Jokowi Dinilai Perlu Reshuffle Menteri yang Kerap Bikin Gaduh

Rabu, 26 Februari 2020 - 08:36 WIB
Jokowi Dinilai Perlu Reshuffle Menteri yang Kerap Bikin Gaduh
Jokowi Dinilai Perlu Reshuffle Menteri yang Kerap Bikin Gaduh
A A A
JAKARTA - Isu perombakan kabinet atau reshuffle kabinet kembali muncul ke publik setelah salah satu anggota relawan Jokowi pada Pilpres 2019 membocorkan isi pertemuan antara Presiden Jokowi dengan kalangan relawan di Istana Bogor beberapa waktu lalu.

Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie menyatakan jika Jokowi harus mereshuffle kabinetnya maka hal itu dilakukan kepada menteri yang dianggap kerap bikin gaduh dan blunder. Menurut dia, perlunya dilakukan reshuffle karena ini berpotensi menggangu kinerja Jokowi. (Baca juga: Ramai Isu Reshuffle, Menkominfo: Menteri-menteri Kerja seperti Biasa )

"Memang kinerja Jokowi yang speed, focus, strong and right tak diimbangi dengan menterinya yang kerap cari sensasi maupun cari muka," ujar Jerry saat dihubungi SINDOnews, Rabu (26/2/2020).

"Belum lagi sejumlah menteri yang kebijakannya kerap blunder. No concept and no master plann (tidak ada konsep dan rencana). Setidaknya sang menteri harus paham tupoksinya mereka apa," imbuh dia.

Dalam ini, Jerry menyarankan pentingnya koordinasi dan komunikasi antar lembaga. Dia pun menyebut beberapa menteri yang layak diganti dan dipertahankan. Contohnya, Mendikbud Nadiem Makariem dengan menghapus UN waktu lalu yang dinilai belum terlalu mendesak. Padahal ada yang penting diurus misalkan intolerasi dan radikalisme di kalangan siswa dan guru.

"Menurut data 6 dari 10 guru termasuk paham intoleran. Pelajaran PMP, Character Building (pembentukan karakter) serta pemahaman budaya sangat penting. Itu yang pantas lakukan ketimbang menghapus mapel bahasa Inggris bahkan Paud," tutur dia.

Selain kebijakan menghapus UN, lanjut Jerry, sistem pembayaran SPP via ojek online juga disebutnya tidak efektif dan perlu. Cara tersebut dianggapnya hanya menguntungkan perusahaan Gojek dan GoPay, perusahaan yang didirikan Nadiem.

"Jangan-jangan bayar SPP: GoPay, titip surat izin: GoSent bahkan makan siswa: GoFood," papar dia.

Menteri lain yang dinilai perlu dicopot yakni Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly yang bikin gaduh dengan kebijakannya yang kontroversial. Contoh banyak penjara mewah belum tuntas, status tinggal orang asing yang sudah overstay, LSM yang bermasalah dan terakhir kasus buron Harun Masiku. (Baca Juga: Survei Indo Barometer: Prabowo Subianto Menteri Paling Berkinerja Bagus)

"Yang perlu direshuffle juga Menteri Agama Fachrul Razi selama ini saya nilai beberapa kebijakannya irasional. Contoh pelarangan ibadah Natal di Dharmasraya Sumbar bukan jadi mediator malahan memperuncing masalah dengan mengatakan ada kesepakatan bersama agar tidak digelar ibadah Natal kendati di kritik DPR dan GAMKI saat itu," jelas dia.

Adapu menteri yang dipertahankan karena dianggap roduktif yakni Menteri BUMN, Erick Thohir. Sepak terjang Erick tak bisa diragukan lagi dengan membersihkan mafia di BUMN. Dirut Garuda pun tak tangung-tanggung dicopot Erick, komisaris dan direksi Pertamina pun diganti. Sampai kasus Jiwasraya pun diungkap Erick.

"Tito Karnavian juga getol membersihkan Departemen Dalam Negeri. Sejumlah kebijakannya patut diapresiasi. Rapor bagus juga buat Menko Polhukam Mahfud MD. Sejauh ini kinerja cukup baik," ucapnya.

Satu lagi yakni Menteri Keungan Sri Mulyani yang perlu dipertahankan. Katanya di tengah Utang negara yang terus bertambah, pertumbuhan ekonomi mentok 5,0% buying power and selling power negara lemah masih dibutuhkan Sri untuk mengatasinya.

"Apa yang dibanggakan rasio utang pemerintah per akhir Januari 2020 berada di angka Rp4.817,55 triliun, dengan asumsi PDB per kapita akhir Januari Rp 15.944,78, maka rasio utang pemerintah terhadap PDB menjadi 30,21%," terang dia. (Baca Juga: 100 Hari Kinerja Jokowi-Ma'ruf Berlalu, Akankah Ada Reshuffle Kabinet?)

"Bisa dibayangkan akhir Januari 2020 utang Indonesia sebesar Rp4.817 triliun. Namun jumlah itu meningkat 0,81% atau Rp39 triliun dibandingkan posisi Desember 2019 sebesar Rp4.778 triliun. Belum lagi rupiah jungkir balik ke 13.887 per dolar AS terdorong sentimen
eksternal," pungkas dia.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5869 seconds (0.1#10.140)