Karakter dan Manajemen Talenta : Isu Kritis Kabinet Mendatang
loading...
A
A
A
Hendarman
Analis Kebijakan Ahli Utama pada Kemendikbudristek/Dosen Pascasarjana Universitas Pakuan
Janji Pemerintah terkait dengan karakter dikenal sebagai Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Gerakan tersebut secara prinsip dimulai dengan gerakan pendidikan yang memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir dan olahraga. Pelaksanaannya melibatkan seluruh komponen masyarakat (pentahelix) yang meliputi pemerintah, dunia pendidikan, organisasi masyarakat, dunia usaha, dan media.
Janji lain yang juga kritikal yaitu pengelolaan talenta nasional. Janji ini disampaikan Presiden Jokowi dalam bagian pidato terpilih beliau di Sentul, Bogor 14 Juli 2019. Ada dua poin penting dari janji tersebut. Pertama, Pemerintah akan mengidentifikasi, memfasilitasi serta mendukung pendidikan dan pengembangan diri bagi talenta-talenta Indonesia. Kedua, akan dibuat sistem yang mengelola talenta-talenta hebat sehingga bisa membawa negara ini bersaing global.
Kedua janji tersebut ditetapkan sebagai bagian program prioritas lima tahun yang akan berakhir pada Oktober 2024 ini. Pertanyaannya, apakah target sudah tercapai? Apabila belum, apakah kedua isu tersebut masih layak dipertimbangkan pada kabinet mendatang? Jawabannya dapat dilihat dari kebijakan yang sudah diimplementasikan dan capaiannya.
Isu Karakter
Lickona (1991) dalam bukunya Educating for Character: How Our Schools can Teach Respect and Responsibility, mengatakan bahwa pendidikan moral menuju pembentukan watak bukan merupakan gagasan baru. Pendidikan moral sudah ada sejak pendidikan itu dimulai. Menurutnya, pendidikan sebenarnya memiliki dua tujuan besar. Pertama, membantu generasi muda menjadi cerdas. Kedua, pada saat yang bersamaan menjadikan mereka baik dan berkarakter. Karakter atau moral merupakan kunci utama untuk keberhasilan masyarakat yang demokratis.
Pendidikan karakter membentuk nilai-nilai respek terhadap hak-hak masing-masing individu. Misalnya, patuh terhadap aturan atau hukum, mau berperan serta secara voluntir dalam kehidupan bermasyarakat, dan peduli terhadap hal-hal umum yang sifatnya baik. Lickona menegaskan bahwa karakter merupakan bagian-bagian yang saling berkaitan erat antara moral knowing, moral feeling, and moral behavior. Intinya keterkaitan antara pengetahuan, perasaan dan tindakan moral, serta diwujudkan dalam bentuk pembiasaan atau habituasi. Terdapat 3 pembiasaan yaitu pikiran (habits of the mind), nurani (habits of the heart), dan aksi (habits of action).
Apakah kebijakan terkait karakter sudah memberikan hasil positif? Secara umum, yang terjadi makin maraknya kasus-kasus kekerasan di jenjang persekolahan maupun jenjang pendidikan tinggi. Padahal, Pemerintah telah meluncurkan dua peraturan penting terkait kekerasan. Pertama, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Kedua, diterbitkannya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan.
Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 bertujuan membongkar isu predator kekerasan yang terjadi di perguruan tinggi. Peraturan ini memaksa pimpinan perguruan tinggi untuk memiliki nyali menegakkan kebenaran demi kenyamanan proses perkuliahan di kampus. Sedangkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 bertujuan menciptakan pembelajaran yang aman, nyaman, menyenangkan dan tanpa kekerasan di satuan pendidikan.
Maraknya kasus yang muncul dalam pemberitaan seyogianya ditanggapi sebagai dampak positif kedua peraturan tersebut. Peraturan ini sudah menyadarkan berbagai pihak untuk berani bersuara atau “speak-up”. Korban memiliki keberanian melapor, yang tadinya didiamkan saja. Juga akses terhadap proses pengaduan pelaporan dan penindakan dapat dengan mudah diakses publik.
Fakta adalah terungkap 12 korban kasus dugaan kekerasan seksual di salah satu perguruan tinggi di Sumatera Barat. Kasus tidak berhenti pada penyerahan laporan, tetapi ditetapkan sanksi pemberhentian kuliah terhadap pelaku. Kasus pelecehan oleh pimpinan perguruan tinggi di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta juga terungkap. Kasus ini masih dalam tahap pemeriksaan yang cukup lama untuk mendapatkan bukti yang kuat.
Yang terbaru, empat mahasiswa semester akhir di salah satu perguruan tinggi negeri di wilayah timur, mengaku menjadi korban pelecehan seksual. Oknum pelaku adalah kepala departemen di salah satu fakultas. Pelecehan seksual keempat mahasiswa tersebut berlangsung ketika proses bimbingan skripsi.
Belum lagi masalah judi online (judol) yang semakin marak. Judol ternyata melibatkan berbagai lapisan masyarakat sebagai pelaku. Bahkan, pelaku judol juga melibatkan aparat penegak hukum dan wakil rakyat yang duduk sebagai anggota legislatif.
