UMKM: Mesin Pertumbuhan, Berikutnya?

Senin, 23 September 2024 - 12:40 WIB
loading...
UMKM: Mesin Pertumbuhan,...
Candra Fajri Ananda, Staf Khusus Menteri Keuangan RI. Foto/Dok. SINDOnews
A A A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menkeu RI

DINAMIKA Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam suatu negara tampaknya tak pernah habis dikupas. Hal tersebut lantaran UMKM memiliki peran krusial dalam perekonomian suatu negara, baik sebagai penyerap tenaga kerja maupun sebagai motor penggerak ekonomi lokal.

Berdasarkan teori ekonomi klasik tentang pembangunan, sektor usaha kecil berperan dalam memperluas basis ekonomi melalui desentralisasi kegiatan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang lebih merata. Oleh sebab itu, tak heran bila negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan Jerman telah mendorong pertumbuhan sektor UMKM untuk mendukung pembangunan ekonomi yang lebih inklusif.

Di Jepang, UMKM menyumbang sekitar 70% dari total tenaga kerja, sementara di Korea Selatan, UMKM menjadi pilar inovasi di sektor teknologi. Jerman juga dikenal dengan model "Mittelstand," yaitu perusahaan kecil dan menengah yang memainkan peran kunci dalam ekspor dan inovasi industri.

Kebijakan yang mendukung pertumbuhan UMKM di berbagai negara tersebut menunjukkan bahwa sektor usaha kecil dapat memperluas basis ekonomi, menciptakan lapangan kerja yang merata, dan mendorong pembangunan yang lebih berkelanjutan di seluruh wilayah.

Di Indonesia, UMKM juga memiliki peran krusial dalam perekonomian. Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM, UMKM menyumbang sekitar 60,51% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2022.

Sektor ini juga berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, terutama dalam hal menciptakan lapangan kerja. Sekitar 97% tenaga kerja di Indonesia bekerja di sektor UMKM, menunjukkan betapa dominannya sektor ini dalam menyerap tenaga kerja dan mengurangi tingkat pengangguran. Sayangnya, kontribusi ini masih belum sepenuhnya optimal dalam hal peningkatan produktivitas dan inovasi.

Salah satu ciri utama UMKM di Indonesia adalah tingginya jumlah tenaga kerja yang terlibat, tetapi rendahnya nilai tambah (value added) yang dihasilkan. Artinya, meski UMKM di Indonesia menguasai 99% dari total unit usaha secara nasional, namun nilai tambah yang dihasilkan hanya sekitar 20% dari total PDB.

Hal tersebut terjadi karena mayoritas UMKM masih beroperasi di sektor-sektor tradisional dengan teknologi yang terbatas dan akses yang minim terhadap pasar global. Sebagai perbandingan, usaha besar yang hanya mencakup sekitar 1% dari total unit usaha faktanya mampu memberikan kontribusi sekitar 40% terhadap PDB Indonesia. Data tersebut mutlak menunjukkan bahwa usaha besar dengan jumlah tenaga kerja yang lebih sedikit lebih produktif daripada UMKM di Indonesia.

Perbedaan dalam nilai tambah ini sebagian besar disebabkan oleh kapasitas produksi dan inovasi teknologi yang dimiliki oleh usaha besar. Usaha besar umumnya memiliki akses yang lebih baik terhadap modal, teknologi, dan jaringan pasar, sehingga mereka mampu menghasilkan produk dengan kualitas yang lebih tinggi dan harga jual yang lebih kompetitif.

Sementara itu, banyak UMKM yang masih tergantung pada sumber daya lokal dan kurang memiliki akses ke teknologi modern, yang akhirnya menghambat peningkatan produktivitas dan daya saing. Akibatnya, meskipun UMKM dapat menciptakan banyak lapangan kerja, nilai tambah yang dihasilkan per tenaga kerja relatif lebih rendah dibandingkan usaha besar.

Problematika UMKM Indonesia
Salah satu problem utama yang dihadapi oleh UMKM di Indonesia adalah kurangnya perlindungan dan keberpihakan dari pemerintah dalam hal penyediaan bahan baku, dukungan produksi, maupun akses pasar. Selama ini bantuan pembiayaan dengan berbagai format sudah sangat membantu, tetapi bagaimana mengakses, dan menjaga (maintaining) pasar, masih dirasakan kurang.

Banyak pelaku UMKM mengalami kesulitan dalam mendapatkan bahan baku yang berkualitas dengan harga yang stabil dan terjangkau. Bahkan, tak sedikit UMKM di Indonesia yang masih menggunakan teknologi produksi yang konvensional, sehingga sulit bersaing dalam hal efisiensi dan kualitas produk.

Sementara itu, akses ke pasar yang lebih luas – baik pasar domestik maupun internasional – masih menjadi hambatan besar bagi pelaku UMKM. Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM, hanya sekitar 14,6% dari UMKM di Indonesia yang telah terhubung dengan platform digital pada 2023.

