Mengembalikan Persahabatan Indonesia-Rusia
loading...
A
A
A
Megawati Soekarnoputri yang memegang tampuk kepemimpinan merasa semakin prihatin karena beberapa pesawat tempur TNI AL yang menjalani perbaikan di Korea Selatan dilarang dibawa balik ke Tanah Air. Dalam kondisi itulah, Megawati bertemu dengan Dubes Rusia dan meminta dipertemukan dengan Putin untuk membeli alutsista, dalam hal ini pesawat Su-27 SK dan Su-30 MK2.
Pengalaman Putri Proklamator Bung Karno ini dituturkan saat acara Peluncuran 58 Judul Buku dalam Rangka Hari Jadi Ke-58 Lemhannas RI, pada 20 Mei 2023. Bagi Presiden RI ke-5 ini, walaupun ketika itu perekonomian Indonesia masih mengalami kesulitan, memperkuat angkatan bersenjata harus tetap menjadi prioritas.
Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) periode 2002-2005, Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim dalam diskusi virtual yang digelar Pusat Studi Air Power Indonesia (17/2/2022) menuturkan pembelian 4 Sukhoi Su-27 SK dan Su-30 MK2, plus helikopter MI-35, pada 2003 dilakukan karena Indonesia dalam kondisi diembargo AS. Menurut dia, negeri ini tidak bisa berdiam diri karena sistem pertahanan tidak berjalan.
Diungkapkan pula, pembelian dilakukan dengan metode imbal dagang, sebagian secara tunai dan sisanya menggunakan komoditas. Dalam perjalanan, Indonesia memiliki 5 Sukhoi SU-27 SK dan 11 SU-30 MK2. Sebagai informasi, kelahiran Sukhoi SU-27 SK diarahkan untuk menyaingi jet tempur andalan AS seperti F-14, F-15, F-16, dan F-18. Sedangkan Su-30 MK2 untuk mengimbangi F/A-18E/F Super Hornet dan F-15E Strike Eagle.
Selain mendatangkan Sukhoi, pemerintah pada saat hampir bersamaan juga mengakuisisi helikopter serbu Mil Mi-35P dan helikopter angkut Mil Mi-17. Kedua alutsista sayap putar ini diperuntukkan bagi Penerbad TNI AD. Selain itu, pemerintah juga memborong kendaraan infanteri (infantry fighting vehicle/IFV) BMP-3F untuk Korps Marinir TNI AL. Sebelumnya, pasukan pendarat amfibi tersebut menggunakan PT-76 yang juga buatan Rusia.
Selanjutnya, pada 2017 Indonesia di bawah Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu telah menandatangani kontrak akuisisi 11 unit Su-35 dengan pabrikan Rostec asal Rusia. Rencananya, pesawat generasi teranyar Rusia kala itu diproyeksikan menggantikan armada F-5 yang sudah uzur. Pembelian yang juga dilakukan melalui skema barter tersebut matang digodok oleh pihak terkait di dua negara.
Tidak cuma pesawat tempur, pemerintah juga berencana menambah alutsista untuk Korps Marinir TNI AL. Untuk proyek ini, Kementerian Pertahanan melalui Badan Sarana Pertahanan (Baranahan) telah menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan JSC Rossoboronexport Rusia untuk akuisisi 22 unit BMP-3F dan 22 unit kendaraan amfibhi BT-3F. Malahan belakangan, untuk BT-3F yang bakal diborong bertambah menjadi 79 unit dan akan menjadikan Indonesia sebagai negara pengguna pertama di luar Rusia. Kedatangan BT-3F diarahkan menggantikan BTR-80 APV yang sudah termakan usia.
Sayangnya, program akuisisi alutsista asal Rusia yang sudah digodok selama dua tahun berhenti seketika di tengah jalan karena terdampak kebijakan Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA) yang dirilis AS. Selain menimpa Indonesia, tekanan juga dialami Turki, India dan China yang juga berencana membeli alutsista Rusia -dalam hal ini rudal S-400 Triumf. Bahkan akibat sanksi tersebut, Turki didepak AS dari program pesawat tempur generasi 5.0, yaitu pesawat F-35.