Dapat dibayangkan pekerjaan rumah besar terkait karakter yang masih harus dilanjutkan di masa mendatang.
Isu Manajemen Talenta
Salah satu isu kritis terkait manajemen talenta yaitu kejelasan pembagian peran dan tugas dan tidak saling tumpeng tindih antara berbagai pemangku kepentingan. Manajemen talenta tersebut bukan semata-mata menjadi kewenangan dan tanggungjawab pemerintah pusat, tetapi merupakan sinergi dengan pemerintah daerah dan juga komunitas serta berbagai pemangku kepentingan lainnya.
Pada tingkat pusat, kementerian atau lembaga terkait perlu saling berkomunikasi. Itu untuk memastikan tentang siapa dan dalam tahap mana harus menjalankan peran sesuai dengan bidang yang diampu sebagaimana digariskan dalam Disain Besar Manajemen Talenta Nasional (DBMTN). Terdapat tiga bidang talenta yang sudah disepakati yaitu riset dan inovasi, seni budaya, dan olahraga. Sayangnya, payung hukum tentang DBMTN ini sampai sekarang belum juga disetujui walaupun sudah dibahas hampir tiga tahun lebih.
Adanya peraturan secara legal, akan menghindarkan kleim bahwa keberhasilan prestasi yang dihasilkan sejak tahap pembibitan atau identifikasi kemudian dijadikan kinerja keberhasilan lembaga atau kementerian tertentu. Akibat belum adanya peraturan, masih belum ada sistem atau mekanisme penelusuran para juara atau pemenang dalam suatu ajang. Juga tidak dapat diidentifikasi apakah ada pembinaan khusus bagi mereka setelah berprestasi? Apakah pemerintah daerah juga ikut memberikan penghargaan khusus bagi talenta, juga tidak dapat ditelusuri.
Tidak adanya mekanisme dimaksud tentu saja akan berdampak kepada pengembangan dan kesinambungan prestasi atau talenta seseorang. Memang selama ini sudah banyak ajang yang diselenggarakan dari tahun ke tahun. Ajang dibagi atas bidang riset dan inovasi, seni budaya dan olahraga. Namun muncul kesan bahwa ajang-ajang tersebut cenderung bersifat rutinitas dengan cabang yang sama tanpa adanya reformasi.
Peraturan yang ada akan memastikan kerangka implementasi manajemen talenta. Kerangka tersebut akan memastikan tahapan pembinaan talenta, yaitu dimulai dari identifikasi, pengembangan, aktualisasi, pengakuan dan penghargaan, hingga kapitalisasi talenta. Talenta dengan minat dan bakat terentu akan mudah ditemukenali dan mendapatkan proses pendampingan dan pelatihan yang proporsional.
Pada tahap selanjutnya talenta berpartisipasi dalam ajang-ajang berupa lomba atau kompetisi sesuai dengan bakat dan minat untuk pencapaian prestasi. Pencapaian prestasi seyogianya diikuti dengan adanya pengakuan dan penghargaan. Misal, jaminan karier belajar bagi peserta didik dan pengakuan bagi penyelenggara ajang. Pemberian beasiswa menjadi salah satu bentuk yang dapat memotivasi, selain pemberian “karpet merah” untuk diterima pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Tanggungjawab Kabinet Mendatang
Isu karakter dan manajemen talenta sudah seharusnya dijadikan pertimbangan khusus dalam pemerintahan baru ke depan. Wajah kualitas sumber daya manusia dan pendidikan akan sangat terpengaruh negatif apabila kedua isu yang saling terkait tersebut diabaikan.
Menarik karena pada saat ini, kementerian tertentu sudah membentuk satuan kerja atau unit yang diberikan mandat serta tugas dan fungsi khusus menangani dan mengoordinasikan isu karakter dan manajemen talenta yang dimulai dari jenjang pendidikan dari pendidikan anak usia dini hingga perguruan tinggi. Sudah banyak program dan terobosan inovatif yang dihasilkan oleh pembentukan satuan kerja atau unit dimaksud.
Kebijakan-kebijakan juga sudah diimplementasikan dan berdampak meningkatkan kesadaran pentingnya rasa aman, nyaman dan menyenangkan serta bebas kekerasan di dalam lingkungan pembelajaran. Kebijakan yang ada juga sudah meningkatkan motivasi kepada peserta didik untuk lebih berprestasi, tidak hanya untuk kepentingan diri sendiri, tetapi juga membawa nama baik daerah dan bangsa. Apalagi banyak dari mereka diganjar dengan pemberian beasiswa untuk belajar di perguruan tinggi baik di luar negeri maupun di dalam negeri, yang sudah memiliki kredibilitas atau pengakuan di tingkat dunia.
