Pilkada 2020, Ini Sejumlah Harapan Milenial kepada Calon Pemimpin Daerah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hanya sekira dua pekan lagi pemilihan kepala daerah ( Pilkada ) yang akan dilaksanakan secara serentak pada 9 Desember 2020 mendatang.
(Baca juga: Tak Hadiri Munas MUI, Din Syamsuddin: Ulama Lurus Hanya Takut Allah SWT)
Data KPU mencatat, pemilih muda pada usia 17-30 tahun jumlahnya sekitar 60 juta orang atau sekitar 31 persen dari total pemilih (Data Pemilih Tetap pada Pemilu 2019). Besarnya jumlah pemilih usia muda ini menjadikan anak muda sebagai kelompok pemilihyang berpotensi menentukan pemimpin dan arah pembangunan daerahnya ke depan.
(Baca juga: Kebebasan Sipil di Indonesia Alami Kemunduran)
Sayangnya, hasil survei daring "Harapan dan Persepsi Anak Muda dan Pilkada" yang dirilis hari ini(24/11) oleh koalisi organisasi masyarakat sipil menunjukkan bahwa potensi suara anak muda danpartisipasi politik mereka belum secara optimal diakomodir oleh penyelenggara pemilu dan calon kepaladaerah dan bahkan suara mereka berpotensi tersia-siakan.
Jajak pendapat daring terhadap 9,087 responden di 34 provinsi, menemukan meski mayoritas anak muda (usia 17-30 tahun) mengetahui adanya Pilkada di daerahnya, namun mereka tidak mengetahui dan tidak yakin mengenai calon-calon kepala daerahnya. Mayoritas dari mereka juga tidak mengetahui dan tidak yakin dengan rekam jejak daricalon kepala daerah di daerahnya.
"Hal ini merupakan tanda bahaya, karena dapat diartikan, anak muda masih kurang peduli dengan calonpemimpin di daerah mereka. Atau yang terjadi sebaliknya, calon pemimpin daerah memang masih begituberjarak dengan pemuda-pemudi di daerahnya sendiri. Ini bisa jadi akibat kurangnya interaksi,sosialisasi, kontribusi, dan kolaborasi antara pemimpin daerah bersama komunitas-komunitas anak mudadi daerahnya," kata Wildanshah, Komisaris dari Warga Muda.
Menurutnya, hasil survei inimempertegas perlunya peningkatan akses dan pengetahuan politik anak muda agar dapat terlibat aktif dalam pembangunan di daerahnya. Jajak pendapat ini diselenggarakan atas kerja sama Warga Muda, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Campaign.com, Golongan Hutan dan difasilitasi oleh Change.org Indonesia dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengetahuan, antusiasme, dan pentingnya Pilkada dari sudutpandang anak muda yang telah memiliki hak pilih, serta isu-isu yang menjadi minat dan perhatian mereka.
Mayoritas responden survei (82%) adalah anak muda di rentang usia 17-30 tahun yang merupakanwarga muda aktif pengguna media sosial. Survei diadakan selama 1 bulan antara 12 Oktober-10November 2020. Survei disebarkan melalui kanal-kanal media sosial, aplikasi percakapan, website danemail pengguna Change.org Indonesia serta jejaring mitra penyelenggara.
"Tingginya partisipasi responden usia muda dalam menyuarakan kepeduliannya terkait pemilihan kepaladaerah pada survei ini menjadi sebuah indikasi positif partisipasi politik mereka, namun tentunya aspirasitersebut perlu didengar dan ditindaklanjuti oleh para pemegang kebijakan di daerahnya," ucap DesmaMurni, Direktur Kerja sama Change.org Indonesia.
Menurut Desma, calon kepala daerah yang ikut Pilkada semestinya dapat merangkul anak muda, bukan cuma sebagai konstituen atau targetpengumpulan suara tiap lima tahun sekali, tapi juga mendengarkan suara dan melibatkan merekasebagai mitra untuk membangun daerahnya.
