PT SCS Diduga PHK Pegawai Sepihak, Karyawan Tuntut Kompensasi yang Jelas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kondisi ekonomi yang serba sulit karena pandemi COVID-19 membuat banyak perusahaan yang melakukan perampingan dengan pengurangan karyawan. Namun, masih terdapat juga karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) tanpa diberi hak-haknya. Ini diduga dialami 7 pekerja PT Surya Cipta Sempurna (PT SCS), seorang pekerja PT Griya Rasa Pangan (PT GRP) dan seorang pekerja PT Pulau Seribu Paradise (PT PSP).
Mereka di-PHK sepihak pada akhir Juli lalu. Uniknya, meskipun bekerja pada PT yang berbeda, namun mereka semua di-PHK oleh legal perusahaan yang merupakan orang yang sama. Keputusan PHK tersebut dinilai sepihak oleh beberapa karyawan yang di-PHK karena dianggap tidak dilaksanakan dengan mekanisme, alur serta alasan yang jelas. (Baca juga: 200 Pekerja di PHK Selama Pandemi, Umumnya Bekerja di Perhotelan)
Pihak perusahaan beralasan masalah efisiensi, pekerja di-PHK dan diminta untuk membuat surat pengunduran diri dan akan diberikan uang pisah sebanyak 2 bulan gaji, yang akhirnya ditolak mantan pekerja. Hal itu, dipandang bertentangan dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mengatur setiap karyawan yang di-PHK harus diberikan hak-hak hukumnya. Upaya tim kuasa hukum meminta penyelesaian dengan musyawarah (Bipartit) atas PHK sepihak yang dilakukan perusahaan terhadap 9 orang pekerja terus berlangsung sejak Agustus 2020.
Yeny Aryani salah satu karyawan bagian Finance yang di PHK mengatakan pemutusan hubungan kerja itu dinilai olehnya dan karyawan lain sepihak karena dianggap tidak melakukan dengan mekanisme, alur serta alasan yang jelas. Yeny Aryani mengaku sembilan orang di PHK secara sepihak oleh PT SCS dan menunjukkan perusahaan tak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan masalah ini bahkan perusahaan menyangkal dan merasa telah memberikan kompensasi dan hak yang semestinya yang diterima mereka.
“Jadi kami di cut bulan Juli dan kami dipaksa oleh bagian legal bukan HRD untuk menandatangani surat pengunduran diri kalau tidak gaji kami satu bulan nggak keluar. Di sini kami ingin meminta kompensasi uang selama saya 33 tahun bekerja dan perusahaan dalam 10 tahun ke atas memberikan tidak sesuai dengan Undang-undang Ketenagakerjaan atau di bawah UMR,” ujarnya dalam keterangan tertulis kepada SINDOnews, Kamis (3/9/2020).
Karyawan lain Lie Tjhiong menilai perusahaan tidak transparan terhadap karyawan bahkan melakukan prosedur PHK sepihak dengan tidak memberikan kompensasi yang sebagaimana mestinya namun selalu hanya beralasan adanya pengurangan di masa pandemi seperti saat ini.
“Saya melihat ada keganjilan dalam perusahaan ini dimana BPJS ketenagakerjaan tidak ada, gaji di bawah Upah Minimum Regional diperparah pesangon nggak dibayar bahkan ada kurir kami yang di cut di legal di kantin dengan menandatangani berkas PHK dengan tulisan coretan tangan,” jelas karyawan bagian finance yang telah bekerja selama 33 tahun diperusahaan ini.
Ratih Dewanti Putri dari Dewanti Adry Law FIrm selaku kuasa hukum karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja sepihak PT SCS mengungkapkan pihaknya telah dua kali melayangkan surat undangan ke perusahaan namun belum terlihat itikad baik dari pihak perusahaan untuk berunding.
Tak hanya itu, tim kuasa hukum pun telah berupaya jemput bola atau beritikad baik mencari informasi yang jelas dengan mendatangi perusahaan meskipun di ping-pong oleh bagian security perusahaan. Bahkan tim kuasa hukum telah mendatangi Kantor PT SCS yang berada di daerah Jakarta Barat sebagai upaya dan itikad baik untuk berunding, namun ditahan atau dihalangi oleh pihak security.
