Momentum Bangun Kesadaran Hak-hak Konsumen
loading...
A
A
A
SETIAP 15 Maret diperingati Hari Hak Konsumen Sedunia. Peringatan ini jadi momentum bagi masyarakat dunia untuk membangun kesadaran terkait hak-hak serta kebutuhan mereka sebagai konsumen.
Peringatan ini sendiri terinspirasi oleh langkah Presiden Amerika Serikat (AS) John F Kennedy. Pada 15 Maret 1962, John F Kennedy mengajukan undang-undang mengenai hak konsumen. Dia menyampaikan pidato mengenai hak-hak konsumen secara langsung dalam kongres AS. “Konsumen menurut definisi, termasuk kita semua, adalah kelompok ekonomi terbesar, yang memengaruhi dan dipengaruhi oleh hampir setiap keputusan ekonomi baik oleh sektor pemerintah maupun swasta. Namun sejauh ini, mereka adalah satu-satunya kelompok penting yang pendapatnya seringkali tidak didengar,” begitu isi pidato John F Kennedy.
Setidaknya menurut John F Kennedy, ada empat hak dasar konsumen yaitu, hak atas keamanan, hak untuk memilih, hak untuk mendapatkan Informasi, hak untuk didengar pendapatnya. Lalu, pada 15 Maret 1983, sebuah organisasi yang memperjuangkan hak-hak konsumen internasional bernama Consumers International, memperingati hari hak konsumen atau World Consumer Right Day untuk pertama kali. Ini menjadi tonggak penting untuk memberikan kesadaran kepada konsumen atas hak yang mereka dapatkan.
Tujuan peringatan hari hak konsumen sedunia adalah sebagai bentuk solidaritas masyarakat internasional sebagai sesama konsumen. Konsumen yang dimaksud di sini adalah seluruh masyarakat sebagai kelompok ekonomi dunia, yang memiliki pengaruh besar atas perekonomian khususnya kebijakan ekonomi yang dibuat oleh pemerintah atau pihak lainnya.
Biasanya, para partisipan akan memperingati hari ini dengan mempromosikan hak-hak dasar konsumen, menuntut hak-hak tersebut dihargai dan dilindungi, serta memprotes ketidakadilan yang dilakukan pasar terhadap konsumen.
Bagaimana hak konsumen yang terjadi di Indonesia? Momen hari hak konsumen ini strategis sebagai sarana untuk mengeja ulang fungsi dan peran konsumen di Indonesia. Tak hanya bagi kalangan industri, posisi konsumen ini tak bisa dianggap mudah bagi sebuah nasib bangsa ke depan. Ketika warga menjadi konsumen yang pasif dan tak acuh, sejatinya bangsa ini juga akan menuju bangsa yang tak bervisi. Sebaliknya, ketika konsumen kian cerdas, maka bangsa ini akan semakin berkualitas. Di sisi lain, menjadi konsumen cerdas juga membuat bangsa ini berpikir luas, tak sekadar puas menjadi pangsa pasar, namun memiliki tekad kuat pengendali pasar.
Singkat kata, konsumen perlu mendapakan perlindungan atas ihwal yang bisa merugikan ataupun mengancam hak-hak mereka sebagai konsumen. Konsumen yang cerdas menjadi salah satu kunci penting untuk meningkatkan kepercayaan mereka terhadap semua pelaku usaha maupun produsen. Intinya, bagaimana menciptakan konsumen yang cerdas di berbagai industri.
Namun kenyataannya tidak semua konsumen memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup mengenai fitur, manfaat, dan risiko dari berbagai produk serta layanan yang ditawarkan oleh produsen. Kita bisa mengambil contoh pada industri keuangan. Berdasarkan hasil survei literasi keuangan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK, 2019), tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia secara umum masih di angka 38,03%. Artinya, dari setiap 100 penduduk hanya ada 38 orang yang sudah melek keuangan. Tingkat literasi masyarakat yang tertinggi ada di sektor perbankan yaitu 36,12%. Sementara untuk asuransi di angka 19,40%. Literasi untuk dana pensiun masih di angka 14,13%. Sedangkan literasi untuk pasar modal masih di angka 4,92%.
Literasi merupakan faktor fundamental dalam melindungi hak-hak dan kepentingan konsumen. Literasi menjadi modal bagi konsumen agar memiliki pemahaman yang baik dan benar. Sehingga keputusan untuk memilih produk dan layanan jasa benar-benar sesuai dengan sifat dan profil risiko dari konsumen.
