Kebutuhan Vaksin Covid-19 di Indonesia Ditaksir Capai 360-540 Juta
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Riset dan Teknologi atau Badan Riset dan Inovasi Nasional ( BRIN ) menyatakan, pemerintah terus memacu pengembangan vaksin Merah Putih yang dikembangkan di dalam negeri. Demi memperkuat akurasi vaksin tersebut, pemerintah terus melakukan whole genom sequencing untuk mempelajari karakter virus yang bertransmisi di Indonesia.
Menristek sekaligus Kepala BRIN Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, hingga saat ini pemerintah telah mengirim atau menyampaikan 114 whole genom sequencing kepada bank data virus influenza dunia atau Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID). (Baca juga:Vaksinasi Massal Covid-19 Sulit Dilakukan Serentak)
Untuk mempercepat proses pengembangan vaksin Merah Putih ini, pemerintah telah menggandeng enam lembaga yaitu Eijkman, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Airlangga, dan Universitas Gadjah Mada.
“Kita berharap keenamnya berhasil dan bisa memenuhi syarat utama vaksin, yaitu safety dan efficacy atau aman dan manjur. Karena itu yang paling penting dari vaksin, di samping tentunya kita berharap vaksin ini bisa segera dikembangkan dalam waktu yang relatif cepat,” ujar Bambang dalam konferensi pers secara virtual terkait pengembangan vaksin, terapi, dan inovasi Covid-19, Selasa (20/10/2020). (Baca juga:Pemerintah Tak Ingin Bebankan Masyarakat soal Harga Vaksin)
Bila dilihat dari pengembangan enam vaksin tersebut, diperkirakan paling cepat akan selesai pada awal 2021. Adapun vaksin tersebut yang diserahkan ke Bio Farma adalah berasal dari pengembangan Eijkman dan UI karena tahapannya sudah mendekati atau telah masuk ke tahap uji hewan.
Mantan Kepala Bappenas itu mengungkapkan bahwa kebutuhan vaksin di Indonesia sangat besar. Jika hitungan menggunakan rumus herd immunity atau kekebalan imunitas, maka ada sekitar dua pertiga penduduk harus divaksin alias 180 juta orang. (Baca juga:Bio Farma Mampu Produksi 17 juta Vaksin Sinovac)
“Karena satu orang butuh dua kali vaksin, maka dibutuhkan minimal 360 juta. Kalau semua orang divaksin, maka butuh 270 juta (penduduk) dikali dua, alias 540 juta vaksin. Jadi memang harus ada kapasitas (vaksin) antara 360-540 juta yang barangkali tidak bisa dipenuhi oleh Bio Farma sendirian, yang kapasitasnya tahun depan diperkirakan 250 juta dosis per tahun,” paparnya.
Terkait itu, Bambang mengatakan, pemerintah sudah menggandeng beberapa perusahaan swasta yang bersedia untuk investasi pengembangan atau manufaktur vaksin Covid-19. Mereka di antaranya Kalbe Farma, Sanbe Farma, PT Daewoong Infion, Biotis, dan Tempo Scan.
“Beberapa dari mereka sudah invest dan sudah mengurus izin ke BPOM. Sebagian lagi sedang mempersiapkan rencana investasi dan izin tersebut,” tandasnya.
Lihat Juga: AstraZeneca Tuai Polemik Usai Kasus Pembekuan Darah, BPOM: Sudah Tak Beredar di Indonesia
Menristek sekaligus Kepala BRIN Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, hingga saat ini pemerintah telah mengirim atau menyampaikan 114 whole genom sequencing kepada bank data virus influenza dunia atau Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID). (Baca juga:Vaksinasi Massal Covid-19 Sulit Dilakukan Serentak)
Untuk mempercepat proses pengembangan vaksin Merah Putih ini, pemerintah telah menggandeng enam lembaga yaitu Eijkman, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Airlangga, dan Universitas Gadjah Mada.
“Kita berharap keenamnya berhasil dan bisa memenuhi syarat utama vaksin, yaitu safety dan efficacy atau aman dan manjur. Karena itu yang paling penting dari vaksin, di samping tentunya kita berharap vaksin ini bisa segera dikembangkan dalam waktu yang relatif cepat,” ujar Bambang dalam konferensi pers secara virtual terkait pengembangan vaksin, terapi, dan inovasi Covid-19, Selasa (20/10/2020). (Baca juga:Pemerintah Tak Ingin Bebankan Masyarakat soal Harga Vaksin)
Bila dilihat dari pengembangan enam vaksin tersebut, diperkirakan paling cepat akan selesai pada awal 2021. Adapun vaksin tersebut yang diserahkan ke Bio Farma adalah berasal dari pengembangan Eijkman dan UI karena tahapannya sudah mendekati atau telah masuk ke tahap uji hewan.
Mantan Kepala Bappenas itu mengungkapkan bahwa kebutuhan vaksin di Indonesia sangat besar. Jika hitungan menggunakan rumus herd immunity atau kekebalan imunitas, maka ada sekitar dua pertiga penduduk harus divaksin alias 180 juta orang. (Baca juga:Bio Farma Mampu Produksi 17 juta Vaksin Sinovac)
“Karena satu orang butuh dua kali vaksin, maka dibutuhkan minimal 360 juta. Kalau semua orang divaksin, maka butuh 270 juta (penduduk) dikali dua, alias 540 juta vaksin. Jadi memang harus ada kapasitas (vaksin) antara 360-540 juta yang barangkali tidak bisa dipenuhi oleh Bio Farma sendirian, yang kapasitasnya tahun depan diperkirakan 250 juta dosis per tahun,” paparnya.
Terkait itu, Bambang mengatakan, pemerintah sudah menggandeng beberapa perusahaan swasta yang bersedia untuk investasi pengembangan atau manufaktur vaksin Covid-19. Mereka di antaranya Kalbe Farma, Sanbe Farma, PT Daewoong Infion, Biotis, dan Tempo Scan.
“Beberapa dari mereka sudah invest dan sudah mengurus izin ke BPOM. Sebagian lagi sedang mempersiapkan rencana investasi dan izin tersebut,” tandasnya.
Lihat Juga: AstraZeneca Tuai Polemik Usai Kasus Pembekuan Darah, BPOM: Sudah Tak Beredar di Indonesia
(nbs)