“Kami beritikad baik untuk membuka dialog dengan perusahaan untuk mencari win-win solution tapi dicegah oleh pihak keamanan dengan mengatakan bahwa di alamat tersebut merupakan PT Lentera Dunia bukan PT Surya Cipta Sempurna. Padahal tim kuasa melihat ada ID Card PT Surya Cipta Sempurna di pos security, sehingga PT Lentera Dunia melalui securitynya terkesan berupaya menutup-nutupi keberadaan PT Surya Cipta Sempurna,” ucapnya.
Mereka di-PHK sepihak pada akhir Juli lalu. Uniknya, meskipun bekerja pada PT yang berbeda, namun mereka semua di-PHK oleh legal perusahaan yang merupakan orang yang sama. Keputusan PHK tersebut dinilai sepihak oleh beberapa karyawan yang di-PHK karena dianggap tidak dilaksanakan dengan mekanisme, alur serta alasan yang jelas. (Baca juga: 200 Pekerja di PHK Selama Pandemi, Umumnya Bekerja di Perhotelan)
Pihak perusahaan beralasan masalah efisiensi, pekerja di-PHK dan diminta untuk membuat surat pengunduran diri dan akan diberikan uang pisah sebanyak 2 bulan gaji, yang akhirnya ditolak mantan pekerja. Hal itu, dipandang bertentangan dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mengatur setiap karyawan yang di-PHK harus diberikan hak-hak hukumnya. Upaya tim kuasa hukum meminta penyelesaian dengan musyawarah (Bipartit) atas PHK sepihak yang dilakukan perusahaan terhadap 9 orang pekerja terus berlangsung sejak Agustus 2020.
Yeny Aryani salah satu karyawan bagian Finance yang di PHK mengatakan pemutusan hubungan kerja itu dinilai olehnya dan karyawan lain sepihak karena dianggap tidak melakukan dengan mekanisme, alur serta alasan yang jelas. Yeny Aryani mengaku sembilan orang di PHK secara sepihak oleh PT SCS dan menunjukkan perusahaan tak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan masalah ini bahkan perusahaan menyangkal dan merasa telah memberikan kompensasi dan hak yang semestinya yang diterima mereka.
“Jadi kami di cut bulan Juli dan kami dipaksa oleh bagian legal bukan HRD untuk menandatangani surat pengunduran diri kalau tidak gaji kami satu bulan nggak keluar. Di sini kami ingin meminta kompensasi uang selama saya 33 tahun bekerja dan perusahaan dalam 10 tahun ke atas memberikan tidak sesuai dengan Undang-undang Ketenagakerjaan atau di bawah UMR,” ujarnya dalam keterangan tertulis kepada SINDOnews, Kamis (3/9/2020).
Karyawan lain Lie Tjhiong menilai perusahaan tidak transparan terhadap karyawan bahkan melakukan prosedur PHK sepihak dengan tidak memberikan kompensasi yang sebagaimana mestinya namun selalu hanya beralasan adanya pengurangan di masa pandemi seperti saat ini.
“Saya melihat ada keganjilan dalam perusahaan ini dimana BPJS ketenagakerjaan tidak ada, gaji di bawah Upah Minimum Regional diperparah pesangon nggak dibayar bahkan ada kurir kami yang di cut di legal di kantin dengan menandatangani berkas PHK dengan tulisan coretan tangan,” jelas karyawan bagian finance yang telah bekerja selama 33 tahun diperusahaan ini.
Ratih Dewanti Putri dari Dewanti Adry Law FIrm selaku kuasa hukum karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja sepihak PT SCS mengungkapkan pihaknya telah dua kali melayangkan surat undangan ke perusahaan namun belum terlihat itikad baik dari pihak perusahaan untuk berunding.
Tak hanya itu, tim kuasa hukum pun telah berupaya jemput bola atau beritikad baik mencari informasi yang jelas dengan mendatangi perusahaan meskipun di ping-pong oleh bagian security perusahaan. Bahkan tim kuasa hukum telah mendatangi Kantor PT SCS yang berada di daerah Jakarta Barat sebagai upaya dan itikad baik untuk berunding, namun ditahan atau dihalangi oleh pihak security.
“Kami beritikad baik untuk membuka dialog dengan perusahaan untuk mencari win-win solution tapi dicegah oleh pihak keamanan dengan mengatakan bahwa di alamat tersebut merupakan PT Lentera Dunia bukan PT Surya Cipta Sempurna. Padahal tim kuasa melihat ada ID Card PT Surya Cipta Sempurna di pos security, sehingga PT Lentera Dunia melalui securitynya terkesan berupaya menutup-nutupi keberadaan PT Surya Cipta Sempurna,” ucapnya.