UU Cipta Kerja Picu Gelombang Unjuk Rasa, PIP Diminta Turun Gunung
loading...
A
A
A
JAKARTA - Gelombang protes dan penolakan terhadap pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja disinyalir karena adanya disinformasi yang diterima oleh publik. Pemerintah menyatakan muara UU Mmnibus Law ditujukan untuk memperluas peluang lapangan kerja dan memangkas regulasi yang tumpang tindih serta prosedur yang rumit bagi pelaku usaha, seperti koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
“Karena kesimpangsiuran informasi, disinformasi atas substansi UU Cipta Kerja dan hoaks beredar di media sosial, menimbulkan gejolak protes,” ujar Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Bidang Hukum, Henri Subiakto dalam keterangan tertulis yang diperoleh SINDOnews, Selasa (20/10/2020). (Baca juga: Alasan Mahasiswa Masih Melakukan Aksi Demo)
Peliknya kondisi itu mendorong pemerintah perlu meluruskan disinformasi tersebut. Fakta-fakta tentang urgensi, manfaat, dan substansi penting terkait UU Cipta Kerja harus disosialisasikan kepada seluruh lapisan masyarakat.
Demi mendukung sosialisasi itu, ia mendorong terlibatnya penyuluh informasi publik (PIP) yang tersebar di 518 kecamatan di seluruh Indonesia. “PIP diminta untuk menyampaikan informasi yang benar, serta meluruskan disinformasi dan hoaks lewat berbagai media komunikasi. PIP juga perlu dibekali dengan wawasan dan pemahaman yang mumpuni terkait urgensi dan manfaat UU Cipta Kerja,” katanya.
Sementara itu, Staf Khusus Bidang Ekonomi Kreatif Menteri Koperasi dan UKM Fiki Satari menyatakan, PIP perlu memahami bahwa UU Cipta Kerja tersebut dibuat untuk kepentingan ekonomi kemasyarakatan terutama sektor UMKM. (Baca juga: UU Cipta Kerja Dinilai Bukan Hambatan UMKM untuk Berkembang)
Berdasarkan data yang diperolehnya, sekitar 64 juta atau 99,9 persen pelaku usaha di Indonesia merupakan kategori UMKM. Sektor ini mampu menyerap 97 persen tenaga kerja dan menyumbang produk domestik bruto (PDB) sekitar 60 persen.
Fiki meyakini aturan yang tercantum di UU Cipta Kerja untuk mendukung koperasi dan UMKM. Tidak hanya sekedar memikirkan masyarakat, menurut dia, regulasi tersebut juga harus memperhatikan para investor.
“Investor itu kan bisa dari dalam negeri tidak melulu dari asing. Kita harus pikirkan juga investor dalam negeri yang mau bersaing dan berusaha. Maka dari itu, UU Cipta Kerja ini dibuat untuk mempermudah investor dalam berusaha. Kami mendorong PIP menyampaikan ini ke masyarakat luas,” ujarnya. (Baca juga: UU Cipta Kerja Penting untuk Sukseskan Bonus Demografi)
Selain itu, adanya UU Cipta Kerja diyakini bisa mendorong UMKM masuk dalam digitalisasi. Melalui regulasi tersebut, anak muda akan lebih mudah membuat koperasi tanpa harus dibebani lagi syarat-syarat yang dulunya sangat sulit dan membingungkan.
“Dulu kan kalau mau bikin koperasi minimal 20 orang. Nah, sekarang anak muda bisa bikin start up aja kan. Jadi ini juga untuk mewujudkan revolusi industri 4.0 yang akhirnya UMKM juga akan naik kelas,” terang dia.
Kepala Biro Humas Kementerian Ketenagakerjaan Soes Hindharno juga berpendapat senada. Adanya UU Cipta Kerja diyakini bisa mengakomodir para pengusaha dengan buruh dan juga membuka lapangan kerja yang semakin luas.
“Kita harus pikirkan tantangan bonus demografi, dimana dibutuhkan lapangan kerja yang luas. Adanya UU Cipta Kerja ini untuk mempeluas lapangan kerja,” tuturnya.
Selain persoalan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia, lanjut Soes, ada berbagai faktor di luar ketenagakerjaan yang ikut menyebabkan muncul permasalahan di sektor tenaga kerja hingga saat ini. Misalnya, kondisi perekonomian nasional, politik, hukum, sosial dan budaya masyarakat.
Ia menilai masalah itu tidak dapat diselesaikan sendiri dengan hanya memperbaiki peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Penyelesaiannya harus diikuti dengan perbaikan regulasi di bidang lainnya.
