Peduli Lingkungan, Kemasan Air Minum Galon Sekali Pakai Dikritik
loading...
A
A
A
"Bukan malah meningkatkan produksi kemasan produk sekali pakai. Selama dalam kemasan sekali pakai, masalah kita tentu akan semakin besar," tegasnya.
"Belum adanya keseriusan pemerintah dalam menyasar hulu dari permasalahan plastik sekali pakai di Indonesia. Seharusnya bisnis dengan model refill dan reuse yang sekarang harus mulai banyak diujicobakan dan diperbesar skalanya dibandingkan mengeluarkan produk sekali pakai yang baru," ungkap Atha.
Menurutnya, konsumen di Indonesia telah mengenal AMDK galon yang bisa diisi ulang selama lebih dari 35 tahun dan telah terjamin keamanannya karena mendapatkan izin BPOM. Kemasan galon model yang bisa digunakan kembali telah digunakan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia baik di rumah, kantor, restoran bahkan di fasilitas kesehatan.
Galon model yang dikenal selama ini lebih ramah lingkungan karena setelah dikonsumsi konsumen akan diambil kembali oleh produsen, dibawa ke pabrik untuk dibersihkan dan diisi kembali dengan air minum baru yang bersih dan higienis.
"Jadi dengan pembiaran kehadiran air minum kemasan galon sekali pakai ini, itu artinya masalah plastik dalam negeri akan makin berada di tahap yang lebih krisis dan target pengurangan pemakaian sampah plastik sekali pakai ini akan sulit tercapai," ucap Atha.
Sularsi menambahkan, negara seharusnya punya kebijakan bagaimana untuk mengurangi sampah plastik ini. Negara punya tanggung jawab di hulunya atau industrinya dengan mengatur kewajiban mereka untuk mengambil kembali kemasan itu dan bagaimana mekanismenya.
"Jadi tanggung jawab mendaur ulang itu bukan di konsumen. Semua perusahaan pangan khususnya AMDK punya tanggung jawab untuk menarik kembali kemasannya," katanya.
Industri pangan khususnya berbahan plastik sekali pakai menurutnya harus memiliki cara bagaimana pemusnahan bahan-bahan plastik sekali pakai dan juga punya tanggung jawab untuk mendaur ulang kemasan yang diproduksinya. "Konsumen kan membeli isinya bukan kemasan. Lalu kemasannya itu untuk apa? Makanya industri pangan harus punya tanggung jawab untuk recycle kemasan itu," tegasnya.
"Belum adanya keseriusan pemerintah dalam menyasar hulu dari permasalahan plastik sekali pakai di Indonesia. Seharusnya bisnis dengan model refill dan reuse yang sekarang harus mulai banyak diujicobakan dan diperbesar skalanya dibandingkan mengeluarkan produk sekali pakai yang baru," ungkap Atha.
Menurutnya, konsumen di Indonesia telah mengenal AMDK galon yang bisa diisi ulang selama lebih dari 35 tahun dan telah terjamin keamanannya karena mendapatkan izin BPOM. Kemasan galon model yang bisa digunakan kembali telah digunakan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia baik di rumah, kantor, restoran bahkan di fasilitas kesehatan.
Galon model yang dikenal selama ini lebih ramah lingkungan karena setelah dikonsumsi konsumen akan diambil kembali oleh produsen, dibawa ke pabrik untuk dibersihkan dan diisi kembali dengan air minum baru yang bersih dan higienis.
"Jadi dengan pembiaran kehadiran air minum kemasan galon sekali pakai ini, itu artinya masalah plastik dalam negeri akan makin berada di tahap yang lebih krisis dan target pengurangan pemakaian sampah plastik sekali pakai ini akan sulit tercapai," ucap Atha.
Sularsi menambahkan, negara seharusnya punya kebijakan bagaimana untuk mengurangi sampah plastik ini. Negara punya tanggung jawab di hulunya atau industrinya dengan mengatur kewajiban mereka untuk mengambil kembali kemasan itu dan bagaimana mekanismenya.
"Jadi tanggung jawab mendaur ulang itu bukan di konsumen. Semua perusahaan pangan khususnya AMDK punya tanggung jawab untuk menarik kembali kemasannya," katanya.
Industri pangan khususnya berbahan plastik sekali pakai menurutnya harus memiliki cara bagaimana pemusnahan bahan-bahan plastik sekali pakai dan juga punya tanggung jawab untuk mendaur ulang kemasan yang diproduksinya. "Konsumen kan membeli isinya bukan kemasan. Lalu kemasannya itu untuk apa? Makanya industri pangan harus punya tanggung jawab untuk recycle kemasan itu," tegasnya.
(maf)