Ada Gonjang-ganjing, Pemimpin Militer Bisa Dirindukan Jelang 2024

Minggu, 29 November 2020 - 10:21 WIB
loading...
Ada Gonjang-ganjing,...
Dikotomi sipil-militer selalu menadi isu hangat menjelang pemilihan presiden (pilpres) akan digelar di Indonesia. Ilustrasi/KORAN SINDO
A A A
JAKARTA - Dikotomi sipil-militer selalu menadi isu hangat menjelang pemilihan presiden (pilpres) akan digelar di Indonesia. Meski 2024 masih jauh, namun saat ini sejumlah figur, baik berlatar belakang sipil maupun militer, mulai meramaikan bursa calon presiden (capres ) mendatang.

Memang masih terlalu dini untuk memprediksi apakah pilpres mendatang akan melahirkan presiden dari kalangan sipil atau justru dari militer. Namun, ke mana kecenderungan pilihan rakyat nanti bisa dianalisa dengan membaca situasi dan kondisi psikologi masyarakat.

Jika rakyat Indonesia pada umumnya merasa aman dan nyaman dengan kondisi berbangsa dan bernegara saat ini maka besar peluang kalangan sipil kembali akan memimpin.

Dua pilpres terakhir, yakni 2014 dan 2019 dimenangi oleh Joko Widido (Jokowi) yang berlatar belakang sipil. Jokowi menjadi penerus presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berlatar belakang militer dan pemenang dua pilpres sebelumnya, yakni 2004 dan 2009.( )

Namun, jika yang terjadi sebaliknya, masyarakat menilai saat ini banyak kegaduhan sehingga situasi jadi tidak tenang, banyak gangguan, maka rakyat akan merindukan kepemimpinan militer. Pemimpin militer sering diasosiasikan dengan sikap tegas sehingga akan mampu menciptakan stabilitas.

Kepala Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Muradi mengatakan, kondisi dalam negeri Indonesia saat ini relatif terkendali atau tidak ada gangguan yang berarti.

“Kalau situasinya masih seperti sekarang ini, demokrasinya normatif, mungkin orang akan memilih presiden yang merupakan tokoh populis, misalnya Anies, Ganjar, Ridwan Kamil dan lainnya,” ujarnya kepada SINDONews, Sabtu 28 November 2020.

Namun, Muradi menegaskan semua akan tergantung pada situasi terutama menjelang pemilihan. “Kalau situasi tidak tenang bisa saja militer kembali akan dirindukan oleh rakyat,” ujarnya.( )

Untuk konteks Indonesia, Muradi menyebut kepemimpinan mendatang bisa saja memunculkan opsi kombinasi. Ada tiga model paket kepemimpinan nasional yang kemungkinan muncul nanti.

Pertama, militer murni, yakni capres dan cawapresnya berasal dari TNI. Model ini akan terjadi kalau situasi dalam negeri sedang tidak normal. “Tapi sekarang hampir tidak ada megara yang menganut model ini,” katanya.

Kedua, kombinasi tokoh populis-populis. Artinya, baik capres maupun cawapres dari kalangan sipil yang punya popularitas tinggi. Ini terjadi jika situasi dalam negeri relatif normal. “Model ini yang terpilih pada dua pilpres terakhir di Indonesia,” katanya.( )

Ketiga, kombinasi militer-tokoh populis. Beberapa negara menganutnya, termasuk Brasil. Situasi Indonesia ke depan memungkinkan kepemimpinan model ini. “Kombinas ini berpeluang terjadi di Indonesia pada Pilpres 2024 mendatang,” kata Guru Besar Ilmu Politik Unpad ini.

Sejauh ini sejumlah nama bakal capres, baik berlatar belakang sipil maupun militer mulai mendapat perhatian masyarakat. Paling tidak itu tergambar dari hasil survei sejumlah lembaga yang mengukur elektabilitas bakal capres.

Dari kalangan sipil, mengemuka nama-nama yang kebanyakan merupakan kepala daerah. Mereka antara lain Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Di luar para kepala daera, ada juga pengusaha Sandiaga Uno.

Dari kalangan militer, survei menjaring sejumlah nama jenderal, di antaranya Menteri Pertahanan Letnan Jenderal (Purn) Prabowo Subianto, Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo, dan Ketua Umum Partai Demokrat Mayor (Purn) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa juga disebut-sebut punya peluang menjadi capres.

Pengamat politik dari Universitas Paramdina Hendri Satrio mengatakan, peluang capres militer di 2024 sangat terbuka. Ada dua hal yang jadi alasan. Pertama, dikenal teori pendulum politik yang menyatakan bahwa pemimpin selanjutnya akan memiliki latar belakang berbeda dengan pemimpin saat ini.

“Artinya, bila presiden yang sekarang sipil maka sangat mungkin selanjutnya militer,” ujarnya.

Kedua, jika pilkada serentak yang diundur ke 2024 membuat beberapa kepala daerah dengan elektabilitas kuat seperti Anies, Khofifah, Ridwan Kamil, dan Ganjar akan berakhir masa jabatannya sebelum pilpres.

Kehilangan jabatan sama artinya kehilangan panggung politik untuk menjaga elektabilitas. Dalam kondisi ini capres militer bisa saja menyodok.“Bila TNI atau Polri secara konsisten menjaga kedekatan dengan rakyat maka peluang itu akan ada,” katanya.

“Hanya saja, saat ini rakyat cukup nyaman dengan kepemimpinan Jokowi yang berlatar belakang sipil,” tandasnya.
(dam)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1900 seconds (0.1#10.140)