Komitmen G-20 di Masa Pandemi Covid-19
loading...
A
A
A
PERTEMUAN Negara-Negara Kelompok 20 (G-20) yang berlangsung di Riyadh, Arab Saudi pekan lalu terasa lain dari biasa. Konsep virtual menjadi pilihan karena dunia masih berhadapan dengan pandemi Covid-19.
Di tengah keterbatasan tersebut, Arab Saudi yang menjadi tuan rumah pertemuan bergengsi tahunan itu memberikan harapan baru. Selain komitmen menggelontorkan dana puluhan miliar dolar AS untuk mengatasi pandemi, Pemimpin Arab Saudi, Raja Salman, menyatakan dalam situasi yang tidak biasa kali ini, G-20 harus memobilisasi semua sumber daya untuk mengatasi krisis.
Sumber daya yang dimaksud termasuk komitmen senilai tidak kurang dari USD21 miliar (sekitar Rp295 triliun) untuk mengatasi dampak krisis. Arab Saudi, ujar Salman, telah mengeluarkan dana USD11 miliar untuk mendukung individu dan pelaku usaha yang terkena imbas Covid-19.
Dalam pertemuan virtual tersebut, para pemimpin G-20 memastikan agar semua negara mendapatkan akses yang adil terhadap distribusi vaksin korona. Di samping itu, G-20 juga menyebutkan bahwa negara-negara miskin yang terdampak harus bisa bertahan.
Soal vaksin ini, sejumlah negara terus mengupayakan agar implementasinya bisa segera dilakukan. China, Rusia, Amerika Serikat (AS), dan Eropa kini tengah berlomba-lomba menyediakan vaksin korona. Tahapan uji klinis telah dilakukan dan tinggal menunggu rekomendasi dari WHO untuk segera didistribusikan.
China, satu di antara produsen vaksin global, menyatakan siap bekerja sama dengan negara lain untuk melakukan pengembangan, memproduksi, dan distribusi vaksin. Negeri Panda juga berkomitmen untuk mendukung negara-negara berkembang dan memastikan vaksin yang diproduksinya bisa terjangkau dan digunakan semua orang. Demikian pula Rusia yang menyatakan siap menyediakan vaksin Sputnik V bagi negara-negara yang membutuhkan.
Peran negara-negara G-20 dalam percaturan ekonomi dunia memang sangat signifikan. Ini wajar karena kelompok elite ini terdiri atas 19 negara ditambah Uni Eropa yang merupakan kekuatan terbesar yang merepresentasikan 90% ekonomi dunia. G-20 juga menguasai 75% perdagangan global dan dua per tiga populasi dunia.
Indonesia sebagai satu di antara anggota G-20 juga turut menyampaikan pentingnya dukungan untuk sektor ekonomi, terutama bagi negara-negara berpendapatan rendah. Terkait hal ini, Presiden Jokowi menyatakan pentingnya bantuan restrukturisasi utang untuk negara miskin.
Selain membahas soal pandemi Covid-19 beserta dampak dan cara penanganannya, dalam pertemuan itu juga ada pembahasan mengenai pembangunan asa depan yang inklusif, berkelanjutan, dan berketahanan.
Terkait vaksin Covid-19, Presiden Jokowi menegaskan bahwa akses vaksin harus terbuka untuk semua negara. Menurutnya, vaksin menjadi kunci pemulihan ekonomi negara-negara di dunia.
Menyiapkan Masa Depan
Meski digelar secara virtual, pertemuan G-20 yang pertama kali digelar di Arab Saudi itu tetap memberikan porsi kepada para kepala negara untuk menyampaikan pandangannya. Karena perhatian dunia sedang fokus pada pandemi, mayoritas para pemimpin dunia ini pun seolah sepakat bahwa wabah korona arus disikapi dengan baik, sekaligus menyiapkan diri dengan membuat semacam perjanjian penanganan pandemi. Terkait wacana tersebut, Presiden Dewan Eropa Charles Michel menyatakan, perjanjian internasional akan membantu negara-negara menangani lebih cepat dan terkoordinasi.
Dampak pandemi Covid-19 juga diakui oleh Dana Moneter Internasional (IMF). Lembaga itu menyebutkan, kendati sebagian ekonomi global telah pulih dari krisis terdalamnya, namun momentum perlambatan di negara-negara dengan tingkat infeksi yang tinggi kemungkinan akan memperparah perekonomian. Hal ini senada dengan temuan Bank Dunia yang menyebutkan bahwa risiko paling rentan akan dirasakan oleh negara-negara miskin dengan tingkat utang yang tinggi.
Untuk mengatasi hal ini, G-20 dalam rancangan komunike bersamanya menegaskan akan mendukung rencana perpanjangan pembekuan pembayaran utang oleh negara-negara miskin hingga pertengahan 2021. Agenda restrukturisasi ini akan menjadi perhatian bagi Italia yang menjadi tuan rumah pertemuan G-20 tahun berikutnya.
