi aparat penegak hukum.
"Tidak usah kawatir karena semua giat gakum pastinya terawasi dengan baik, ada giat monevnya dan dipastikan tidak akan menimbulkan pengerahan pasukan yang berlebihan," tuturnya.
(dam)