Memanfaatkan Peluang La Nina untuk Menggenjot Produksi Beras

Jum'at, 30 Oktober 2020 - 05:51 WIB
loading...
A A A
Kedua, stok beras nasional cukup dengan SUR di atas 18% (norma FAO). Realitasnya, Kementerian Pertanian menyebutkan stok pada awal Januari 2020 mencapai 5,90 juta ton, produksi sebesar 31,63 juta ton, dan konsumsi sebesar 29,37 juta ton sehinggga SUR juga aman di 27,78%.

Ketiga, beras eceran telah menunjukkan gejala akselerasi peningkatan musim paceklik sejak bulan September. Realitasnya, BPS menunjukkan bahwa harga beras eceran menurun 0,12% pada Agustus dan berlanjut menurun 0,06% pada September 2020. Ini menunjukkan sentimen pasar yang tidak mengalami langka pasok. Artinya, sentimen pasar beras positif stabil.

Keempat, produksi padi tidak menurun sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan beras pada tahun berjalan. Kriteria ini didasarkan pada laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,49%/tahun dan kecenderungan penurun konsumsi beras per kapita sekitar 1,5%/tahun sehingga total konsumsi beras diperkirakan tetap. Realitasnya, angka sementara BPS menunjukkan bahwa produksi padi 2020 meningkat 1,02%.

Konsumsi beras pada 2020 diperkirakan menurun sebagai akibat dari penurunan aktivitas ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19 khususnya pada sektor rumah makan, restoran, katering, hotel, dan pariwisata yang banyak menggunakan beras. Dengan demikian, produksi beras 2020 diperkirakan tidak defisit, bahkan Kementerian Pertanian memperkirakan surplus produksi beras sebesar 2,26 juta ton.

Kelima, prospek produksi padi dan kondisi sosial politik tahun depan. Realitasnya, BMKG dan Lembaga-Lembaga Meteorologi global telah menyatakan bahwa fenomena La Nina intensitas lemah hingga sedang telah muncul sejak September 2020 dan diperkirakan akan berlangsung hingga April 2021. La Nina intensitas lemah hingga sedang dan cukup lama (sekitar 6 bulan atau lebih) berdampak positif terhadap produksi padi Indonesia karena meningkatkan ketersediaan air untuk usaha tani. Dalam pada itu, kondisi sosial politik pada tahun 2021 diperkirakan stabil sehingga tidak akan menimbulkan gangguan terhadap pasar beras.

Berdasarkan tinjauan di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia tidak perlu mengimpor beras pada 2020 ini. La Nina dalam dua bulan ke depan harus dijadikan peluang untuk memacu peningkatan produksi padi musim tanam 2020/2021 sehingga pada 2021 pun tidak perlu impor beras.

La Nina intensitas lemah hingga sedang dan cukup lama sekitar 6 bulan atau lebih berdampak positif terhadap produksi padi Indonesia karena meningkatkan ketersediaan air untuk usaha tani. Artinya, kondisi sosial politik pada tahun 2021 diperkirakan stabil sehingga tidak akan menimbulkan gangguan terhadap pasar beras

Peluang Fenomena La Nina
Pengalaman pada 2018 telah membuktikan bahwa fenomena La Nina intensitas lemah hingga sedang dengan durasi cukup lama adalah kesempatan besar untuk meningkatkan produksi padi. Produksi padi pada 2018 adalah yang paling tinggi dalam tiga tahun terakhir. Angka sementara produksi padi tahun 2020 sebesar 55,16 lebih rendah 7,22% dari produksi pada tahun 2018 yang mencapai 59,20 juta ton.

Jika ditelaah lebih jauh, permasalahan pokok produksi padi pada 2019 dan 2020 adalah penurunan luas panen musim hujan (MH) pada periode Januari- Juni yang merupakan hasil dari luas tanam pada periode Oktober-Maret. Sebagai gambaran, luas panen pada MH 2018 mencapai 6,686 juta hektare (ha) yang kemudian menurun 5,05% menjadi 6,348 juta ha pada 2019, lalu anjlok lagi 9,81% menjadi hanya 5,725 juta ha pada 2020. Luas panen MH 2020 lebih rendah 14,37% dari pada 2018. Dengan demikian, jika capaian pada masa La Nina 2017/2018 dapat diulang pada masa La Nina 2020/2021 maka produksi beras Indonesia akan melimpah pada 2021.

Anjloknya luas panen pada MH 2019 dan MH 2020, termasuk di sentra-sentra produksi beririgasi teknis hanya oleh ganguan El Nino lemah berdurasi pendek, merupakan pertanda kerusakan parah dalam sistem irigasi kita. Saya memandang, program restorasi sistem irigasi persawahan nasional eksisting jauh lebih efektif serta memberikan hasil lebih besar dan lebih cepat daripada program Lumbung Pangan di lahan-lahan pertanian sub optimal.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1443 seconds (0.1#10.140)