Selain Inkonstitusional, UU Cipta Kerja Khianati Kedaulatan Rakyat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Gelombang penolakan dan kecaman terhadap pengesahan RUU Cipta Kerja terus berdatangan. Salah satunya dari Indonesia for Global Justice (IGJ) yang menganggap omnibus law atau beleid sapu jagat itu tidak sejalan dengan prinsip demokrasi dan bertentangan dengan konstitusi.
“Mengecam keras pengesahan RUU Cipta Kerja yang dilakukan oleh DPR dan pemerintah dengan cara-cara yang tidak demokratis dan inkonstitusional. Oleh karena itu, RUU Cipta Kerja harus batal demi hukum,” kritik Direktur Eksekutif IGJ Rachmi Hertanti dalam keterangannya yang diperoleh SINDOnews, Selasa (6/10/2020).
(Baca: UU Cipta Kerja Disahkan, BEM UI: Kabar Duka dari Senayan, Matinya Nurani)
Ada tiga alasan pihaknya menolak pengesahan omnibus law. Pertama, DPR dan pemerintah sengaja melakukan pembahasan dan pengesahan RUU Cipta Kerja secara tertutup.
Kedua, pembungkaman suara rakyat dengan menggunakan aparat keamanan yang siap berhadapan langsung dengan rakyat yang melakukan protes. Ketiga, kedaulatan rakyat diabaikan.
“Demokrasi telah mati. Konstitusi telah dikangkangi oleh para pemimpin negeri ini. Liberalisasi ekonomi yang memfasilitasi kepentingan monopoli ekonomi korporasi dan oligarki telah menjadi panduan. Tidak ada lagi keadilan untuk rakyat,” sindirnya.
(Baca: RUU Cipta Kerja Disahkan, Investor Masih Pantau Perkembangan)
Lebih lanjut, Rachmi menilai agenda pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam omnibus law Cipta Kerja akan mendorong pemasifan investasi untuk industrialisasi yang berbasis sumber daya alam untuk meningkatkan daya saing Indonesia dalam panggung global value chain.
Namun sebaliknya, negara abai untuk melindungi hak buruh dan tanpa ada komitmen untuk memastikan keberlanjutan lingkungan. Selain itu, omnibus law melanggengkan model investasi yang merusak lingkungan dan melanggar hak asasi manusia.
“Omnibus law Cipta Kerja disusun hanya lebih merujuk pada isi perjanjian perdagangan bebas ketimbang amanat konstitusi,” tandasnya.
“Mengecam keras pengesahan RUU Cipta Kerja yang dilakukan oleh DPR dan pemerintah dengan cara-cara yang tidak demokratis dan inkonstitusional. Oleh karena itu, RUU Cipta Kerja harus batal demi hukum,” kritik Direktur Eksekutif IGJ Rachmi Hertanti dalam keterangannya yang diperoleh SINDOnews, Selasa (6/10/2020).
(Baca: UU Cipta Kerja Disahkan, BEM UI: Kabar Duka dari Senayan, Matinya Nurani)
Ada tiga alasan pihaknya menolak pengesahan omnibus law. Pertama, DPR dan pemerintah sengaja melakukan pembahasan dan pengesahan RUU Cipta Kerja secara tertutup.
Kedua, pembungkaman suara rakyat dengan menggunakan aparat keamanan yang siap berhadapan langsung dengan rakyat yang melakukan protes. Ketiga, kedaulatan rakyat diabaikan.
“Demokrasi telah mati. Konstitusi telah dikangkangi oleh para pemimpin negeri ini. Liberalisasi ekonomi yang memfasilitasi kepentingan monopoli ekonomi korporasi dan oligarki telah menjadi panduan. Tidak ada lagi keadilan untuk rakyat,” sindirnya.
(Baca: RUU Cipta Kerja Disahkan, Investor Masih Pantau Perkembangan)
Lebih lanjut, Rachmi menilai agenda pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam omnibus law Cipta Kerja akan mendorong pemasifan investasi untuk industrialisasi yang berbasis sumber daya alam untuk meningkatkan daya saing Indonesia dalam panggung global value chain.
Namun sebaliknya, negara abai untuk melindungi hak buruh dan tanpa ada komitmen untuk memastikan keberlanjutan lingkungan. Selain itu, omnibus law melanggengkan model investasi yang merusak lingkungan dan melanggar hak asasi manusia.
“Omnibus law Cipta Kerja disusun hanya lebih merujuk pada isi perjanjian perdagangan bebas ketimbang amanat konstitusi,” tandasnya.
(muh)