Segera Selesaikan Polemik Cipta Kerja

Senin, 12 Oktober 2020 - 06:16 WIB
loading...
Segera Selesaikan Polemik Cipta Kerja
Polemik pascadisahkannya UU Cipta Kerja pada Senin (5/10) lalu masih terus bergulir
A A A
POLEMIK pascadisahkannya UU Cipta Kerja pada Senin (5/10) lalu masih terus bergulir. Mereka yang tidak puas terus menyuarakan pendapatnya karena undang-undang "borongan" itu dianggap menyisakan masalah terutama bagi para pekerja.

Pemerintah dan kalangan DPR pun sibuk memberikan penjelasan agar isi UU yang dibuat melalui skema omnibus law itu bisa diterima masyarakat. Namun, sepertinya upaya menyosialisasikan undang-undang sapu jagat ini masih jauh dari kata berhasil.

Pasalnya, semakin hari kian banyak pasal-pasal yang kemudian "dibelejeti" oleh para ahli-ahli serta kelompok akademisi dan lantas diketahui bahwa isinya ternyata cenderung memihak kelompok tertentu saja.

Selain menyisakan pertanyaan dari mereka yang menolak tersebut, beleid anyar itu juga dianggap tidak melibatkan publik sebelum dilakukan pembahasan. Alhasil, pola seperti itu semakin menambah prasangka buruk dari masyarakat terhadap pemerintah karena dinilai hanya memuluskan misi para pengusaha.

Ekonom Faisal Basri, pengamat hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar, ekonom Aviliani adalah tiga di antara sekian banyak ahli yang mengkritisi pengesahan UU tersebut. Jika Aviliani dan Faisal Basri menyoroti urgensi UU Cipta Kerja tersebut karena dianggap tidak sesuai urgensinya, Zainal Arifin Mochtar menyesalkan minimnya peran publik dalam pembahasan UU tersebut.

Faisal Basri bahkan menilai, jika UU Cipta Kerja tersebut bertujuan menarik investasi, hal itu tidak bisa diterima. Pasalnya, ujar dia, investasi di Indonesia selama beberapa tahun terakhir ini tidaklah buruk. Dalam arti, masih banyak investor yang melirik Indonesia, hanya saja masih kalah dibanding Vietnam. Yang justru perlu diperbaiki, kata Faisal, adalah penegakan hukum terutama terkait korupsi, reformasi birokrasi dan hal-hal lain yang berkaitan dengan perizinan. Sementara Aviliani menyayangkan langkah pemerintah yang justru mengutamakan UU Cipta Kerja ketimbang menangani pandemi Covid-19 yang penyebarannya masih tinggi di Indonesia.

Namun, jika meminjam istilah nasi sudah menjadi bubur, nasib UU Cipta Kerja kini secara hukum sudah jelas. Dengan disahkannya oleh DPR, maka secara formal tinggal ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk kemudian diundangkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). Waktunya sekitar 30 hari setelah diteken Presiden.

Memang masih ada upaya hukum yang bisa dilakukan apabila UU Cipta Kerja ini ingin ditangguhkan pelaksanaannya, yakni melalui peraturan pengganti undang-undang (Perppu) yang dikeluarkan Presiden. Akan tetapi, pilihan ini sepertinya tidak akan digunakan mengingat Jokowi sudah jauh-jauh hari menjanjikan omnibus law Cipta Kerja ini harus segera direalisasikan. Satu lagi, upaya konstitusional yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan judicial review UU Ciptaker ke Mahkamah Konstitusi guna menguji kedudukan hukumnya.

Upaya meyakinkan masyarakat agar bisa menerima UU yang sudah dibahas DPR melalui 64 kali rapat maraton itu juga terus dilakukan oleh pemerintah. Terakhir, pada Jumat pekan lalu Presiden Jokowi sendiri yang menyampaikan keterangan terkait sejumlah pasal yang banyak menimbulkan pro dan kontra.

Sehari sebelumnya, pada Kamis (8/10) sebanyak 12 menteri pembantu Presiden juga menggelar konferensi pers untuk menjelaskan pasal-pasal terkait ketenagakerjaan yang banyak memancing perdebatan karena dianggap merugikan para pekerja. Saat itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartato, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah, menjelaskan satu per satu soal pasal-pasal ketenagakerjaan termasuk poin terkait upah, hak cuti, dan status pekerja kontrak.

Namun, penjelasan demi penjelasan dari pemerintah tersebut sepertinya belum cukup memuaskan masyarakat. Terbukti, di platform media sosial masih banyak warganet yang mengkritisi UU tersebut. Bahkan, banyak yang penasaran melihat isi naskah UU yang digadang-gadang merupakan reformasi kebijakan terbesar yang pernah ada di Tanah Air itu.

Tentu, kita berharap polemik UU Cipta Kerja ini segera bisa dicarikan jalan keluarnya agar tidak berlarut-larut. Jangan sampai, polemik itu berlanjut dan justru malah menyebabkan produktivitas kerja di negeri ini terhambat.

(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1771 seconds (0.1#10.140)