Desakan Judicial Review UU Cipta Kerja Menguat

Senin, 12 Oktober 2020 - 07:35 WIB
loading...
Desakan Judicial Review...
Desakan mendukung judicial review UU Ciptaker ke MK semakin menguat. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Desakan mendukung judicial review Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker) ke Mahkamah Konstitusi (MK) semakin menguat. Salah satunya dari Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantara.

Koordinator Pusat BEM Nusantara Hengky Primana mengatakan ada tiga jalur yang bisa dilakukan untuk membatalkan omnibus law,yakni legislative review, judicial review dan perppu. (Baca: Inilah Pintu-Pintu Surga untuk Perempuan)

Dari ketiga pilihan itu, kata dia, yang paling memungkinkan adalah menempuh judicial review. “Karena DPR dan Presiden sudah bersikeras tidak akan melakukan legislative review ataupun perppu, maka judicial review mutlak harus dilakukan,” tegas Hengky di Jakarta kemarin.

Menurut dia, pihaknya tidak menolak secara keseluruhan UU Ciptaker tersebut, namun ada beberapa poin yang harus di revisi. “Prinsipnya tidak semua dari ombibus law itu buruk, ada beberapa poin yang harus di koreksi,” jelas Hengky.

Dia mengapresiasi aktivis mahasiswa lainnya yang menempuh jalur lain seperti aksi unjuk rasa. Namun, kata dia, aksi tersebut harus diwaspadai jangan sampai ditunggangi kepentingan lain. “Harus tetap waspadai jangan sampai ada penumpang gelap,” terangnya.

Hengky mengatakan, di tengah pandemi ini, semua pihak harus tetap mengikuti protokol kesehatan yang tidak membolehkan adanya kumpulan lebih dari 50 orang serta menjaga jarak. “Seperti yang kita tahu, beredar kabar bahwa Gedung DPR RI akan ditutup setelah 18 orang terpapar Covid-19,” tandasnya. (Baca juga: Pilkada di Masa Pandei, Perlu Ada Jaminan dari Penyelenggara Pemilu)

Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Sunanto mengungkapkan, UU Ciptaker adalah strategi politik hukum pemerintah dan DPR RI untuk menarik investasi dan membantu meningkatkan perekonomian rakyat. Karena itu, secara umum, pihaknya memberi catatan terhadap kehadiran undang-undang itu.

“Di samping kita menyambut baik kehadiran undang-undang ini, perlu juga sikap kritis terhadap pasal-pasal tertentu yang merugikan kepentingan rakyat, buruh, dan sektor lainnya,” kata Sunanto.

Dia mengungkapkan ada pasal-pasal tertentu dalam UU Ciptaker dapat meningkatkan investasi guna menyerap tenaga kerja. Hal ini tentu saja akan memberikan peluang bagi banyak masyarakat untuk ikut serta dalam proses pembangunan melalui kinerja yang terampil, terdidik, dan inovatif.

“Pemerintah dan DPR perlu duduk bersama dengan mengundang elemen masyarakat sipil untuk membicarakan dan meminta pandangan mereka terkait peluang yang diperoleh dan menguntungkan bagi masyarakat terhadap penetapan dan pemberlakuan UU Cipta Kerja,” ujarnya. (Baca juga: Dua Sekolah di Solo Gelar Simulai Pemebalajaran Tatap Muka)

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menilai UU Ciptaker yang disahkan DPR bersama pemerintah pada Senin (5/10) lalu hanya menguntungkan investor. “Hanya menguntungkan konglomerat, kapitalis, investor. Tapi menindas dan menginjak kepentingan atau nasib para buruh, petani, dan rakyat kecil,” ujar Said.

Karena itu, pihaknya mengajak semua pihak untuk mencari jalan keluar terbaik dan elegan. "Mari kita cari jalan keluar yang elegan, yang seimbang dan tawasuth (moderat). Kepentingan buruh dan rakyat kecil harus kita jamin, terutama yang menyangkut pertanahan, kedaulatan pangan, dan pendidikan,” tuturnya.

Said mengatakan, PBNU akan mengajukan judicial review terhadap UU tersebut. Apalagi, di dalamnya masih mencantumkan pasal soal pendidikan yang dari awal ditentang oleh NU. “Kita harus melakukan judicial review. Harus meminta ditinjau ulang, tapi dengan cara elegan, bukan dengan anarki. Kita harus bersuara demi warga NU, demi NU, dan demi moderasi dalam membangun masyarakat. Tidak boleh mengorbankan rakyat kecil,” katanya. (Lihat videonya: Pengelola Kantor Wajib Patuhi Protokol Kesehatan)

Menurut dia, UUD 1945 Pasal 33 tidak pernah diimplementasikan bahwa kekayaan Indonesia ini untuk seluruh rakyat Indonesia. "Apakah itu sudah diimplementasikan? Sama sekali tidak. Bahkan yang kaya semakin kaya dan yang miskin kian miskin,” katanya. (Rahmatullah/Abdul Rochim/SINDOnews)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1082 seconds (0.1#10.140)