Padahal, di era digital saat ini, akses ke pasar daring sangat krusial untuk meningkatkan skala usaha. Pasalnya, meski pemerintah telah meluncurkan berbagai program untuk mendukung digitalisasi UMKM – seperti Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI) – tingkat adopsi teknologi masih kurang optimal di kalangan UMKM, terutama di daerah-daerah terpencil.

Teknologi dalam banyak hal merupakan tantangan tersendiri bagi UMKM di Indonesia. Meskipun teknologi digital dapat menjadi kunci peningkatan produktivitas dan efisiensi, implementasi teknologi sering kali tidak berjalan optimal karena kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih terbatas.

Banyak pelaku UMKM belum memiliki pengetahuan atau keterampilan yang memadai untuk memanfaatkan teknologi secara maksimal. Selain itu, akses ke pasar, baik input (bahan baku) maupun output (produk jadi), juga masih terbatas, sehingga teknologi tidak dapat memberikan dampak yang signifikan.

Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, hanya sekitar 14,6% UMKM yang sudah terdigitalisasi pada tahun 2023, menunjukkan bahwa sebagian besar UMKM belum siap menghadapi transformasi digital. Tantangan ini juga diperburuk oleh meningkatnya ancaman keamanan siber (digital crime), yang semakin berisiko seiring dengan penggunaan teknologi yang lebih luas. Banyak UMKM rentan terhadap serangan digital karena kurangnya proteksi keamanan dan pemahaman risiko yang memadai.

Terkait dengan pembiayaan, pemerintah sudah menyediakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan suku bunga rendah, maupun UMi (ultra mikro), tetapi distribusi kredit ini belum sepenuhnya menjangkau seluruh pelaku UMKM, bahkan di dominasi bank tertantu. Sehingga penyebaran belum seperti yang diharapkan.

Hal ini bisa terlihat, salah satu korban pinjol (pinjaman online) UMKM termasuk didalamnya. Pertimbangan mereka bukan Tingkat bunga, tetapi kemudahan dan tidak terlalu bertele-tele dengan administrasi yang disyaratkan oleh perbankan.

Strategi Mendorong Pertumbuhan UMKM
Kini, menyongsong pemerintahan baru yang membawa asa baru dalam membangun negara, upaya jitu dalam menyiapkan strategi yang lebih terarah untuk mempercepat pertumbuhan UMKM di Indonesia – terutama agar sektor ini bisa menjadi bagian dari rantai pasok (supply chain) nasional dan dunia – sangat diperlukan.

Adapun salah satu langkah awal yang dapat dilakukan adalah mengidentifikasi produk-produk spesifik yang memiliki potensi ekspor tinggi, seperti produk furnitur, tekstil, atau makanan olahan. Penting untuk dicatat bahwa fokus pada satu sektor tertentu memungkinkan model pengembangan UMKM di sektor tersebut dapat dioptimalkan dan diterapkan pada produk lain, sehingga memperluas jangkauan UMKM ke pasar global.

Program-program seperti ini telah berhasil diterapkan di beberapa negara maju, seperti Jerman dengan sektor Mittelstand-nya, di mana usaha kecil dan menengah mendominasi rantai pasok global.

Selain itu, salah satu solusi untuk mempercepat pertumbuhan UMKM adalah dengan bergabung ke dalam platform-platform digital yang sudah kuat dan mapan, seperti marketplace besar atau jaringan e-commerce internasional. Bergabung dengan platform tersebut dapat memberikan UMKM akses pasar yang lebih luas dan membantu meningkatkan volume penjualan.

Meski demikian, agar kerja sama ini dapat menguntungkan kedua belah pihak, maka diperlukan struktur kerja sama yang adil dan mendukung pertumbuhan UMKM secara signifikan. Tantangan yang sering muncul adalah ketergantungan UMKM pada platform besar, yang dalam beberapa kasus dapat mengurangi margin keuntungan mereka karena adanya biaya komisi yang besar.

Oleh sebab itu, pemerintah perlu mendukung UMKM dengan regulasi yang melindungi pelaku usaha kecil dari tekanan yang tidak seimbang dari platform besar, serta memberikan pelatihan dan pendampingan agar mereka dapat mengoptimalkan kerja sama ini tanpa kehilangan kendali atas bisnis mereka.

Demi mendorong pertumbuhan UMKM yang lebih signifikan, pemerintah juga perlu menciptakan ekosistem yang mendukung integrasi teknologi dan kerja sama dengan platform digital secara holistik. Pemerintah juga perlu memberikan pelatihan SDM yang sesuai, memperluas akses pembiayaan yang mudah, serta membangun infrastruktur digital yang aman, untuk membuka jalan bagi UMKM di Indonesia agar dapat berkontribusi lebih dalam rantai pasok global dan meningkatkan daya saing ekonomi nasional.

Di samping itu, dukungan pemerintah yang berkelanjutan, kerja sama dengan sektor swasta, serta perlindungan regulasi yang kuat akan menjadi kunci utama dalam memastikan pertumbuhan UMKM yang lebih cepat dan inklusif. Semoga.
(poe)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1038 seconds (0.1#10.140)