Sejarah: Sekadar Kisah atau Pelajaran Berhikmah?

Selasa, 06 Oktober 2020 - 06:38 WIB
loading...
Sejarah: Sekadar Kisah atau Pelajaran Berhikmah?
Erry Trisna
A A A
Erry Trisna
Guru dan Pemerhati Pendidikan, Tinggal di Bali


BELAKANGAN berita tentang penghapusan pelajaran Sejarah di tingkat SMA/SMK ramai dibincangkan. Rencana perubahan terhadap pelajaran Sejarah di SMA/SMK tersebut tertuang dalam draf Sosialisasi Penyederhanaan Kurikulum dan Asesmen Nasional tanggal 25 Agustus 2020. Draf tersebut beredar di kalangan akademisi dan guru. Dalam draf tersebut, mata pelajaran Sejarah disebut tidak lagi menjadi mata pelajaran wajib di tingkat SMA, dan menjadi mata pelajaran pilihan. Bahkan di SMK, pelajaran Sejarah ditiadakan.

Perampingan kurikulum telah diwacanakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim sekitar April 2020, bertujuan mengurangi beban belajar siswa. Implikasinya adalah pengurangan mata pelajaran dalam kurikulum. Saat itu Kemendikbud menyatakan belum ada keputusan konkret terkait bagaimana modifikasi kurikulum dilakukan, atau mata pelajaran apa yang harus dipangkas.

Wacana ini juga muncul untuk menjawab tantangan kualitas pendidikan Indonesia yang menurun. Pada 2018, dari 77 negara yang mengikuti program PISA, Indonesia menempati urutan ke 72. Ini mengkhawatirkan. Beban mata pelajaran kita banyak, terlebih lagi ada beberapa rumpun yang terintegrasI--misalnya IPA Terpadu di SMP--dapat membuat seorang guru Biologi, misalnya, harus mampu mengajar mata pelajaran IPA lainnya (Fisika dan Kimia), karena itu masih serumpun. Artinya, dapat muncul anggapan bahwa guru bisa saja mengajarkan ilmu yang tidak sesuai kemampuannya.

Sebenarnya, proses perubahan kurikulum bukan pertama kali ini terjadi di Indonesia. Banyak babak telah terlewati. Pada 1950, ada kurikulum pertama yang berorientasi Pancasila. Ini dibuat untuk menjawab tantangan saat itu, manakala bangsa Indonesia baru lepas dari penjajahan Belanda.

Kemudian pada 1968, kurikulum diubah dari Pancawardhana menjadi Jiwa Pancasila. Perubahan terjadi lagi pada 1984 dengan jargon yang terkenal Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). CBSA kemudian dirombak lagi karena banyak sekolah yang kurang mampu menafsirkannya.

Hingga akhirnya, pada 2020, kurikulum yang masih dipakai adalah Kurikulum 2013 yang dianggap banyak kalangan sebagai kurikulum dengan konsep pembelajaran kurang relevan dengan situasi saat ini. Kurikulum itu juga sulit diterjemahkan guru dalam merangkai proses kegiatan belajar-mengajar karena sifatnya yang terintegrasi.

Bahkan, tidak sedikit wacana agar sekolah kembali menggunakan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) 2006 yang berorientasi pada mata pelajaran yang parsial. Proses berkesinambungan itu menunjukkan bahwa kurikulum menjadi sebuah catatan sejarah bagi perjalanan pendidikan bangsa ini. Lantas, perlukah pemangkasan mata pelajaran Sejarah?

Sejarah dan Pembelajaran
Setiap bangsa memiliki sejarah masing-masing, meskipun tidak semua dapat tertulis dalam sebuah catatan sejarah. Dalam sejarah, manusia bisa berperan menjadi pembuat sejarah, dan manusia lainnya menjadi penutur sejarah. Mempelajari sejarah sama halnya dengan mengenal kembali diri sendiri. Karena itu, penting bagi tiap generasi mengenali bangsanya dengan mempelajari sejarah.

Maka menjadi tepat, bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah. Bahkan Bung Karno, sang Proklamator, mengumandangkan agar kita jangan sekali-kali melupakan sejarah.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1245 seconds (0.1#10.140)