Persoalan-persoalan utama di daerah menurut anak mudaSurvei ini menemukan bahwa mayoritas responden menganggap persoalan terbesar di daerah merekaadalah ekonomi dan kesejahteraan (42%), yang mencakup kurangnya lapangan pekerjaan, tingginyatingkat pengangguran dan bantuan sosial yang tidak tepat sasaran.
Lalu disusul dengan masalahinfrastruktur (13%), penegakan hukum (11%), lingkungan (10%) dan pendidikan 9%. Meski mayoritas responden menganggap persoalan terbesar di daerah mereka adalah ekonomi dankesejahteraan. Akan tetapi untuk responden dari luar pulau Jawa seperti Kalimantan, Sulawesi, NTT,masalah infrastruktur juga banyak muncul.
Lebih lanjut kata Desma, responden dari daerah yang relatif terpencilseperti di NTT dan Papua juga menganggap pendidikan sebagai masalah utama. "Sedangkan untuk daerah metropolitan seperti Jakarta, selain masalah ekonomi dan kesejahteraan, mereka juga mengakumemiliki masalah terkait dengan penegakan hukum yang kurang baik," ujarnya.
Masalah terkait lingkungan juga banyak disuarakan oleh responden survei ini. Menurut Koordinator Golongan Hutan, Edo Rakhman, terkait persoalan lingkungan, anak muda dalam survei ini memandangmasalah yang paling penting dicarikan solusinya oleh pemimpin kepala daerah adalah terkait buruknya pengelolaan sampah dan limbah, pencemaran/polusi, pertanian dan perkebunan monokultur yang tidakberkelanjutan, kerusakan hutan serta ekosistem laut.
"Seluruh responden di semua provinsi mengakui bahwa buruknya pengelolaan sampah/limbah adalah
persoalan lingkungan yang paling krusial. Daerah-daerah dengan populasi yang cukup besar seperti Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur juga merasakan polusi sebagai masalah. Adapunresponden di Kalimantan mengkhawatirkan persoalan lingkungan terkait kebakaran hutan. Sedangkan responden di Papua, selain soal limbah, mereka juga mengkhawatirkan masalah perburuan danperdagangan satwa dilindungi," jelas Edo.
Lebih lanjut untuk wilayah provinsi kepulauan yang mayoritas ekosistem perairan, seperti Maluku Utara,Kepulauan Riau, dan Bangka Belitung, responden memiliki kekhawatiran juga terhadap kerusakanekosistem perairan laut. Sedangkan bagi responden di daerah Sumatera Barat, Jambi, NTT, NTB, danSulawesi, mereka mengakui, pertanian dan perkebunan monokultur yang tidak berkelanjutanmenjadi persoalan lingkungan yang penting diselesaikan.
Terkait masalah kebencanaan, 85% responden menganggap program tangguh bencana penting atausangat penting untuk diadopsi dalam visi misi program kandidat, termasuk strategi-strategi mitigasikebencanaan khususnya untuk wilayah/daerah yang masuk dalam kategori rawan bencana.
Menurut mayoritas anak muda, lima masalah kebencanaan yang paling penting untuk diselesaikanadalah Pandemi Covid-19 dan wabah penyakit menular lainnya (24%), pencemaran air dan udara (21%),banjir dan longsor (15%).3 Karakteristik utama pemimpin daerah pilihan anak muda.
Mayoritas responden mengaku jika mereka memiliki kesempatan untuk jadi pemimpin daerah, merekaakan menjadi pemimpin yang memiliki visi pembangunan berkelanjutan yang seimbang antara ekonomi,sosial dan lingkungan (21%), responsif dan komunikatif terhadap suara masyarakat (21%), dan antikorupsi (16%).
