KPU Optimistis Gunakan Sirekap di Pilkada 2020
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) optimistis bisa menggunakan Sistem Informasi Rekapitulasi Pilkada (Sirekap) pada Pilkada 2020 yang digelar tanggal 9 Desember mendatang. Meskipun masih sekedar alat bantu rekapitulasi, pihaknya tetap optimistis dan terus memotivasi jajaran penyelenggara di daerah.
“Ini menjadi forum diskusi kita membantu kita memotivasi penyelenggara di bawah agar tetap konsisten penerapan teknologi informasi. KPU tentu berada dalam niatan yang tetap sama karena kami sangat memahami kemanfaatan teknologi informasi khususnya bagi kerja-kerja KPU yang kita lakukan dalam rangka menjalankan prinsip-prinsip transparansi, kerja kita tetap, efisien dan minimal kesalahan,” kata Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik dalam webinar yang bertajuk “Keberlanjutan Sirekap di Pilkada 2020”, Minggu (15/11/2020). (Baca juga: Berpotensi Timbulkan Persoalan Baru, Bawaslu Minta KPU Daftarkan Sirekap ke Kemkominfo)
Evi menjelaskan, penggunaan teknologi informasi ini meringankan beban penyelenggara di tingkat paling bawah. KPU tidak sekadar mencari mudahnya tetapi juga kemanfaatannya bisa dirasakan peserta pemilihan baik itu pasangan calon (paslon) dan tim kampanye, karena teknologi informasi ini bisa menghimpun data maupun informasi terkait perhitungan suara di tingkat TPS dengan lebih cepat dan bisa menjangkau dari seluruh TPS yang ada. “Mereka bisa memanfaatkan itu sebagai kontrol pengecekan, apakah saksinya datang, mengirimkan data-data itu dengan lebih cepat, membantu paslon atau tim kampanye yang memiliki kepentingan dalam menerima hasil suara. Yang kita harapkan seperti itu,” ujarnya. (Baca juga: Komisi II DPR Kritisi Penggunaan Sirekap Pada Pilkada Serentak 2020)
Termasuk membantu Bawaslu dan teman-teman peneliti serta NGO dalam melakukan proses pengawasan khususnya penghitungan suara. Karenanya, pihaknya mendorong teman-teman untuk menggunakan teknologi Sirekap ini. “Walaupun perannya turun grade tapi masih penting, masih wajib digunakan oleh penyelenggara pemilu, dalam format Bimtek (bimbingan teknis) gelombang terakhir untuk 9 provinsi yang menyelenggarakan pilgub, kita masih menggunakan format sama, cuma ada sedikit perbedaan yang kita siapkan, tata kelolanya tidak sampai saksi dan panwas, kita gunakan untuk internal kita,” papar Evi. (Baca juga: Rencana Penerapan Sirekap di Pilkada 2020 Dinilai Terburu-buru)
Evi menegaskan, pihaknya juga tidak ingin bayangan-bayangan yang selama ini dimunculkan, terutama saat RDP bahwa penggunaan Sirekap ini akan menimbulkan chaos, menjadi perdebatan terhadap hasilnya, KPU tetap berupaya mencegah hal itu terjadi. Walaupun, KPU berkeyakinan bahwa Sirekap ini tentu akan menjadi suatu sistem transfer data dari tingkat TPS, kecamatan, KPU Kabupaten/Kota hingga KPU Provinsi.
“Karena mekanisme pembetulan bisa dilakukan di TPS dan jenjang di atas, kita menyiapkan fitur melakukan edit dan memastikan apa yang sudah dilakukan yakni penghitungan suara itu sama dengan yang ditangkap dan dibaca oleh teknologi OCR dan OMR, lalu dibagikan kepada saksi dan Panwas,” katanya.
“Ini menjadi forum diskusi kita membantu kita memotivasi penyelenggara di bawah agar tetap konsisten penerapan teknologi informasi. KPU tentu berada dalam niatan yang tetap sama karena kami sangat memahami kemanfaatan teknologi informasi khususnya bagi kerja-kerja KPU yang kita lakukan dalam rangka menjalankan prinsip-prinsip transparansi, kerja kita tetap, efisien dan minimal kesalahan,” kata Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik dalam webinar yang bertajuk “Keberlanjutan Sirekap di Pilkada 2020”, Minggu (15/11/2020). (Baca juga: Berpotensi Timbulkan Persoalan Baru, Bawaslu Minta KPU Daftarkan Sirekap ke Kemkominfo)
Evi menjelaskan, penggunaan teknologi informasi ini meringankan beban penyelenggara di tingkat paling bawah. KPU tidak sekadar mencari mudahnya tetapi juga kemanfaatannya bisa dirasakan peserta pemilihan baik itu pasangan calon (paslon) dan tim kampanye, karena teknologi informasi ini bisa menghimpun data maupun informasi terkait perhitungan suara di tingkat TPS dengan lebih cepat dan bisa menjangkau dari seluruh TPS yang ada. “Mereka bisa memanfaatkan itu sebagai kontrol pengecekan, apakah saksinya datang, mengirimkan data-data itu dengan lebih cepat, membantu paslon atau tim kampanye yang memiliki kepentingan dalam menerima hasil suara. Yang kita harapkan seperti itu,” ujarnya. (Baca juga: Komisi II DPR Kritisi Penggunaan Sirekap Pada Pilkada Serentak 2020)
Termasuk membantu Bawaslu dan teman-teman peneliti serta NGO dalam melakukan proses pengawasan khususnya penghitungan suara. Karenanya, pihaknya mendorong teman-teman untuk menggunakan teknologi Sirekap ini. “Walaupun perannya turun grade tapi masih penting, masih wajib digunakan oleh penyelenggara pemilu, dalam format Bimtek (bimbingan teknis) gelombang terakhir untuk 9 provinsi yang menyelenggarakan pilgub, kita masih menggunakan format sama, cuma ada sedikit perbedaan yang kita siapkan, tata kelolanya tidak sampai saksi dan panwas, kita gunakan untuk internal kita,” papar Evi. (Baca juga: Rencana Penerapan Sirekap di Pilkada 2020 Dinilai Terburu-buru)
Evi menegaskan, pihaknya juga tidak ingin bayangan-bayangan yang selama ini dimunculkan, terutama saat RDP bahwa penggunaan Sirekap ini akan menimbulkan chaos, menjadi perdebatan terhadap hasilnya, KPU tetap berupaya mencegah hal itu terjadi. Walaupun, KPU berkeyakinan bahwa Sirekap ini tentu akan menjadi suatu sistem transfer data dari tingkat TPS, kecamatan, KPU Kabupaten/Kota hingga KPU Provinsi.
“Karena mekanisme pembetulan bisa dilakukan di TPS dan jenjang di atas, kita menyiapkan fitur melakukan edit dan memastikan apa yang sudah dilakukan yakni penghitungan suara itu sama dengan yang ditangkap dan dibaca oleh teknologi OCR dan OMR, lalu dibagikan kepada saksi dan Panwas,” katanya.
(cip)