Nasib 3 Petinggi KAMI Ditentukan Hari Ini, 5 Anggota Tersangka UU ITE
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bareskrim Polri menetapkan lima dari delapan petinggi dan anggota Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) sebagai tersangka. Mereka dituding menyebarkan pesan bermuatan kebencian dan provokatif serta menghasut orang untuk melakukan aksi unjuk rasa berkaitan dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disetujui untuk disahkan DPR.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono menjelaskan, lima orang tersangka dari KAMI itu adalah Juliana, Devi, Khairi Amri, Wahyu Rasari Putri, dan Kingkin. “Semua yang sudah 1x24 jam diperiksa, sudah jadi tersangka,” ujar Awi kemarin. (Baca: Hukum Bercakap-cakap Ketika Melakukan Jimak)
Sementara nasib tiga petinggi KAMI, yakni Anton Permana, Syahganda Nainggolan, dan Jumhur Hidayat akan ditentukan hari ini. Mereka bertiga ditangkap subuh hari di rumah masing-masing. “Tiga orang lainnya masih proses pemeriksaan dan menunggu 1/24 jam,” ujarnya.
Awi menerangkan, kepolisian mengantongi bukti tersangka menyampaikan informasi yang membuat rasa kebencian dan permusuhan terhadap individu atau kelompok berdasarkan SARA dan penghasutan. Satu di antaranya percakapan di media sosial.
Menurut dia, dalam obrolan itu ada kaitannya dengan perusakan yang dengan sengaja dilakukan pada saat demo penolakan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Padahal, masyarakat yang melakukan perusakan tidak mengetahui secara pasti tuntutan dalam demo tersebut. “Mereka memang sedemikian rupa merencanakan membawa ini, itu membuat rusak. Semua terpapar jelas di situ (pesan grup),” ucapnya. (Baca juga: Kenali Bahaya Virus Rotavirus yang Bisa Membahayakan)
Awi menambahkan, terdapat juga proposal yang dijadikan barang bukti penyidik. Lagi-lagi, masih belum dapat dijelaskan proposal apa yang dimaksud. “Para tersangka disangkakan menyebarkan ujaran kebencian dengan SARA sesuai Pasal 45 A ayat 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2016 14 Pasal KUHP tentang penghasutan dengan ancaman pidana di atas lima tahun,” ungkapnya.
Bareskrim Polri sebelumnya menangkap delapan orang KAMI di Jakarta dan Medan. Pada 9 Oktober 2020, Tim Siber Polda Sumut menangkap Ketua KAMI Medan Khairi Amri. Kemudian, pada 10 Oktober 2020, tim menangkap JG dan NZ. Lalu, polisi menangkap WRP pada 12 Oktober 2020.
Bareskrim Polri juga menangkap KA di Tangerang Selatan pada 10 Oktober 2020. Ia kini telah ditahan. Kemudian pada 12 Oktober 2020, polisi menangkap Anton Permana yang juga petinggi KAMI di daerah Rawamangun, Jakarta Timur. Lalu, Syahganda Nainggolan di Depok dan Jumhur Hidayat di Jakarta Selatan. Ketiganya belum ditahan dan masih dalam pemeriksaan lebih lanjut oleh aparat kepolisian. Polisi memiliki waktu 1x24 jam untuk menentukan status ketiganya. (Baca juga: Petinggi KAMI Ditangkap, Ini Tanggapan Din Syamsuddin)
Ketua Komite Eksekutif KAMI Ahmad Yani menegaskan bahwa KAMI tidak terlibat dalam maraknya aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja yang berujung rusuh belakangan ini. KAMI, kata dia, hanya memberikan dukungan moral atas aksi tersebut, tapi tidak ikut turun ke jalan. “KAMI ini kan enggak punya organ. KAMI ini gerakan moral. Kalau pun ada yang ikut turun orang per orang, tidak membawa bendera KAMI,” jelasnya.
