Relaksasi dan 'Recovery' Setelah Pandemi
loading...
A
A
A
Muhamad Ali
Pemerhati Human Capital
KITA sudah memasuki bulan terakhir 2020. Tahun yang berat. Tahun yang terasa lebih panjang. Tahun yang membosankan. Dan tentu saja, tahun yang sangat mengkhawatirkan. Semua orang akan mengenang tahun ini sebagai tahun yang paling mudah diingat selain tahun lahir atau perkawinan mereka. Semua bangsa akan mengingat tahun ini sebagai tahun yang paling dicatat sejarah, selain hari kemerdekaan.
Pandemi Covid-19 melintas nyaris sepanjang tahun dan memukul setiap gerak laju apa saja masyarakat modern. Orang-orang dan bangsa-bangsa berjuang untuk selamat dari terjangan virus yang membahayakan dan dampak yang jauh lebih mematikan. Sepertinya, mereka terlalu letih menghadapinya. Mereka memerlukan relaksasi, juga recovery selekas-lekasnya.
Dalam konteks relaksasi dan recovery tersebut, pariwisata merupakan salah satu jawaban. Liburan dan bepergian akan menjadi impian banyak orang. Sementara geliat dan aktivitas di sektor pariwisata akan menjadi harapan banyak bangsa. Syarat pemenuhannya hanya satu, mengendalikan penyebaran dan menghindari penularan. Artinya, bepergian sudah menjadi relatif lebih aman dari terpaan virus, dan tempat-tempat yang didatangi tidak menimbulkan masalah baru yang terkait dengan virus Covid-19.
CHSE sebagai Kunci
Pariwisata sejak lama telah diyakini banyak bangsa menggerakkan ekonomi bangsa dengan amat cepat. Berbeda dengan investasi-investasi lainnya yang memerlukan waktu lebih dari dua tahun untuk dapat memutar ekonomi, industri pariwisata merupakan salah satu sektor yang paling cepat menggerakkan ekonomi. Begitu infrastruktur pariwisata terbangun, destinasi wisata dengan segala kreativitas penyajian dan penampilannya dengan cepat akan menggerakkan perekonomian dari ujung ke ujung. Sektor transportasi, sektor industri makanan, sektor hotel dan hiburan, akan ikut terkatrol di dalamnya.
Indonesia sudah sejak lima tahun terakhir sangat terlihat mengembangkan industri pariwisata sebagai penggerak ekonomi. Dalam perjalanan lima tahun tersebut, industri pariwisata telah menjadi penghasil devisa yang terus bergerak naik, dari peringkat keempat pada 2015, menjadi peringkat kedua dalam menyumbangkan devisa. Hanya kalah oleh industri kelapa sawit yang memang sudah dibangun berpuluh-puluh tahun sebelumnya.
Pemerintah menciptakan program yang disebut “10 Bali Baru” yang dilengkapi dengan semua kebutuhan selayaknya industri pariwisata yang sudah sangat mapan di Pulau Bali. Destinasi diciptakan sesuai dengan potensi yang dimiliki. Infrastruktur jalan dibangun dan diperbaiki. Bandara dan pelabuhan juga demikian. Hotel-hotel baru didirikan, dengan model bisnis yang melibatkan pemerintah dan badan usaha swasta (KPBU, Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha).
Namun, membangun industri pariwisata yang lengkap, tidak mungkin dan tidak dapat melepaskan diri dengan prasyarat atau pedoman yang disebut cleanliness, health, safety and environmental sustainability (CHSE), atau jika diindonesiakan menjadi kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan. Pedoman ini sangat penting untuk meningkatkan upaya pencegahan dan pengendalian Covid-19 bagi masyarakat di tempat dan fasilitas umum dalam rangka mencegah terjadinya episenter/klaster baru selama masa pandemi ketika mereka sudah rindu untuk menikmati hiburan dan melakukan perjalanan wisata.
Pedoman CHSE seharusnya disusun dengan ruang lingkup yang spesifik, yakni meliputi upaya pencegahan dan pengendalian Covid-19 di tempat dan fasilitas umum dengan memperhatikan aspek perlindungan kesehatan individu dan titik-titik kritis dalam perlindungan kesehatan masyarakat, yang melibatkan pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab tempat dan fasilitas umum serta masyarakat pengguna tempat-tempat pariwisata.
Kementerian Pariwisata telah menyusun empat kunci dalam upaya menggerakkan kembali industri pariwisata, yang dikembangkan dari tiga kampanye umum menghadapi Covid-19, yakni 3M (menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan). Penularan Covid-19 yang dapat terjadi melalui droplet yang kemudian menginfeksi manusia dengan masuknya droplet yang mengandung virus SARS-CoV-2 ke dalam tubuh melalui hidung, mulut, dan mata. Prinsip pencegahan penularan Covid-19 pada individu dilakukan dengan menghindari masuknya virus melalui ketiga pintu masuk tersebut dengan beberapa tindakan.