Raja Salman selaku ketua G-20 tahun ini meyakini, apa yang dihasilkan dalam konferensi tingkat tinggi itu akan membawa ke arah perbaikan. Mulai dari sektor ekonomi hingga sosial sehingga memberikan ketenangan bagi semua warga dunia.
Di tengah keterbatasan tersebut, Arab Saudi yang menjadi tuan rumah pertemuan bergengsi tahunan itu memberikan harapan baru. Selain komitmen menggelontorkan dana puluhan miliar dolar AS untuk mengatasi pandemi, Pemimpin Arab Saudi, Raja Salman, menyatakan dalam situasi yang tidak biasa kali ini, G-20 harus memobilisasi semua sumber daya untuk mengatasi krisis.
Sumber daya yang dimaksud termasuk komitmen senilai tidak kurang dari USD21 miliar (sekitar Rp295 triliun) untuk mengatasi dampak krisis. Arab Saudi, ujar Salman, telah mengeluarkan dana USD11 miliar untuk mendukung individu dan pelaku usaha yang terkena imbas Covid-19.
Dalam pertemuan virtual tersebut, para pemimpin G-20 memastikan agar semua negara mendapatkan akses yang adil terhadap distribusi vaksin korona. Di samping itu, G-20 juga menyebutkan bahwa negara-negara miskin yang terdampak harus bisa bertahan.
Soal vaksin ini, sejumlah negara terus mengupayakan agar implementasinya bisa segera dilakukan. China, Rusia, Amerika Serikat (AS), dan Eropa kini tengah berlomba-lomba menyediakan vaksin korona. Tahapan uji klinis telah dilakukan dan tinggal menunggu rekomendasi dari WHO untuk segera didistribusikan.
China, satu di antara produsen vaksin global, menyatakan siap bekerja sama dengan negara lain untuk melakukan pengembangan, memproduksi, dan distribusi vaksin. Negeri Panda juga berkomitmen untuk mendukung negara-negara berkembang dan memastikan vaksin yang diproduksinya bisa terjangkau dan digunakan semua orang. Demikian pula Rusia yang menyatakan siap menyediakan vaksin Sputnik V bagi negara-negara yang membutuhkan.
Peran negara-negara G-20 dalam percaturan ekonomi dunia memang sangat signifikan. Ini wajar karena kelompok elite ini terdiri atas 19 negara ditambah Uni Eropa yang merupakan kekuatan terbesar yang merepresentasikan 90% ekonomi dunia. G-20 juga menguasai 75% perdagangan global dan dua per tiga populasi dunia.
Indonesia sebagai satu di antara anggota G-20 juga turut menyampaikan pentingnya dukungan untuk sektor ekonomi, terutama bagi negara-negara berpendapatan rendah. Terkait hal ini, Presiden Jokowi menyatakan pentingnya bantuan restrukturisasi utang untuk negara miskin.
Selain membahas soal pandemi Covid-19 beserta dampak dan cara penanganannya, dalam pertemuan itu juga ada pembahasan mengenai pembangunan asa depan yang inklusif, berkelanjutan, dan berketahanan.
Terkait vaksin Covid-19, Presiden Jokowi menegaskan bahwa akses vaksin harus terbuka untuk semua negara. Menurutnya, vaksin menjadi kunci pemulihan ekonomi negara-negara di dunia.
Menyiapkan Masa Depan
Meski digelar secara virtual, pertemuan G-20 yang pertama kali digelar di Arab Saudi itu tetap memberikan porsi kepada para kepala negara untuk menyampaikan pandangannya. Karena perhatian dunia sedang fokus pada pandemi, mayoritas para pemimpin dunia ini pun seolah sepakat bahwa wabah korona arus disikapi dengan baik, sekaligus menyiapkan diri dengan membuat semacam perjanjian penanganan pandemi. Terkait wacana tersebut, Presiden Dewan Eropa Charles Michel menyatakan, perjanjian internasional akan membantu negara-negara menangani lebih cepat dan terkoordinasi.
Dampak pandemi Covid-19 juga diakui oleh Dana Moneter Internasional (IMF). Lembaga itu menyebutkan, kendati sebagian ekonomi global telah pulih dari krisis terdalamnya, namun momentum perlambatan di negara-negara dengan tingkat infeksi yang tinggi kemungkinan akan memperparah perekonomian. Hal ini senada dengan temuan Bank Dunia yang menyebutkan bahwa risiko paling rentan akan dirasakan oleh negara-negara miskin dengan tingkat utang yang tinggi.
Untuk mengatasi hal ini, G-20 dalam rancangan komunike bersamanya menegaskan akan mendukung rencana perpanjangan pembekuan pembayaran utang oleh negara-negara miskin hingga pertengahan 2021. Agenda restrukturisasi ini akan menjadi perhatian bagi Italia yang menjadi tuan rumah pertemuan G-20 tahun berikutnya.
Raja Salman selaku ketua G-20 tahun ini meyakini, apa yang dihasilkan dalam konferensi tingkat tinggi itu akan membawa ke arah perbaikan. Mulai dari sektor ekonomi hingga sosial sehingga memberikan ketenangan bagi semua warga dunia.
(bmm)