Karena itu, Yani mempertanyakan penangkapan Sekretaris Komite Eksekutif KAMI Syahganda Nainggolan. Meskipun membenarkan saat ini koleganya itu berada di Mabes Polri, Yani mengaku tidak tahu pasti apa yang dituduhkan polisi. “Tapi, biasanya berkaitan UU ITE. Kami sudah siapkan puluhan advokat kok,” tandasnya.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono menjelaskan, lima orang tersangka dari KAMI itu adalah Juliana, Devi, Khairi Amri, Wahyu Rasari Putri, dan Kingkin. “Semua yang sudah 1x24 jam diperiksa, sudah jadi tersangka,” ujar Awi kemarin. (Baca: Hukum Bercakap-cakap Ketika Melakukan Jimak)
Sementara nasib tiga petinggi KAMI, yakni Anton Permana, Syahganda Nainggolan, dan Jumhur Hidayat akan ditentukan hari ini. Mereka bertiga ditangkap subuh hari di rumah masing-masing. “Tiga orang lainnya masih proses pemeriksaan dan menunggu 1/24 jam,” ujarnya.
Awi menerangkan, kepolisian mengantongi bukti tersangka menyampaikan informasi yang membuat rasa kebencian dan permusuhan terhadap individu atau kelompok berdasarkan SARA dan penghasutan. Satu di antaranya percakapan di media sosial.
Menurut dia, dalam obrolan itu ada kaitannya dengan perusakan yang dengan sengaja dilakukan pada saat demo penolakan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Padahal, masyarakat yang melakukan perusakan tidak mengetahui secara pasti tuntutan dalam demo tersebut. “Mereka memang sedemikian rupa merencanakan membawa ini, itu membuat rusak. Semua terpapar jelas di situ (pesan grup),” ucapnya. (Baca juga: Kenali Bahaya Virus Rotavirus yang Bisa Membahayakan)
Awi menambahkan, terdapat juga proposal yang dijadikan barang bukti penyidik. Lagi-lagi, masih belum dapat dijelaskan proposal apa yang dimaksud. “Para tersangka disangkakan menyebarkan ujaran kebencian dengan SARA sesuai Pasal 45 A ayat 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2016 14 Pasal KUHP tentang penghasutan dengan ancaman pidana di atas lima tahun,” ungkapnya.
Bareskrim Polri sebelumnya menangkap delapan orang KAMI di Jakarta dan Medan. Pada 9 Oktober 2020, Tim Siber Polda Sumut menangkap Ketua KAMI Medan Khairi Amri. Kemudian, pada 10 Oktober 2020, tim menangkap JG dan NZ. Lalu, polisi menangkap WRP pada 12 Oktober 2020.
Bareskrim Polri juga menangkap KA di Tangerang Selatan pada 10 Oktober 2020. Ia kini telah ditahan. Kemudian pada 12 Oktober 2020, polisi menangkap Anton Permana yang juga petinggi KAMI di daerah Rawamangun, Jakarta Timur. Lalu, Syahganda Nainggolan di Depok dan Jumhur Hidayat di Jakarta Selatan. Ketiganya belum ditahan dan masih dalam pemeriksaan lebih lanjut oleh aparat kepolisian. Polisi memiliki waktu 1x24 jam untuk menentukan status ketiganya. (Baca juga: Petinggi KAMI Ditangkap, Ini Tanggapan Din Syamsuddin)
Ketua Komite Eksekutif KAMI Ahmad Yani menegaskan bahwa KAMI tidak terlibat dalam maraknya aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja yang berujung rusuh belakangan ini. KAMI, kata dia, hanya memberikan dukungan moral atas aksi tersebut, tapi tidak ikut turun ke jalan. “KAMI ini kan enggak punya organ. KAMI ini gerakan moral. Kalau pun ada yang ikut turun orang per orang, tidak membawa bendera KAMI,” jelasnya.
Karena itu, Yani mempertanyakan penangkapan Sekretaris Komite Eksekutif KAMI Syahganda Nainggolan. Meskipun membenarkan saat ini koleganya itu berada di Mabes Polri, Yani mengaku tidak tahu pasti apa yang dituduhkan polisi. “Tapi, biasanya berkaitan UU ITE. Kami sudah siapkan puluhan advokat kok,” tandasnya.