Peduli Lingkungan, Kemasan Air Minum Galon Sekali Pakai Dikritik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Greenpeace Indonesia sangat menyayangkan keluarnya produk air minum dalam kemasan (AMDK) berbentuk galon sekali pakai. Setelah merk Cleo yang memproduksi dan mendistribusi kemasan galon sekali pakai, kini merek Le Minerale juga memproduksi AMDK galon yang sama.
Produksi AMDK galon sekali pakai ini dianggap YLKI dan Greenpeace Indonesia akan semakin menambah masalah lingkungan yang disebabkan oleh sampah plastik sekali pakai (single use) di masyarakat. Apalagi jika perusahaan yang memproduksi kemasan itu tidak menunjukkan tanggung jawab untuk menarik kembali galon kemasan tersebut dari konsumen.
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sularsi mengatakan, secara bisnis atau marketing, perusahaan memang ingin melakukan sebuah inovasi baru dengan menciptakan kemasan baru. Tapi, dari sisi lingkungan, YLKI secara tegas tidak mendukungnya.
"Kita justru minta perusahaan mengurangi sampah plastik untuk bahan pangan khususnya air minum kemasan sekali pakai karena itu akan sangat membebani bumi. Plastik tidak bisa terurai. Kok ini malah memproduksi bahan plastik sekali pakai yang baru. Kita tidak mendukung produk kemasan semacam itu," ungkap Sulastri di Jakarta, Sabtu (9/5/2020).
Menurut Sularsi, masyarakat tidak bisa diwajibkan sebagai pihak yang bertanggungjawab untuk mengolah sampah plastik yang ditimbulkan oleh bahan kemasan pangan yang diproduksi industri pangan. Tapi, seharusnya industri yang harus bertanggung jawab untuk menarik kembali kemasan palstik sekali pakai yang diproduksinya.
Selain itu, industri tersebut juga harus memberikan edukasi ke masyarakat bagaimana memperlakukan kemasan plastik sekali pakai sehingga tidak mencemari lingkungan.
"Yang perlu diawasi adalah bagian hulunya. Masalah sampah plastik ini tidak akan pernah selesai kalau hulunya tidak diawasi. Jangan sampai kehadiran air kemasan galon sekali pakai ini malah menimbulkan masalah baru bagi lingkungan. Jadi perlu ada kebijakan yang diambil untuk itu," ungkap Sularsi.
Senada dengan Sularsi, Juru kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi mengaskan bahwa produk AMDK galon sekali pakai itu jelas akan menjadi masalah baru mengingat dampak pada lingkungan yang selama ini ditimbulkan dan juga tidak sejalan dengan target pemerintah mengurangi sampah di laut sebesar 70% di tahun 2025.
"Produksi plastik sekali pakai yang begitu masif tanpa adanya tanggung jawab perusahaan justru akan mempersulit capaian dari target ini," katanya.
Atha merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) mengenai peta jalan pengurangan sampah oleh produsen yang dikeluarkan pada akhir tahun lalu, seharusnya sektor industri mulai berbenah bagaimana mereka dapat menyusun rencana strategis dalam mengurangi timbulan sampah mereka.
Produksi AMDK galon sekali pakai ini dianggap YLKI dan Greenpeace Indonesia akan semakin menambah masalah lingkungan yang disebabkan oleh sampah plastik sekali pakai (single use) di masyarakat. Apalagi jika perusahaan yang memproduksi kemasan itu tidak menunjukkan tanggung jawab untuk menarik kembali galon kemasan tersebut dari konsumen.
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sularsi mengatakan, secara bisnis atau marketing, perusahaan memang ingin melakukan sebuah inovasi baru dengan menciptakan kemasan baru. Tapi, dari sisi lingkungan, YLKI secara tegas tidak mendukungnya.
"Kita justru minta perusahaan mengurangi sampah plastik untuk bahan pangan khususnya air minum kemasan sekali pakai karena itu akan sangat membebani bumi. Plastik tidak bisa terurai. Kok ini malah memproduksi bahan plastik sekali pakai yang baru. Kita tidak mendukung produk kemasan semacam itu," ungkap Sulastri di Jakarta, Sabtu (9/5/2020).
Menurut Sularsi, masyarakat tidak bisa diwajibkan sebagai pihak yang bertanggungjawab untuk mengolah sampah plastik yang ditimbulkan oleh bahan kemasan pangan yang diproduksi industri pangan. Tapi, seharusnya industri yang harus bertanggung jawab untuk menarik kembali kemasan palstik sekali pakai yang diproduksinya.
Selain itu, industri tersebut juga harus memberikan edukasi ke masyarakat bagaimana memperlakukan kemasan plastik sekali pakai sehingga tidak mencemari lingkungan.
"Yang perlu diawasi adalah bagian hulunya. Masalah sampah plastik ini tidak akan pernah selesai kalau hulunya tidak diawasi. Jangan sampai kehadiran air kemasan galon sekali pakai ini malah menimbulkan masalah baru bagi lingkungan. Jadi perlu ada kebijakan yang diambil untuk itu," ungkap Sularsi.
Senada dengan Sularsi, Juru kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi mengaskan bahwa produk AMDK galon sekali pakai itu jelas akan menjadi masalah baru mengingat dampak pada lingkungan yang selama ini ditimbulkan dan juga tidak sejalan dengan target pemerintah mengurangi sampah di laut sebesar 70% di tahun 2025.
"Produksi plastik sekali pakai yang begitu masif tanpa adanya tanggung jawab perusahaan justru akan mempersulit capaian dari target ini," katanya.
Atha merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) mengenai peta jalan pengurangan sampah oleh produsen yang dikeluarkan pada akhir tahun lalu, seharusnya sektor industri mulai berbenah bagaimana mereka dapat menyusun rencana strategis dalam mengurangi timbulan sampah mereka.