"Anak muda dari setiap daerah menginginkan daerah mereka bersih dari praktik korupsi dan menjalankanhukum dan HAM dengan baik, serta dapat memanfaatkan sumber daya alam untuk kesejahteraanwarganya, dan mempunyai fasilitas umum yang baik dan nyaman,” papar Ahmad Aziz dari Campaign.com.
Lebih jauh, 4 dari 5 responden berpendapat penting bagi anak muda untuk ikut memilihdan mengawal pemerintahan setelah pilkada, termasuk mengawasi kepala daerah terpilih agarmemenuhi janji-janji kampanyenya.
"Salah satu hal menarik dari survei ini adalah 16% dari responden mengaku ingin bergabung denganpartai politik dan 26% mengaku ingin bergabung dengan organisasi kepemudaan, tetapi tidak tahucaranya. Hal ini menunjukkan adanya minat dan partisipasi politik yang cukup tinggi pada generasi mudatapi belum terfasilitasi dengan baik, Temuan ini memperkuat studi yang dilakukan oleh Perludemsebelumnya, bahwa rendahnya partisipasi anak muda dalam politik lebih disebabkan oleh kurangnyaakses dan informasi politik, dan bukan karena apatisme," kata Maharddhika dari Perludem.
Adapun terkait penyelenggaraan pilkada 2020 pendapat responden terbagi menjadi dua kubu denganmayoritas dari mereka menganggap Pilkada harus lanjut dengan protokol kesehatan yang ketat (41%)dan sebagian lagi menunda Pilkada karena masih pandemi Covid-19 untuk mengurangi potensi terinfeksiCovid-19 (37%).
Bila Pilkada masih dilakukan, mayoritas responden berharap untuk dapatmenghasilkan pemimpin yang dapat membawa perubahan positif di daerah.
"Sebagai tindak lanjut dari survei ini, kami mengajak Kemendagri, Kemenpora dan KPU untukmendengarkan, mengakomodir dan memfasilitasi aspirasi generasi muda dalam penyelenggaraanpilkada dan perencanaan pembangunan daerah. Kami juga berharap temuan-temuan dalam surveiini dapat digunakan calon kepala daerah untuk melibatkan anak muda dalam membangundaerahnya," tambah Dhika.
(Baca juga: Tak Hadiri Munas MUI, Din Syamsuddin: Ulama Lurus Hanya Takut Allah SWT)
Data KPU mencatat, pemilih muda pada usia 17-30 tahun jumlahnya sekitar 60 juta orang atau sekitar 31 persen dari total pemilih (Data Pemilih Tetap pada Pemilu 2019). Besarnya jumlah pemilih usia muda ini menjadikan anak muda sebagai kelompok pemilihyang berpotensi menentukan pemimpin dan arah pembangunan daerahnya ke depan.
(Baca juga: Kebebasan Sipil di Indonesia Alami Kemunduran)
Sayangnya, hasil survei daring "Harapan dan Persepsi Anak Muda dan Pilkada" yang dirilis hari ini(24/11) oleh koalisi organisasi masyarakat sipil menunjukkan bahwa potensi suara anak muda danpartisipasi politik mereka belum secara optimal diakomodir oleh penyelenggara pemilu dan calon kepaladaerah dan bahkan suara mereka berpotensi tersia-siakan.
Jajak pendapat daring terhadap 9,087 responden di 34 provinsi, menemukan meski mayoritas anak muda (usia 17-30 tahun) mengetahui adanya Pilkada di daerahnya, namun mereka tidak mengetahui dan tidak yakin mengenai calon-calon kepala daerahnya. Mayoritas dari mereka juga tidak mengetahui dan tidak yakin dengan rekam jejak daricalon kepala daerah di daerahnya.
"Hal ini merupakan tanda bahaya, karena dapat diartikan, anak muda masih kurang peduli dengan calonpemimpin di daerah mereka. Atau yang terjadi sebaliknya, calon pemimpin daerah memang masih begituberjarak dengan pemuda-pemudi di daerahnya sendiri. Ini bisa jadi akibat kurangnya interaksi,sosialisasi, kontribusi, dan kolaborasi antara pemimpin daerah bersama komunitas-komunitas anak mudadi daerahnya," kata Wildanshah, Komisaris dari Warga Muda.
