JPPR Ungkap Sejumlah Pelanggaran Masih Warnai Massa Kampanye Pilkada
loading...
A
A
A
JAKARTA - Massa kampanye Pilkada 2020 masih berlangsung hingga kurang dari dua bulan pemungutan suara 9 Desember mendatang. Namun kampanye di tengah pandemi COVID-19 masih diduga masih diwarnai berbagai potensi pelanggaran.
Kordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Alwan Ola Riantoby menyatakan dari 34 daerah pemantauan lembaganya, kecenderungan pasangan calon lebih memilih berkampanye dengan metode tatap muka secara langsung ketimbang vitual. (Baca juga: KPU dan Bawaslu Diminta Memperberat Sanksi bagi Pelanggar Prokes di Pilkada)
"Paslon lebih banyak melakukan kampanye dengan menghadiri undangan seperti nikahan, Yasinan dan blusukan ke kampung-kampung dengan jumlah yang terbatas," ujar Alwan saat dihubungi SINDOnews, Senin (19/10/2020).
Alwan juga menganggap pelanggaran protokol kesehatan masih banyak di temukan di 34 daerah tersebut. Praktik pelanggaran seperti jumlah massa lebih dari 50 orang.
Selain itu JPPR menemukan adanya dugaan pelanggaran berbasis media sosial, seperti hoaks dan ujaran kebencian. Untuk itu, pihaknya mendorong Bawaslu agar lebih berani dalam melakukan pendidikan terhadap masyarakat dan membubarkan praktik pelanggaran kampanye. (Baca juga: Melihat Untung Rugi Kotak Kosong di Pilkada Serentak 2020)
"Sejauh ini JPPR menilai kampanye yang diakukan belum memenuhi prinsip dasar kampanye yakni, dialogis, partisipatif dan pendidikan pemilih. Kampanye yang dilakukan masih bersifat seremonial belum masuk pada substansi kampanye," tandas Alwan.
Kordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Alwan Ola Riantoby menyatakan dari 34 daerah pemantauan lembaganya, kecenderungan pasangan calon lebih memilih berkampanye dengan metode tatap muka secara langsung ketimbang vitual. (Baca juga: KPU dan Bawaslu Diminta Memperberat Sanksi bagi Pelanggar Prokes di Pilkada)
"Paslon lebih banyak melakukan kampanye dengan menghadiri undangan seperti nikahan, Yasinan dan blusukan ke kampung-kampung dengan jumlah yang terbatas," ujar Alwan saat dihubungi SINDOnews, Senin (19/10/2020).
Alwan juga menganggap pelanggaran protokol kesehatan masih banyak di temukan di 34 daerah tersebut. Praktik pelanggaran seperti jumlah massa lebih dari 50 orang.
Selain itu JPPR menemukan adanya dugaan pelanggaran berbasis media sosial, seperti hoaks dan ujaran kebencian. Untuk itu, pihaknya mendorong Bawaslu agar lebih berani dalam melakukan pendidikan terhadap masyarakat dan membubarkan praktik pelanggaran kampanye. (Baca juga: Melihat Untung Rugi Kotak Kosong di Pilkada Serentak 2020)
"Sejauh ini JPPR menilai kampanye yang diakukan belum memenuhi prinsip dasar kampanye yakni, dialogis, partisipatif dan pendidikan pemilih. Kampanye yang dilakukan masih bersifat seremonial belum masuk pada substansi kampanye," tandas Alwan.
(kri)