Karakter dan Manajemen Talenta : Isu Kritis Kabinet Mendatang

Senin, 01 Juli 2024 - 12:50 WIB
loading...
Karakter dan Manajemen Talenta : Isu Kritis Kabinet Mendatang
Hendarman - Analis Kebijakan Ahli Utama pada Kemendikbudristek/ Dosen Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan. Foto/Dok Pribadi
A A A
Hendarman
Analis Kebijakan Ahli Utama pada Kemendikbudristek/Dosen Pascasarjana Universitas Pakuan

Janji Pemerintah terkait dengan karakter dikenal sebagai Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Gerakan tersebut secara prinsip dimulai dengan gerakan pendidikan yang memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir dan olahraga. Pelaksanaannya melibatkan seluruh komponen masyarakat (pentahelix) yang meliputi pemerintah, dunia pendidikan, organisasi masyarakat, dunia usaha, dan media.

Janji lain yang juga kritikal yaitu pengelolaan talenta nasional. Janji ini disampaikan Presiden Jokowi dalam bagian pidato terpilih beliau di Sentul, Bogor 14 Juli 2019. Ada dua poin penting dari janji tersebut. Pertama, Pemerintah akan mengidentifikasi, memfasilitasi serta mendukung pendidikan dan pengembangan diri bagi talenta-talenta Indonesia. Kedua, akan dibuat sistem yang mengelola talenta-talenta hebat sehingga bisa membawa negara ini bersaing global.

Kedua janji tersebut ditetapkan sebagai bagian program prioritas lima tahun yang akan berakhir pada Oktober 2024 ini. Pertanyaannya, apakah target sudah tercapai? Apabila belum, apakah kedua isu tersebut masih layak dipertimbangkan pada kabinet mendatang? Jawabannya dapat dilihat dari kebijakan yang sudah diimplementasikan dan capaiannya.

Isu Karakter
Lickona (1991) dalam bukunya Educating for Character: How Our Schools can Teach Respect and Responsibility, mengatakan bahwa pendidikan moral menuju pembentukan watak bukan merupakan gagasan baru. Pendidikan moral sudah ada sejak pendidikan itu dimulai. Menurutnya, pendidikan sebenarnya memiliki dua tujuan besar. Pertama, membantu generasi muda menjadi cerdas. Kedua, pada saat yang bersamaan menjadikan mereka baik dan berkarakter. Karakter atau moral merupakan kunci utama untuk keberhasilan masyarakat yang demokratis.

Pendidikan karakter membentuk nilai-nilai respek terhadap hak-hak masing-masing individu. Misalnya, patuh terhadap aturan atau hukum, mau berperan serta secara voluntir dalam kehidupan bermasyarakat, dan peduli terhadap hal-hal umum yang sifatnya baik. Lickona menegaskan bahwa karakter merupakan bagian-bagian yang saling berkaitan erat antara moral knowing, moral feeling, and moral behavior. Intinya keterkaitan antara pengetahuan, perasaan dan tindakan moral, serta diwujudkan dalam bentuk pembiasaan atau habituasi. Terdapat 3 pembiasaan yaitu pikiran (habits of the mind), nurani (habits of the heart), dan aksi (habits of action).

Apakah kebijakan terkait karakter sudah memberikan hasil positif? Secara umum, yang terjadi makin maraknya kasus-kasus kekerasan di jenjang persekolahan maupun jenjang pendidikan tinggi. Padahal, Pemerintah telah meluncurkan dua peraturan penting terkait kekerasan. Pertama, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Kedua, diterbitkannya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan.

Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 bertujuan membongkar isu predator kekerasan yang terjadi di perguruan tinggi. Peraturan ini memaksa pimpinan perguruan tinggi untuk memiliki nyali menegakkan kebenaran demi kenyamanan proses perkuliahan di kampus. Sedangkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 bertujuan menciptakan pembelajaran yang aman, nyaman, menyenangkan dan tanpa kekerasan di satuan pendidikan.

Maraknya kasus yang muncul dalam pemberitaan seyogianya ditanggapi sebagai dampak positif kedua peraturan tersebut. Peraturan ini sudah menyadarkan berbagai pihak untuk berani bersuara atau “speak-up”. Korban memiliki keberanian melapor, yang tadinya didiamkan saja. Juga akses terhadap proses pengaduan pelaporan dan penindakan dapat dengan mudah diakses publik.
Fakta adalah terungkap 12 korban kasus dugaan kekerasan seksual di salah satu perguruan tinggi di Sumatera Barat. Kasus tidak berhenti pada penyerahan laporan, tetapi ditetapkan sanksi pemberhentian kuliah terhadap pelaku. Kasus pelecehan oleh pimpinan perguruan tinggi di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta juga terungkap. Kasus ini masih dalam tahap pemeriksaan yang cukup lama untuk mendapatkan bukti yang kuat.

Yang terbaru, empat mahasiswa semester akhir di salah satu perguruan tinggi negeri di wilayah timur, mengaku menjadi korban pelecehan seksual. Oknum pelaku adalah kepala departemen di salah satu fakultas. Pelecehan seksual keempat mahasiswa tersebut berlangsung ketika proses bimbingan skripsi.

Belum lagi masalah judi online (judol) yang semakin marak. Judol ternyata melibatkan berbagai lapisan masyarakat sebagai pelaku. Bahkan, pelaku judol juga melibatkan aparat penegak hukum dan wakil rakyat yang duduk sebagai anggota legislatif.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0705 seconds (0.1#10.140)
pixels