Nasib Uighur Dinilai Masih Butuh Perhatian Publik Dunia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Etnis Uighur di China dinilai tetap membutuhkan perhatian dari publik dunia. Hal ini dikatakan oleh Executive Director Center for Uyghur Studies, Abdulhakim Idris.
Abdulhakim menjelaskan, dalam dekade terakhir telah terjadi eskalasi yang mengkhawatirkan dalam penganiayaan terhadap orang Uighur, ditandai dengan penahanan massal dan indoktrinasi politik jutaan orang Uighur.
Selain itu sterilisasi paksa wanita Uighur, penghancuran keluarga Uighur, penindasan sistematis terhadap budaya mereka, dan melancarkan perang terhadap Islam.
"Organisasi kami berkomitmen untuk menjelaskan genosida Tiongkok dan perang terhadap Islam di Turkistan Timur, serta memperjuangkan hak asasi manusia dan kebebasan beragama bagi orang Uighur," kata Abdulhakim, Selasa (30/7/2024).
Sejak tahun 2014, Partai Komunis China telah meluncurkan kebijakan yang bertujuan untuk menghapus budaya, agama, dan identitas etnis Uighur di Turkistan Timur.
Baru-baru ini, sebuah laporan Human Rights Watch pada Januari 2024 menyatakan,peraturan yang direvisi pemerintah Tiongkok di wilayah Xinjiang memperketat kontrol atas praktik keagamaan Muslim Uighur dan merupakan upaya terbaru untuk menekan budaya dan ideologi Uighur.
"Kami berharap ini berfungsi sebagai sumber daya penting dalam meningkatkan kesadaran dan mendapatkan dukungan untuk menghentikan genosida yang sedang berlangsung ini," ujar Abdulhakim.
Pada tahun 2017, otoritas China melancarkan kampanye keras, menahan jutaan orang Uighur dan etnis Turkik lainnya dengan berbagai alasan di kamp-kamp konsentrasi. Mereka dipaksa untuk meninggalkan iman dan identitas budaya mereka serta menerima indoktrinasi politik.
Laporan dari media internasional dan kesaksian para korban telah mendokumentasikan manipulasi, penyiksaan, pelecehan seksual, dan bentuk eksploitasi lainnya yang dirancang untuk menghancurkan tahanan secara fisik dan mental.
Otoritas China juga telah menerapkan tindakan pengendalian kelahiran dan sterilisasi paksa pada wanita Uighur untuk mengekang pertumbuhan populasi Uighur.
"Banyak pemuda Uighur telah dipindahkan ke provinsi-provinsi Tiongkok untuk bekerja sebagai pekerja paksa di pabrik-pabrik," tutupnya.
Abdulhakim menjelaskan, dalam dekade terakhir telah terjadi eskalasi yang mengkhawatirkan dalam penganiayaan terhadap orang Uighur, ditandai dengan penahanan massal dan indoktrinasi politik jutaan orang Uighur.
Selain itu sterilisasi paksa wanita Uighur, penghancuran keluarga Uighur, penindasan sistematis terhadap budaya mereka, dan melancarkan perang terhadap Islam.
"Organisasi kami berkomitmen untuk menjelaskan genosida Tiongkok dan perang terhadap Islam di Turkistan Timur, serta memperjuangkan hak asasi manusia dan kebebasan beragama bagi orang Uighur," kata Abdulhakim, Selasa (30/7/2024).
Sejak tahun 2014, Partai Komunis China telah meluncurkan kebijakan yang bertujuan untuk menghapus budaya, agama, dan identitas etnis Uighur di Turkistan Timur.
Baru-baru ini, sebuah laporan Human Rights Watch pada Januari 2024 menyatakan,peraturan yang direvisi pemerintah Tiongkok di wilayah Xinjiang memperketat kontrol atas praktik keagamaan Muslim Uighur dan merupakan upaya terbaru untuk menekan budaya dan ideologi Uighur.
"Kami berharap ini berfungsi sebagai sumber daya penting dalam meningkatkan kesadaran dan mendapatkan dukungan untuk menghentikan genosida yang sedang berlangsung ini," ujar Abdulhakim.
Pada tahun 2017, otoritas China melancarkan kampanye keras, menahan jutaan orang Uighur dan etnis Turkik lainnya dengan berbagai alasan di kamp-kamp konsentrasi. Mereka dipaksa untuk meninggalkan iman dan identitas budaya mereka serta menerima indoktrinasi politik.
Laporan dari media internasional dan kesaksian para korban telah mendokumentasikan manipulasi, penyiksaan, pelecehan seksual, dan bentuk eksploitasi lainnya yang dirancang untuk menghancurkan tahanan secara fisik dan mental.
Otoritas China juga telah menerapkan tindakan pengendalian kelahiran dan sterilisasi paksa pada wanita Uighur untuk mengekang pertumbuhan populasi Uighur.
"Banyak pemuda Uighur telah dipindahkan ke provinsi-provinsi Tiongkok untuk bekerja sebagai pekerja paksa di pabrik-pabrik," tutupnya.
(maf)