Untuk itu diperlukan berbagai upaya guna meningkatkan literasi masyarakat agar mereka mampu menjadi konsumen yang cerdas. Konsumen cerdas dan berdaya penting diwujudkan dalam upaya mendukung perekonomian bangsa.
Peringatan ini sendiri terinspirasi oleh langkah Presiden Amerika Serikat (AS) John F Kennedy. Pada 15 Maret 1962, John F Kennedy mengajukan undang-undang mengenai hak konsumen. Dia menyampaikan pidato mengenai hak-hak konsumen secara langsung dalam kongres AS. “Konsumen menurut definisi, termasuk kita semua, adalah kelompok ekonomi terbesar, yang memengaruhi dan dipengaruhi oleh hampir setiap keputusan ekonomi baik oleh sektor pemerintah maupun swasta. Namun sejauh ini, mereka adalah satu-satunya kelompok penting yang pendapatnya seringkali tidak didengar,” begitu isi pidato John F Kennedy.
Setidaknya menurut John F Kennedy, ada empat hak dasar konsumen yaitu, hak atas keamanan, hak untuk memilih, hak untuk mendapatkan Informasi, hak untuk didengar pendapatnya. Lalu, pada 15 Maret 1983, sebuah organisasi yang memperjuangkan hak-hak konsumen internasional bernama Consumers International, memperingati hari hak konsumen atau World Consumer Right Day untuk pertama kali. Ini menjadi tonggak penting untuk memberikan kesadaran kepada konsumen atas hak yang mereka dapatkan.
Tujuan peringatan hari hak konsumen sedunia adalah sebagai bentuk solidaritas masyarakat internasional sebagai sesama konsumen. Konsumen yang dimaksud di sini adalah seluruh masyarakat sebagai kelompok ekonomi dunia, yang memiliki pengaruh besar atas perekonomian khususnya kebijakan ekonomi yang dibuat oleh pemerintah atau pihak lainnya.
Biasanya, para partisipan akan memperingati hari ini dengan mempromosikan hak-hak dasar konsumen, menuntut hak-hak tersebut dihargai dan dilindungi, serta memprotes ketidakadilan yang dilakukan pasar terhadap konsumen.
Bagaimana hak konsumen yang terjadi di Indonesia? Momen hari hak konsumen ini strategis sebagai sarana untuk mengeja ulang fungsi dan peran konsumen di Indonesia. Tak hanya bagi kalangan industri, posisi konsumen ini tak bisa dianggap mudah bagi sebuah nasib bangsa ke depan. Ketika warga menjadi konsumen yang pasif dan tak acuh, sejatinya bangsa ini juga akan menuju bangsa yang tak bervisi. Sebaliknya, ketika konsumen kian cerdas, maka bangsa ini akan semakin berkualitas. Di sisi lain, menjadi konsumen cerdas juga membuat bangsa ini berpikir luas, tak sekadar puas menjadi pangsa pasar, namun memiliki tekad kuat pengendali pasar.
Singkat kata, konsumen perlu mendapakan perlindungan atas ihwal yang bisa merugikan ataupun mengancam hak-hak mereka sebagai konsumen. Konsumen yang cerdas menjadi salah satu kunci penting untuk meningkatkan kepercayaan mereka terhadap semua pelaku usaha maupun produsen. Intinya, bagaimana menciptakan konsumen yang cerdas di berbagai industri.
Namun kenyataannya tidak semua konsumen memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup mengenai fitur, manfaat, dan risiko dari berbagai produk serta layanan yang ditawarkan oleh produsen. Kita bisa mengambil contoh pada industri keuangan. Berdasarkan hasil survei literasi keuangan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK, 2019), tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia secara umum masih di angka 38,03%. Artinya, dari setiap 100 penduduk hanya ada 38 orang yang sudah melek keuangan. Tingkat literasi masyarakat yang tertinggi ada di sektor perbankan yaitu 36,12%. Sementara untuk asuransi di angka 19,40%. Literasi untuk dana pensiun masih di angka 14,13%. Sedangkan literasi untuk pasar modal masih di angka 4,92%.
Literasi merupakan faktor fundamental dalam melindungi hak-hak dan kepentingan konsumen. Literasi menjadi modal bagi konsumen agar memiliki pemahaman yang baik dan benar. Sehingga keputusan untuk memilih produk dan layanan jasa benar-benar sesuai dengan sifat dan profil risiko dari konsumen.
Untuk itu diperlukan berbagai upaya guna meningkatkan literasi masyarakat agar mereka mampu menjadi konsumen yang cerdas. Konsumen cerdas dan berdaya penting diwujudkan dalam upaya mendukung perekonomian bangsa.
(bmm)