Berdasar sejumlah informasi yang mengutip situs Kementerian Keuangan AS, beleid ini diloloskan Senat AS pada 27 Juli 2017, setelah disetujui Dewan Perwakilan AS. Presiden AS Donald Trump mengesahkan undang-undang tersebut pada 2 Agustus 2017. CAATSA dibuat untuk memperluas hukuman berupa sanksi dan embargo yang sudah ada sebelumnya, kepada negara yang membeli alutsista dari negara yang dicap sebagai musuh AS, yakni Rusia atau Iran, serta menjalin hubungan dagang dengan Korea Utara.
baca juga: Bertemu Putin, Jokowi: Indonesia Siap Menjembatani Komunikasi Rusia-Ukraina
Pengalaman Putri Proklamator Bung Karno ini dituturkan saat acara Peluncuran 58 Judul Buku dalam Rangka Hari Jadi Ke-58 Lemhannas RI, pada 20 Mei 2023. Bagi Presiden RI ke-5 ini, walaupun ketika itu perekonomian Indonesia masih mengalami kesulitan, memperkuat angkatan bersenjata harus tetap menjadi prioritas.
Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) periode 2002-2005, Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim dalam diskusi virtual yang digelar Pusat Studi Air Power Indonesia (17/2/2022) menuturkan pembelian 4 Sukhoi Su-27 SK dan Su-30 MK2, plus helikopter MI-35, pada 2003 dilakukan karena Indonesia dalam kondisi diembargo AS. Menurut dia, negeri ini tidak bisa berdiam diri karena sistem pertahanan tidak berjalan.
Diungkapkan pula, pembelian dilakukan dengan metode imbal dagang, sebagian secara tunai dan sisanya menggunakan komoditas. Dalam perjalanan, Indonesia memiliki 5 Sukhoi SU-27 SK dan 11 SU-30 MK2. Sebagai informasi, kelahiran Sukhoi SU-27 SK diarahkan untuk menyaingi jet tempur andalan AS seperti F-14, F-15, F-16, dan F-18. Sedangkan Su-30 MK2 untuk mengimbangi F/A-18E/F Super Hornet dan F-15E Strike Eagle.
Selain mendatangkan Sukhoi, pemerintah pada saat hampir bersamaan juga mengakuisisi helikopter serbu Mil Mi-35P dan helikopter angkut Mil Mi-17. Kedua alutsista sayap putar ini diperuntukkan bagi Penerbad TNI AD. Selain itu, pemerintah juga memborong kendaraan infanteri (infantry fighting vehicle/IFV) BMP-3F untuk Korps Marinir TNI AL. Sebelumnya, pasukan pendarat amfibi tersebut menggunakan PT-76 yang juga buatan Rusia.
Selanjutnya, pada 2017 Indonesia di bawah Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu telah menandatangani kontrak akuisisi 11 unit Su-35 dengan pabrikan Rostec asal Rusia. Rencananya, pesawat generasi teranyar Rusia kala itu diproyeksikan menggantikan armada F-5 yang sudah uzur. Pembelian yang juga dilakukan melalui skema barter tersebut matang digodok oleh pihak terkait di dua negara.
Tidak cuma pesawat tempur, pemerintah juga berencana menambah alutsista untuk Korps Marinir TNI AL. Untuk proyek ini, Kementerian Pertahanan melalui Badan Sarana Pertahanan (Baranahan) telah menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan JSC Rossoboronexport Rusia untuk akuisisi 22 unit BMP-3F dan 22 unit kendaraan amfibhi BT-3F. Malahan belakangan, untuk BT-3F yang bakal diborong bertambah menjadi 79 unit dan akan menjadikan Indonesia sebagai negara pengguna pertama di luar Rusia. Kedatangan BT-3F diarahkan menggantikan BTR-80 APV yang sudah termakan usia.
Sayangnya, program akuisisi alutsista asal Rusia yang sudah digodok selama dua tahun berhenti seketika di tengah jalan karena terdampak kebijakan Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA) yang dirilis AS. Selain menimpa Indonesia, tekanan juga dialami Turki, India dan China yang juga berencana membeli alutsista Rusia -dalam hal ini rudal S-400 Triumf. Bahkan akibat sanksi tersebut, Turki didepak AS dari program pesawat tempur generasi 5.0, yaitu pesawat F-35.
Berdasar sejumlah informasi yang mengutip situs Kementerian Keuangan AS, beleid ini diloloskan Senat AS pada 27 Juli 2017, setelah disetujui Dewan Perwakilan AS. Presiden AS Donald Trump mengesahkan undang-undang tersebut pada 2 Agustus 2017. CAATSA dibuat untuk memperluas hukuman berupa sanksi dan embargo yang sudah ada sebelumnya, kepada negara yang membeli alutsista dari negara yang dicap sebagai musuh AS, yakni Rusia atau Iran, serta menjalin hubungan dagang dengan Korea Utara.
baca juga: Bertemu Putin, Jokowi: Indonesia Siap Menjembatani Komunikasi Rusia-Ukraina