Merespons Kejatuhan Harga Minyak

Rabu, 06 Mei 2020 - 07:05 WIB
loading...
A A A
Bijak Merespons
Di tengah rendahnya harga minyak dunia saat ini memang wajar jika ada sebagian pihak yang mendesak pemerintah untuk segera menurunkan harga jual eceran BBM. Namun, penentuan harga jual ritel BBM faktanya tidak hanya dipengaruhi oleh harga minyak mentah (Indonesian Crude Price /ICP), tetapi juga harus mempertimbangkan pergerakan nilai tukar rupiah dan inflasi.

Meskipun harga ICP bulan Maret mengalami penurunan 39,5% dari USD 56,61/barel (Februari) menjadi USD 34,23/barel, pandangan kita juga tidak boleh lepas dari volatilitasi nilai tukar rupiah yang mengalami puncaknya hingga Rp16.741/dolar per 2 April 2020 atau terdepresiasi 20,5% (ytd). Tekanan terhadap nilai tukar rupiah diprediksi akan terus berlanjut sebagaimana outlook pemerintah yang memproyeksikan kurs rupiah berada di level Rp17.500 (skenario berat) hingga Rp20.000 (skenario sangat berat).

Selain itu, pertimbangan penurunan harga BBM saat ini juga perlu melihat tingkat inflasi yang saat ini terjaga di level 2,96% per Maret 2020 (yoy). Bahkan, inflasi komponen energi juga relatif rendah di kisaran 1,32% (yoy) atau 0,23% (ytd). Di tengah rendahnya konsumsi BBM akibat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) maka penurunan harga BBM saat ini justru antiklimaks. Terbukti, Pertamina merilis penurunan konsumsi BBM jenis premium selama bulan Maret hingga 16,78% dan juga solar yang menyusut 8,38%. Bahkan, dengan adanya kebijakan larangan mudik pastinya juga akan semakin menggerus konsumsi BBM nasional.

Jika harga BBM terpaksa diturunkan saat ini, hal lain yang paling dikhawatirkan adalah ketika nantinya harga minyak mentah kembali bergejolak akibat sentimen recovery ekonomi, pemerintah harus bersiap menaikkan kembali harga BBM. Persoalannya, di kala situasi saat ini sedang terjadi gangguan produksi (supply shock ) maka menaikkan kembali harga BBM akan sangat mudah memicu kenaikan harga-harga barang secara liar terutama bahan kebutuhan pokok. Dengan argumentasi ini, pemerintah tidak boleh gegabah menurunkan harga BBM karena semata-mata tekanan politis. Sebab, di balik kebijakan tersebut terkandung risiko besar terjadinya inflation shock ketika terjadi rebound harga minyak dunia.

Pertimbangan strategis berikutnya yang harus digenggam erat oleh pemerintah ialah paradigma menjaga ketahanan energi nasional. Anjloknya harga minyak mentah dunia saat ini jangan mengalahkan komitmen pemerintah untuk meningkatkan produksi (lifting ) migas nasional hingga target 1 juta bph. Pemerintah mesti merawat kesadaran untuk terus meningkatkan iklim investasi migas, baik di hulu maupun di hilir. Di samping dapat mengurangi defisit migas, menjaga keberlangsungan industri migas nasional sama artinya dengan memelihara sumber penerimaan negara sekaligus memperteguh kedaulatan energi nasional.
(kri)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1097 seconds (0.1#10.140)