Panduan CHSE tersebut dipaparkan lebih spesifik dan jelas. Pertama, penggunaan alat pelindung diri berupa masker yang menutupi hidung dan mulut hingga dagu. Jika harus keluar rumah atau berinteraksi dengan orang lain yang tidak diketahui status kesehatannya dan mungkin dapat menularkan Covid-19. Apabila menggunakan masker kain, sebaiknya gunakan masker kain 3 lapis.
Kedua, membersihkan tangan secara teratur dengan cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau menggunakan cairan antiseptik berbasis alkohol/hand sanitizer. Selalu menghindari menyentuh mata, hidung, dan mulut dengan tangan yang tidak bersih (yang mungkin terkontaminasi droplet yang mengandung virus).
Ketiga, menjaga jarak minimal satu meter dengan orang lain untuk menghindari terkena droplet dari orang yang bicara, batuk, atau bersin, serta menghindari kerumunan, keramaian, dan berdesakan. Jika tidak memungkinkan melakukan jaga jarak, maka dapat dilakukan berbagai rekayasa administrasi dan teknis lainnya. Rekayasa administrasi dapat berupa pembatasan jumlah orang, pengaturan jadwal, dan sebagainya. Sementara rekayasa teknis antara lain dapat berupa pembuatan partisi, pengaturan jalur masuk dan keluar, dan sebagainya.
Dalam konteks relaksasi dan aktivitas pariwisata, juga sangat penting untuk memperhatikan poin keempat, yaitu meningkatkan daya tahan tubuh dengan menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), seperti mengonsumsi gizi seimbang, aktivitas fisik minimal 30 menit sehari dan istirahat yang cukup (minimal 7 jam), serta menghindari faktor risiko penyakit.
Orang yang memiliki komorbiditas/penyakit penyerta/kondisi rentan seperti diabetes, hipertensi, gangguan paru, gangguan jantung, gangguan ginjal, kondisi immunocompromised/penyakit autoimun, kehamilan, lanjut usia, anak-anak, dan lain-lain, harus lebih berhati-hati dalam beraktivitas di tempat dan fasilitas umum terutama tempat-tempat pariwisata.
Jika sektor pariwisata ini dapat dikelola dengan standar CHSE yang paripurna, boleh jadi kita akan melewati 2021 yang akan datang dengan suasana batin yang lebih gembira, bergairah, dan optimistis.
Pemerhati Human Capital
KITA sudah memasuki bulan terakhir 2020. Tahun yang berat. Tahun yang terasa lebih panjang. Tahun yang membosankan. Dan tentu saja, tahun yang sangat mengkhawatirkan. Semua orang akan mengenang tahun ini sebagai tahun yang paling mudah diingat selain tahun lahir atau perkawinan mereka. Semua bangsa akan mengingat tahun ini sebagai tahun yang paling dicatat sejarah, selain hari kemerdekaan.
Pandemi Covid-19 melintas nyaris sepanjang tahun dan memukul setiap gerak laju apa saja masyarakat modern. Orang-orang dan bangsa-bangsa berjuang untuk selamat dari terjangan virus yang membahayakan dan dampak yang jauh lebih mematikan. Sepertinya, mereka terlalu letih menghadapinya. Mereka memerlukan relaksasi, juga recovery selekas-lekasnya.
Dalam konteks relaksasi dan recovery tersebut, pariwisata merupakan salah satu jawaban. Liburan dan bepergian akan menjadi impian banyak orang. Sementara geliat dan aktivitas di sektor pariwisata akan menjadi harapan banyak bangsa. Syarat pemenuhannya hanya satu, mengendalikan penyebaran dan menghindari penularan. Artinya, bepergian sudah menjadi relatif lebih aman dari terpaan virus, dan tempat-tempat yang didatangi tidak menimbulkan masalah baru yang terkait dengan virus Covid-19.
CHSE sebagai Kunci
Pariwisata sejak lama telah diyakini banyak bangsa menggerakkan ekonomi bangsa dengan amat cepat. Berbeda dengan investasi-investasi lainnya yang memerlukan waktu lebih dari dua tahun untuk dapat memutar ekonomi, industri pariwisata merupakan salah satu sektor yang paling cepat menggerakkan ekonomi. Begitu infrastruktur pariwisata terbangun, destinasi wisata dengan segala kreativitas penyajian dan penampilannya dengan cepat akan menggerakkan perekonomian dari ujung ke ujung. Sektor transportasi, sektor industri makanan, sektor hotel dan hiburan, akan ikut terkatrol di dalamnya.
