Perjalanan Karier LB Moerdani, Jenderal Kopassus yang Pernah Berjaya di 2 Era Presiden
loading...
A
A
A
Benny kemudian bertugas di TT/III Siliwangi yang memelihara wilayah keamanan Jawa Barat. Pada 1954, ia ditunjuk Kolonel Alex Evert Kawilarang selaku Panglima TT/III Siliwangi sebagai pelatih prajurit baru yang ingin bergabung dengan Kesatuan Komando Angkatan Darat (KKAD).
Pada 1956, KKAD berganti nama menjadi Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD). Di sini, Benny ditunjuk sebagai komandan kompi.
Selama dinas di RPKAD, Benny banyak berperan menumpas pemberontakan seperti Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Pada 1960, ia mendapat mandat dari Letjen Ahmad Yani untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Infanteri Angkatan Darat Amerika Serikat di Fort Benning.
Benny akhirnya menyelesaikan pendidikan pada 1961. Tak lama, ia langsung ikut bergabung dalam persiapan pengambilalihan Irian Barat.
Berkat kontribusinya, Benny bahkan dianugerahi Bintang Sakti oleh Presiden Soekarno. Tanda penghargaan tersebut tersemat di bawah wing tanda kecakapan pasukan payung dada kirinya.
Pada 1965, Benny dipindahkan dari RPKAD ke Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Di sana, ia menjadi Wakil Asisten Intelijen di bawah Ali Moertopo dan beberapa kali tergabung dalam tim Operasi Khusus.
‘Pengusiran’ Benny dari RPKAD membawa pengaruh besar atas sikapnya terhadap satuan tersebut. Tiga jam setelah menerima perintah, ia langsung meninggalkan Cijantung. Di dalam hati, ia bahkan berjanji tidak akan pernah mengenakan Baret Merah lagi.
Setelah munculnya Gerakan 30 September (G30S) pada 1965, Benny bergabung dengan Ali Moertopo untuk mengakhiri konfrontasi yang terjadi. Tak butuh waktu lama, gerakan tersebut berhasil ditumpas oleh Soeharto yang waktu itu masih menjadi Pangkostrad.
Setelah pergantian kekuasaan ke Orde Baru, karier Benny terbilang semakin moncer. Ia mulai dikenal sebagai salah satu tangan kanan Soeharto dalam bidang keamanan presiden dan negara.
Kedekatannya itu bahkan membuat Soeharto merestuinya sebagai Panglima TNI (dulu ABRI). Benny lalu menggantikan Jenderal M Jusuf dan menjadi Panglima TNI pada periode 1983-1988.
Pada 1956, KKAD berganti nama menjadi Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD). Di sini, Benny ditunjuk sebagai komandan kompi.
Selama dinas di RPKAD, Benny banyak berperan menumpas pemberontakan seperti Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Pada 1960, ia mendapat mandat dari Letjen Ahmad Yani untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Infanteri Angkatan Darat Amerika Serikat di Fort Benning.
Benny akhirnya menyelesaikan pendidikan pada 1961. Tak lama, ia langsung ikut bergabung dalam persiapan pengambilalihan Irian Barat.
Berkat kontribusinya, Benny bahkan dianugerahi Bintang Sakti oleh Presiden Soekarno. Tanda penghargaan tersebut tersemat di bawah wing tanda kecakapan pasukan payung dada kirinya.
Pada 1965, Benny dipindahkan dari RPKAD ke Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Di sana, ia menjadi Wakil Asisten Intelijen di bawah Ali Moertopo dan beberapa kali tergabung dalam tim Operasi Khusus.
‘Pengusiran’ Benny dari RPKAD membawa pengaruh besar atas sikapnya terhadap satuan tersebut. Tiga jam setelah menerima perintah, ia langsung meninggalkan Cijantung. Di dalam hati, ia bahkan berjanji tidak akan pernah mengenakan Baret Merah lagi.
Setelah munculnya Gerakan 30 September (G30S) pada 1965, Benny bergabung dengan Ali Moertopo untuk mengakhiri konfrontasi yang terjadi. Tak butuh waktu lama, gerakan tersebut berhasil ditumpas oleh Soeharto yang waktu itu masih menjadi Pangkostrad.
Setelah pergantian kekuasaan ke Orde Baru, karier Benny terbilang semakin moncer. Ia mulai dikenal sebagai salah satu tangan kanan Soeharto dalam bidang keamanan presiden dan negara.
Kedekatannya itu bahkan membuat Soeharto merestuinya sebagai Panglima TNI (dulu ABRI). Benny lalu menggantikan Jenderal M Jusuf dan menjadi Panglima TNI pada periode 1983-1988.
Lihat Juga :