Menurutnya, hasil survei inimempertegas perlunya peningkatan akses dan pengetahuan politik anak muda agar dapat terlibat aktif dalam pembangunan di daerahnya. Jajak pendapat ini diselenggarakan atas kerja sama Warga Muda, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Campaign.com, Golongan Hutan dan difasilitasi oleh Change.org Indonesia dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengetahuan, antusiasme, dan pentingnya Pilkada dari sudutpandang anak muda yang telah memiliki hak pilih, serta isu-isu yang menjadi minat dan perhatian mereka.
Mayoritas responden survei (82%) adalah anak muda di rentang usia 17-30 tahun yang merupakanwarga muda aktif pengguna media sosial. Survei diadakan selama 1 bulan antara 12 Oktober-10November 2020. Survei disebarkan melalui kanal-kanal media sosial, aplikasi percakapan, website danemail pengguna Change.org Indonesia serta jejaring mitra penyelenggara.
"Tingginya partisipasi responden usia muda dalam menyuarakan kepeduliannya terkait pemilihan kepaladaerah pada survei ini menjadi sebuah indikasi positif partisipasi politik mereka, namun tentunya aspirasitersebut perlu didengar dan ditindaklanjuti oleh para pemegang kebijakan di daerahnya," ucap DesmaMurni, Direktur Kerja sama Change.org Indonesia.
Menurut Desma, calon kepala daerah yang ikut Pilkada semestinya dapat merangkul anak muda, bukan cuma sebagai konstituen atau targetpengumpulan suara tiap lima tahun sekali, tapi juga mendengarkan suara dan melibatkan merekasebagai mitra untuk membangun daerahnya.
Persoalan-persoalan utama di daerah menurut anak mudaSurvei ini menemukan bahwa mayoritas responden menganggap persoalan terbesar di daerah merekaadalah ekonomi dan kesejahteraan (42%), yang mencakup kurangnya lapangan pekerjaan, tingginyatingkat pengangguran dan bantuan sosial yang tidak tepat sasaran.
Lalu disusul dengan masalahinfrastruktur (13%), penegakan hukum (11%), lingkungan (10%) dan pendidikan 9%. Meski mayoritas responden menganggap persoalan terbesar di daerah mereka adalah ekonomi dankesejahteraan. Akan tetapi untuk responden dari luar pulau Jawa seperti Kalimantan, Sulawesi, NTT,masalah infrastruktur juga banyak muncul.
Lebih lanjut kata Desma, responden dari daerah yang relatif terpencilseperti di NTT dan Papua juga menganggap pendidikan sebagai masalah utama. "Sedangkan untuk daerah metropolitan seperti Jakarta, selain masalah ekonomi dan kesejahteraan, mereka juga mengakumemiliki masalah terkait dengan penegakan hukum yang kurang baik," ujarnya.
Masalah terkait lingkungan juga banyak disuarakan oleh responden survei ini. Menurut Koordinator Golongan Hutan, Edo Rakhman, terkait persoalan lingkungan, anak muda dalam survei ini memandangmasalah yang paling penting dicarikan solusinya oleh pemimpin kepala daerah adalah terkait buruknya pengelolaan sampah dan limbah, pencemaran/polusi, pertanian dan perkebunan monokultur yang tidakberkelanjutan, kerusakan hutan serta ekosistem laut.
"Seluruh responden di semua provinsi mengakui bahwa buruknya pengelolaan sampah/limbah adalah
persoalan lingkungan yang paling krusial. Daerah-daerah dengan populasi yang cukup besar seperti Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur juga merasakan polusi sebagai masalah. Adapunresponden di Kalimantan mengkhawatirkan persoalan lingkungan terkait kebakaran hutan. Sedangkan responden di Papua, selain soal limbah, mereka juga mengkhawatirkan masalah perburuan danperdagangan satwa dilindungi," jelas Edo.