Indonesia sudah sejak lima tahun terakhir sangat terlihat mengembangkan industri pariwisata sebagai penggerak ekonomi. Dalam perjalanan lima tahun tersebut, industri pariwisata telah menjadi penghasil devisa yang terus bergerak naik, dari peringkat keempat pada 2015, menjadi peringkat kedua dalam menyumbangkan devisa. Hanya kalah oleh industri kelapa sawit yang memang sudah dibangun berpuluh-puluh tahun sebelumnya.
Pemerintah menciptakan program yang disebut “10 Bali Baru” yang dilengkapi dengan semua kebutuhan selayaknya industri pariwisata yang sudah sangat mapan di Pulau Bali. Destinasi diciptakan sesuai dengan potensi yang dimiliki. Infrastruktur jalan dibangun dan diperbaiki. Bandara dan pelabuhan juga demikian. Hotel-hotel baru didirikan, dengan model bisnis yang melibatkan pemerintah dan badan usaha swasta (KPBU, Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha).
Namun, membangun industri pariwisata yang lengkap, tidak mungkin dan tidak dapat melepaskan diri dengan prasyarat atau pedoman yang disebut cleanliness, health, safety and environmental sustainability (CHSE), atau jika diindonesiakan menjadi kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan. Pedoman ini sangat penting untuk meningkatkan upaya pencegahan dan pengendalian Covid-19 bagi masyarakat di tempat dan fasilitas umum dalam rangka mencegah terjadinya episenter/klaster baru selama masa pandemi ketika mereka sudah rindu untuk menikmati hiburan dan melakukan perjalanan wisata.
Pedoman CHSE seharusnya disusun dengan ruang lingkup yang spesifik, yakni meliputi upaya pencegahan dan pengendalian Covid-19 di tempat dan fasilitas umum dengan memperhatikan aspek perlindungan kesehatan individu dan titik-titik kritis dalam perlindungan kesehatan masyarakat, yang melibatkan pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab tempat dan fasilitas umum serta masyarakat pengguna tempat-tempat pariwisata.
Kementerian Pariwisata telah menyusun empat kunci dalam upaya menggerakkan kembali industri pariwisata, yang dikembangkan dari tiga kampanye umum menghadapi Covid-19, yakni 3M (menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan). Penularan Covid-19 yang dapat terjadi melalui droplet yang kemudian menginfeksi manusia dengan masuknya droplet yang mengandung virus SARS-CoV-2 ke dalam tubuh melalui hidung, mulut, dan mata. Prinsip pencegahan penularan Covid-19 pada individu dilakukan dengan menghindari masuknya virus melalui ketiga pintu masuk tersebut dengan beberapa tindakan.
Panduan CHSE tersebut dipaparkan lebih spesifik dan jelas. Pertama, penggunaan alat pelindung diri berupa masker yang menutupi hidung dan mulut hingga dagu. Jika harus keluar rumah atau berinteraksi dengan orang lain yang tidak diketahui status kesehatannya dan mungkin dapat menularkan Covid-19. Apabila menggunakan masker kain, sebaiknya gunakan masker kain 3 lapis.
Kedua, membersihkan tangan secara teratur dengan cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau menggunakan cairan antiseptik berbasis alkohol/hand sanitizer. Selalu menghindari menyentuh mata, hidung, dan mulut dengan tangan yang tidak bersih (yang mungkin terkontaminasi droplet yang mengandung virus).
Ketiga, menjaga jarak minimal satu meter dengan orang lain untuk menghindari terkena droplet dari orang yang bicara, batuk, atau bersin, serta menghindari kerumunan, keramaian, dan berdesakan. Jika tidak memungkinkan melakukan jaga jarak, maka dapat dilakukan berbagai rekayasa administrasi dan teknis lainnya. Rekayasa administrasi dapat berupa pembatasan jumlah orang, pengaturan jadwal, dan sebagainya. Sementara rekayasa teknis antara lain dapat berupa pembuatan partisi, pengaturan jalur masuk dan keluar, dan sebagainya.
Dalam konteks relaksasi dan aktivitas pariwisata, juga sangat penting untuk memperhatikan poin keempat, yaitu meningkatkan daya tahan tubuh dengan menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), seperti mengonsumsi gizi seimbang, aktivitas fisik minimal 30 menit sehari dan istirahat yang cukup (minimal 7 jam), serta menghindari faktor risiko penyakit.
Orang yang memiliki komorbiditas/penyakit penyerta/kondisi rentan seperti diabetes, hipertensi, gangguan paru, gangguan jantung, gangguan ginjal, kondisi immunocompromised/penyakit autoimun, kehamilan, lanjut usia, anak-anak, dan lain-lain, harus lebih berhati-hati dalam beraktivitas di tempat dan fasilitas umum terutama tempat-tempat pariwisata.
Jika sektor pariwisata ini dapat dikelola dengan standar CHSE yang paripurna, boleh jadi kita akan melewati 2021 yang akan datang dengan suasana batin yang lebih gembira, bergairah, dan optimistis.
(bmm)