Ambisi Nuklir Korea Utara dan Harga yang Harus Dibayar Rakyatnya

Minggu, 15 Desember 2024 - 15:26 WIB
loading...
A A A
Motif finansial juga kemungkinan memainkan peran dalam pengiriman pasukan ini. Meskipun belum dikonfirmasi, setiap tentara Korea Utara dilaporkan dibayar sekitar 2.000 dollar AS per bulan. Ini berarti, jika media melaporkan bahwa 12.000 tentara dikirim, totalnya mencapai 24 juta dollar AS per bulan—dana yang hampir pasti akan disalurkan ke rezim.

Ekonomi Korea Utara telah lama berjuang di bawah sanksi internasional, dan meskipun pengiriman ini mungkin menawarkan sedikit bantuan finansial, keuntungan ini diperoleh dengan harga tragis. Banyak tentara muda menghadapi kemungkinan besar menjadi korban.

Mantan Menteri Pertahanan Ukraina, Andriy Zahorodnyuk, memperkirakan tingkat kemungkinan menjadi korban sebesar 90% untuk pasukan garis depan. Bagi rezim Korea Utara, mengirim tentara untuk berperang di negara asing adalah pertukaran nyawa demi uang, tanpa mempedulikan keselamatan individu atau konsekuensi bagi keluarga mereka.

Di balik langkah ini terdapat realitas yang jauh lebih gelap terkait pelanggaran HAM yang meluas. Laporan menunjukkan bahwa keluarga tentara yang dikirim ke Rusia dipindahkan secara paksa dan diisolasi, kemungkinan untuk mencegah pembelotan dan perlawanan.

Mengingat tingkat kesuburan Korea Utara yang diperkirakan antara 0,9 dan 1,2 pada 2024, kemungkinan besar banyak dari tentara ini adalah anak tunggal dalam keluarga mereka, yang dikirim ke bahaya tanpa alasan yang sah oleh rezim. Taktik mengerikan ini mencerminkan pengabaian mendalam terhadap kehidupan manusia dan ikatan keluarga. Hal ini memunculkan pertanyaan moral yang menuntut perhatian internasional.

Pelanggaran HAM di Korea Utara, bagaimanapun, melampaui tentara ini dan keluarga mereka. Selama beberapa dekade, penduduk Korea Utara telah mengalami kekurangan ekstrem dan penyalahgunaan sistemik. Penduduk di wilayah dekat lokasi uji coba nuklir negara itu dilaporkan menderita paparan radiasi akibat kebocoran dan kontaminasi sungai-sungai di sekitarnya.

Hal ini telah menyebabkan peningkatan masalah kesehatan dan bahkan cacat lahir, sebagai konsekuensi dari uji coba nuklir yang tidak diatur di dekat daerah sipil. Menurut Kelompok Kerja Keadilan Transisional Korea Selatan, lebih dari satu juta orang tinggal dalam jarak 40 kilometer dari lokasi uji coba nuklir. Mereka bergantung pada sungai-sungai yang membawa material radioaktif dan membahayakan kesehatan serta mata pencaharian mereka.

Lebih lanjut, retorika terbaru Kim Jong-un tentang konsep "dua negara," yang menyiratkan bahwa reunifikasi dengan Korea Selatan tidak mungkin, menunjukkan niat untuk memperdalam isolasi negara itu dari tetangganya di selatan. Penghancuran terbaru jalur transportasi antar-Korea sejalan dengan agenda ini.

Dengan mengontrol aliran informasi dari Korea Selatan, Korea Utara bertujuan untuk menekan kesadaran di kalangan populasinya tentang realitas mereka sendiri, terutama perbedaan tajam antara Korea Utara dan Korea Selatan. Isolasi ini ditegakkan tidak hanya melalui hambatan fisik tetapi juga oleh sistem kontrol brutal yang mencakup eksekusi publik. Laporan tentang siswa remaja yang dieksekusi hanya karena menonton video Korea Selatan menunjukkan bahwa eksekusi publik telah menjadi rutinitas di Korea Utara.

Komunitas internasional tidak boleh sekadar menjadi saksi bisu atas pelanggaran ini. Tindakan konkret dapat dan harus dilakukan untuk mengatasi penderitaan rakyat Korea Utara. Tekanan internasional yang lebih kuat dan bersatu sangat penting untuk memaksa rezim Korea Utara memperbaiki situasi HAM bagi rakyatnya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1042 seconds (0.1#10.140)