Lebih lanjut untuk wilayah provinsi kepulauan yang mayoritas ekosistem perairan, seperti Maluku Utara,Kepulauan Riau, dan Bangka Belitung, responden memiliki kekhawatiran juga terhadap kerusakanekosistem perairan laut. Sedangkan bagi responden di daerah Sumatera Barat, Jambi, NTT, NTB, danSulawesi, mereka mengakui, pertanian dan perkebunan monokultur yang tidak berkelanjutanmenjadi persoalan lingkungan yang penting diselesaikan.
Terkait masalah kebencanaan, 85% responden menganggap program tangguh bencana penting atausangat penting untuk diadopsi dalam visi misi program kandidat, termasuk strategi-strategi mitigasikebencanaan khususnya untuk wilayah/daerah yang masuk dalam kategori rawan bencana.
Menurut mayoritas anak muda, lima masalah kebencanaan yang paling penting untuk diselesaikanadalah Pandemi Covid-19 dan wabah penyakit menular lainnya (24%), pencemaran air dan udara (21%),banjir dan longsor (15%).3 Karakteristik utama pemimpin daerah pilihan anak muda.
Mayoritas responden mengaku jika mereka memiliki kesempatan untuk jadi pemimpin daerah, merekaakan menjadi pemimpin yang memiliki visi pembangunan berkelanjutan yang seimbang antara ekonomi,sosial dan lingkungan (21%), responsif dan komunikatif terhadap suara masyarakat (21%), dan antikorupsi (16%).
"Anak muda dari setiap daerah menginginkan daerah mereka bersih dari praktik korupsi dan menjalankanhukum dan HAM dengan baik, serta dapat memanfaatkan sumber daya alam untuk kesejahteraanwarganya, dan mempunyai fasilitas umum yang baik dan nyaman,” papar Ahmad Aziz dari Campaign.com.
Lebih jauh, 4 dari 5 responden berpendapat penting bagi anak muda untuk ikut memilihdan mengawal pemerintahan setelah pilkada, termasuk mengawasi kepala daerah terpilih agarmemenuhi janji-janji kampanyenya.
"Salah satu hal menarik dari survei ini adalah 16% dari responden mengaku ingin bergabung denganpartai politik dan 26% mengaku ingin bergabung dengan organisasi kepemudaan, tetapi tidak tahucaranya. Hal ini menunjukkan adanya minat dan partisipasi politik yang cukup tinggi pada generasi mudatapi belum terfasilitasi dengan baik, Temuan ini memperkuat studi yang dilakukan oleh Perludemsebelumnya, bahwa rendahnya partisipasi anak muda dalam politik lebih disebabkan oleh kurangnyaakses dan informasi politik, dan bukan karena apatisme," kata Maharddhika dari Perludem.
Adapun terkait penyelenggaraan pilkada 2020 pendapat responden terbagi menjadi dua kubu denganmayoritas dari mereka menganggap Pilkada harus lanjut dengan protokol kesehatan yang ketat (41%)dan sebagian lagi menunda Pilkada karena masih pandemi Covid-19 untuk mengurangi potensi terinfeksiCovid-19 (37%).
Bila Pilkada masih dilakukan, mayoritas responden berharap untuk dapatmenghasilkan pemimpin yang dapat membawa perubahan positif di daerah.
"Sebagai tindak lanjut dari survei ini, kami mengajak Kemendagri, Kemenpora dan KPU untukmendengarkan, mengakomodir dan memfasilitasi aspirasi generasi muda dalam penyelenggaraanpilkada dan perencanaan pembangunan daerah. Kami juga berharap temuan-temuan dalam surveiini dapat digunakan calon kepala daerah untuk melibatkan anak muda dalam membangundaerahnya," tambah Dhika.
(maf)