Kritisi DPR, Najwa Diminta Berkontribusi Jangan Melihat Orang dari Jauh

Senin, 04 Mei 2020 - 12:07 WIB
loading...
A A A
Namun dari semua sikap itu lanjut dia, yang perlu disadari adalah bahwa Omnibus Law Cipta Kerja bukanlah inisiatif DPR, melainkan inisiatif dan keinginan pemerintah. Sesuai mekanisme yang ada, kebetulan sekarang pembahasannya ada di DPR.

"Kenapa Najwa tidak menggugat pemerintah? Bukankah kalau mau singkat, pemerintah yang mencabut dan meminta penundaan pembahasan? Kenapa malah DPR yang disalahkan? Padahal, belum tentu semua fraksi akan menyetujuinya," ujar mantan ketua umum PP Pemuda Muhammadiyah ini.

"Mungkin Najwa lupa, bahwa UU bisa disahkan jika pemerintah dan DPR sama-sama menyetujui. Artinya, hak konstitusional DPR dalam pembuatan UU hanya 50 persen. Karena itu, tanggung jawab atas kelahiran suatu UU ada di tangan pemerintah dan DPR," tambah Saleh.

Hal yang sama berlaku kepada semua UU yang disebut Najwa di dalam video. Dia mengatakan, DPR tidak pernah mempermudah pembahasan suatu UU. Buktinya, kata dia, RUU KUHP dan RUU pemasyarakatan tidak tuntas dibahas dalam satu periode.

Itu adalah indikasi bahwa banyak kompleksitas masalah yang dipertimbangkan oleh DPR. Kalau sekarang ada di dalam prolegnas, itu juga dimasukkan atas kesepakatan DPR dan pemerintah jauh sebelum covid-19 masuk ke Indonesia.

"Tetapi kalau memandang DPR pakai kacamata Najwa, ya semua pasti salah. Apa yang saya sampaikan di atas pun, bisa jadi dianggap salah. Padahal, saya hanya berniat untuk meluruskan sesuai dengan apa yang saya ketahui," ujar wakil ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) itu.

"Dan kalau mau tahu sikap pribadi saya terhadap omnibus law, silakan dilacak berita-berita saya yang dimuat di media belakangan ini. Jejak digitalnya pasti mudah ditemukan. Insya Allah, saya sangat memahami apa yang disuarakan oleh aktivis buruh dan seluruh serikat pekerja," sambung Saleh.

Lebih lanjut dia mengatakan, poin terakhir yang perlu diketahui adalah bahwa DPR tetap menjadikan masalah covid-19 sebagai prioritas. Kata dia, semua komisi dan alat kelengkapan dewan sama-sama berkontribusi sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Aktivitas rapat selalu dilakukan. Jika yang hadir dinilai sedikit kata dia, itu karena memang tuntutan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Tetapi, kehadiran rapat virtual selalu melebihi batas quorum yang ditetapkan.

"Di tempat saya, di komisi IX, semua perhatian kita adalah pada Covid-19. Kita membahas semua masalah yang ada. Masker, APD, handsanitizer, alkes, kesehatan tenaga medis, faskes, PHK, PMI, pengangguran, dan banyak lagi. Silahkan ditanya kepada semua mitra kami. Apa itu masih dianggap tidak menjadikan Covid-19 sebagai prioritas?" kata legislator asal daerah pemilihan Sumatera Utara II ini.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1057 seconds (0.1#10.140)