Demikian pula penanganannya, permasalahan ketenagakerjaan tidak dapat diselesaikan sendiri oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Karena itu, dia menilai perlu adanya sinergi dengan kementerian/lembaga sektor lainnya yang kemudian diwujudkan dalam UU Cipta Kerja.
“Karena kesimpangsiuran informasi, disinformasi atas substansi UU Cipta Kerja dan hoaks beredar di media sosial, menimbulkan gejolak protes,” ujar Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Bidang Hukum, Henri Subiakto dalam keterangan tertulis yang diperoleh SINDOnews, Selasa (20/10/2020). (Baca juga: Alasan Mahasiswa Masih Melakukan Aksi Demo)
Peliknya kondisi itu mendorong pemerintah perlu meluruskan disinformasi tersebut. Fakta-fakta tentang urgensi, manfaat, dan substansi penting terkait UU Cipta Kerja harus disosialisasikan kepada seluruh lapisan masyarakat.
Demi mendukung sosialisasi itu, ia mendorong terlibatnya penyuluh informasi publik (PIP) yang tersebar di 518 kecamatan di seluruh Indonesia. “PIP diminta untuk menyampaikan informasi yang benar, serta meluruskan disinformasi dan hoaks lewat berbagai media komunikasi. PIP juga perlu dibekali dengan wawasan dan pemahaman yang mumpuni terkait urgensi dan manfaat UU Cipta Kerja,” katanya.
Sementara itu, Staf Khusus Bidang Ekonomi Kreatif Menteri Koperasi dan UKM Fiki Satari menyatakan, PIP perlu memahami bahwa UU Cipta Kerja tersebut dibuat untuk kepentingan ekonomi kemasyarakatan terutama sektor UMKM. (Baca juga: UU Cipta Kerja Dinilai Bukan Hambatan UMKM untuk Berkembang)
Berdasarkan data yang diperolehnya, sekitar 64 juta atau 99,9 persen pelaku usaha di Indonesia merupakan kategori UMKM. Sektor ini mampu menyerap 97 persen tenaga kerja dan menyumbang produk domestik bruto (PDB) sekitar 60 persen.
Fiki meyakini aturan yang tercantum di UU Cipta Kerja untuk mendukung koperasi dan UMKM. Tidak hanya sekedar memikirkan masyarakat, menurut dia, regulasi tersebut juga harus memperhatikan para investor.
“Investor itu kan bisa dari dalam negeri tidak melulu dari asing. Kita harus pikirkan juga investor dalam negeri yang mau bersaing dan berusaha. Maka dari itu, UU Cipta Kerja ini dibuat untuk mempermudah investor dalam berusaha. Kami mendorong PIP menyampaikan ini ke masyarakat luas,” ujarnya. (Baca juga: UU Cipta Kerja Penting untuk Sukseskan Bonus Demografi)
Selain itu, adanya UU Cipta Kerja diyakini bisa mendorong UMKM masuk dalam digitalisasi. Melalui regulasi tersebut, anak muda akan lebih mudah membuat koperasi tanpa harus dibebani lagi syarat-syarat yang dulunya sangat sulit dan membingungkan.
“Dulu kan kalau mau bikin koperasi minimal 20 orang. Nah, sekarang anak muda bisa bikin start up aja kan. Jadi ini juga untuk mewujudkan revolusi industri 4.0 yang akhirnya UMKM juga akan naik kelas,” terang dia.
Kepala Biro Humas Kementerian Ketenagakerjaan Soes Hindharno juga berpendapat senada. Adanya UU Cipta Kerja diyakini bisa mengakomodir para pengusaha dengan buruh dan juga membuka lapangan kerja yang semakin luas.
“Kita harus pikirkan tantangan bonus demografi, dimana dibutuhkan lapangan kerja yang luas. Adanya UU Cipta Kerja ini untuk mempeluas lapangan kerja,” tuturnya.
Selain persoalan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia, lanjut Soes, ada berbagai faktor di luar ketenagakerjaan yang ikut menyebabkan muncul permasalahan di sektor tenaga kerja hingga saat ini. Misalnya, kondisi perekonomian nasional, politik, hukum, sosial dan budaya masyarakat.
Ia menilai masalah itu tidak dapat diselesaikan sendiri dengan hanya memperbaiki peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Penyelesaiannya harus diikuti dengan perbaikan regulasi di bidang lainnya.
Demikian pula penanganannya, permasalahan ketenagakerjaan tidak dapat diselesaikan sendiri oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Karena itu, dia menilai perlu adanya sinergi dengan kementerian/lembaga sektor lainnya yang kemudian diwujudkan dalam UU Cipta Kerja.
(thm)