Pemerintah Buka Peluang Turunkan Biaya Tes Swab

Selasa, 29 September 2020 - 08:02 WIB
loading...
Pemerintah Buka Peluang Turunkan Biaya Tes Swab
Foto: dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Harapan masyarakat untuk mendapatkan harga atau tarif tes swab yang lebih murah mulai terbuka. Pemerintah membuka peluang untuk menekan tarif tes usap mandiri ini hingga di bawah Rp800 ribu.

Saat ini tarif swab yang berlaku umum di rumah sakit atau jasa pelayanan kesehatan di kisaran Rp1,5 juta hingga Rp3,5 juta. Mahal atau murahnya tarif umumnya dipengaruhi oleh cepat atau lama hasil keluar. (Baca: Salat Dhuha, Bukan Sekedar Membuka Pintu rezeki)

Kalangan DPR berharap harga tes swab ditekan semaksimal mungkin untuk membantu masyarakat yang membutuhkan. Kalau perlu, standar tarif yang dibuat nanti jangan hanya separuh dari harga sekarang. Pasalnya, swab dibutuhkan semua orang, tidak hanya yang mampu secara ekonomi, tetapi juga kalangan biasa.

Pemerintah sejauh ini masih terus memformulasikan standardisasi harga swab test atau PCR test ini. Namun berdasarkan hitungan harga yang direkomendasikan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), tarif tes swab ada di kisaran Rp797 ribu. Angka ini masih bisa berubah.

Menurut Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) selanjutnya akan melakukan evaluasi. Nanti akan dicari harga yang moderat, dalam arti tidak memberatkan masyarakat, dan juga tidak merugikan pengusaha yang bergerak di bidang jasa pemeriksaan laboratorium.

“BPKP telah memberikan estimasi harga untuk yang sifatnya kontraktual yakni Rp439.000 per spesimen, sedangkan untuk yang sifatnya mandiri Rp797.000,” katanya seusai rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi), Senin (28/9/2020). (Baca juga: Sekolah di Merangin Mulai Belajar Tatap Muka dengan Protokol Ketat)

Pernyataan Doni ini menjadi angin segar di tengah mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat setiap kali hendak melakukan tes swab mandiri. Mahalnya tarif mengundang pertanyaan banyak pihak dengan alasan tidak seharusnya masyarakat yang sudah kesusahan di masa pandemi, dibebani lagi dengan harga tinggi saat ingin menguji apakah dirinya terinfeksi Covid-19 atau tidak.

Permintaan agar pemerintah membuat standar harga sudah sering disampaikan. Namun, faktanya hingga tujuh bulan masa pandemi, penyeragaman tarif batas atas tidak kunjung direalisasikan. Perlakuan pemerintah terhadap swab test berbeda dengan alat pengujian rapid test.

Pada Juli lalu, Kemenkes menerbitkan surat edaran Nomor HK.02.02/I/2875/2020 yang isinya menetapkan standar rapid. Biaya rapid yang tadinya mencapai jutaan, distandarkan menjadi Rp150 ribu per pemeriksaan. Ini dilakukan untuk merespons dugaan ada pihak yang menjadikan rapid test sebagai lahan bisnis di tengah tingginya permintaan.

Doni Monardo pada sebuah rapat dengan DPR beberapa waktu lalu mengatakan, masyarakat masih kesulitan melakukan tes karena biaya dipatok rumah sakit rata-rata di atas Rp2,5 juta. Padahal, kata dia, tarif tes PCR atau pemeriksaan per spesimen tidak melebihi angka Rp500 ribu. (Baca juga: Pneumonia Butuh Penanganan Serius)

Mengenai kapan waktu tarif swab distandarkan, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyebut saat masih dalam proses penyamaan pagu. Pemerintah segera mengumumkan jika sudah ada hasilnya.

“Segera setelah kami dapat hasilnya akan kami umumkan kepada masyarakat. Kami berusaha keras agar masyarakat bisa mendapat harga termurah dan terjangkau,” ungkapnya.

Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko, mengatakan harga tes swab di Tanah Air memang masih sangat mahal. Kondisi tersebut dipengaruhi beberapa faktor, misalnya reagen untuk periksa PCR masih mahal. “Harusnya tes swab mandiri dipermudah, tapi kan memang tes ini mahal,” ujarnya saat dihubungi kemarin.

Padahal, kata dia, biaya tes swab murah akan mendorong orang melakukan pemeriksaan mandiri yang dengan sendirinya membantu pemerintah memperbanyak rasio pengetesan. Kemampuan tes Indonesia menurut dia masih jauh dari standar WHO, hanya Jakarta yang memenuhi target. (Baca juga: Era Teknologi KTP Biometrik Dimulai)

Ahli mikrobiologi dari Universitas Indonesia, Pratiwi Pujilestari Sudarmono, memaparkan sejumlah alasan sehingga harga tes swab ini mahal. Satu di antaranya karena menggunakan mesin khusus dan perangkat (kit) pendukung. Harga per satu kali tes dengan memakai dua kit berkisar Rp500–600 ribu.

Ditambah lagi mesin masih diimpor dari luar negeri. Indonesia sampai saat ini belum memiliki pabrik pembuat PCR kit sehingga semuanya harus impor.

Komponen yang membuat biaya jadi mahal karena petugas yang melakukan tes swab wajib mengenakan alat pelindung diri (APD) sekali pakai. Selain itu, limbah uji kerik berupa spesimen dan virus perlu penanganan khusus dan tidak boleh dibuang sembarang karena berbahaya.

“Faktor lain yang membuat swab test mahal ialah metode PCR memiliki tingkat akurasi yang terjaga dibandingkan metode pengujian lain,” ujarnya pada sebuah konferensi pers virtual beberapa waktu lalu.

Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay berharap biaya tes swab sedapat mungkin bisa dijangkau oleh masyarakat. Kebutuhan akan tes swab tidak hanya dibutuhkan oleh mereka yang memiliki uang, tapi juga oleh masyarakat biasa. “Bahkan, masyarakat yang tergolong biasa dan tidak punya uang sekalipun tetap memerlukan tes swab,” kata Saleh saat dihubungi kemarin. (Lihat videonya: Sepeda Kayu dari Limbah Kayu Pinus)

Jika pemerintah menginginkan harga swab test yang murah, ketersediaan barangnya harus dijamin. Sebagaimana prinsip demand and supply, semakin banyak barang yang beredar di masyarakat maka harganya akan semakin murah.

Dia memahami bahwa dalam tes usap ini banyak elemennya, termasuk ada tes yang harus pakai reagen. Sementara itu, reagen terbatas jumlahnya diberikan kepada Indonesia. Hal itu menurut dia yang harus dicarikan solusinya oleh pemerintah. Politikus PAN ini mengusulkan agar besaran biaya tes swab hanya Rp200 ribu per tes jika itu memungkinkan untuk direalisasikan. (Dita Angga/Kiswondari/Bakti)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1427 seconds (0.1#10.140)