Keberlanjutan dan kesinambungan seyogianya menjadi prinsip dasar agar kedua isu utama ini tetap sebagai prioritas. Di samping itu juga pertimbangan khusus untuk lebih memberdayakan satuan kerja atau unit yang sudah dibentuk. Yang mungkin perlu dievaluasi adalah agar program-program ke depan tidak hanya mengutamakan pengukuran capaian kinerja secara output. Dampak dari kebijakan ke depan seyogianya diukur terhadap outcomes, minimal adanya perubahan perilaku.
Analis Kebijakan Ahli Utama pada Kemendikbudristek/Dosen Pascasarjana Universitas Pakuan
Janji Pemerintah terkait dengan karakter dikenal sebagai Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Gerakan tersebut secara prinsip dimulai dengan gerakan pendidikan yang memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir dan olahraga. Pelaksanaannya melibatkan seluruh komponen masyarakat (pentahelix) yang meliputi pemerintah, dunia pendidikan, organisasi masyarakat, dunia usaha, dan media.
Janji lain yang juga kritikal yaitu pengelolaan talenta nasional. Janji ini disampaikan Presiden Jokowi dalam bagian pidato terpilih beliau di Sentul, Bogor 14 Juli 2019. Ada dua poin penting dari janji tersebut. Pertama, Pemerintah akan mengidentifikasi, memfasilitasi serta mendukung pendidikan dan pengembangan diri bagi talenta-talenta Indonesia. Kedua, akan dibuat sistem yang mengelola talenta-talenta hebat sehingga bisa membawa negara ini bersaing global.
Kedua janji tersebut ditetapkan sebagai bagian program prioritas lima tahun yang akan berakhir pada Oktober 2024 ini. Pertanyaannya, apakah target sudah tercapai? Apabila belum, apakah kedua isu tersebut masih layak dipertimbangkan pada kabinet mendatang? Jawabannya dapat dilihat dari kebijakan yang sudah diimplementasikan dan capaiannya.
Isu Karakter
Lickona (1991) dalam bukunya Educating for Character: How Our Schools can Teach Respect and Responsibility, mengatakan bahwa pendidikan moral menuju pembentukan watak bukan merupakan gagasan baru. Pendidikan moral sudah ada sejak pendidikan itu dimulai. Menurutnya, pendidikan sebenarnya memiliki dua tujuan besar. Pertama, membantu generasi muda menjadi cerdas. Kedua, pada saat yang bersamaan menjadikan mereka baik dan berkarakter. Karakter atau moral merupakan kunci utama untuk keberhasilan masyarakat yang demokratis.
Pendidikan karakter membentuk nilai-nilai respek terhadap hak-hak masing-masing individu. Misalnya, patuh terhadap aturan atau hukum, mau berperan serta secara voluntir dalam kehidupan bermasyarakat, dan peduli terhadap hal-hal umum yang sifatnya baik. Lickona menegaskan bahwa karakter merupakan bagian-bagian yang saling berkaitan erat antara moral knowing, moral feeling, and moral behavior. Intinya keterkaitan antara pengetahuan, perasaan dan tindakan moral, serta diwujudkan dalam bentuk pembiasaan atau habituasi. Terdapat 3 pembiasaan yaitu pikiran (habits of the mind), nurani (habits of the heart), dan aksi (habits of action).
Apakah kebijakan terkait karakter sudah memberikan hasil positif? Secara umum, yang terjadi makin maraknya kasus-kasus kekerasan di jenjang persekolahan maupun jenjang pendidikan tinggi. Padahal, Pemerintah telah meluncurkan dua peraturan penting terkait kekerasan. Pertama, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Kedua, diterbitkannya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan.
Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 bertujuan membongkar isu predator kekerasan yang terjadi di perguruan tinggi. Peraturan ini memaksa pimpinan perguruan tinggi untuk memiliki nyali menegakkan kebenaran demi kenyamanan proses perkuliahan di kampus. Sedangkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 bertujuan menciptakan pembelajaran yang aman, nyaman, menyenangkan dan tanpa kekerasan di satuan pendidikan.
Maraknya kasus yang muncul dalam pemberitaan seyogianya ditanggapi sebagai dampak positif kedua peraturan tersebut. Peraturan ini sudah menyadarkan berbagai pihak untuk berani bersuara atau “speak-up”. Korban memiliki keberanian melapor, yang tadinya didiamkan saja. Juga akses terhadap proses pengaduan pelaporan dan penindakan dapat dengan mudah diakses publik.
Fakta adalah terungkap 12 korban kasus dugaan kekerasan seksual di salah satu perguruan tinggi di Sumatera Barat. Kasus tidak berhenti pada penyerahan laporan, tetapi ditetapkan sanksi pemberhentian kuliah terhadap pelaku. Kasus pelecehan oleh pimpinan perguruan tinggi di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta juga terungkap. Kasus ini masih dalam tahap pemeriksaan yang cukup lama untuk mendapatkan bukti yang kuat.
Yang terbaru, empat mahasiswa semester akhir di salah satu perguruan tinggi negeri di wilayah timur, mengaku menjadi korban pelecehan seksual. Oknum pelaku adalah kepala departemen di salah satu fakultas. Pelecehan seksual keempat mahasiswa tersebut berlangsung ketika proses bimbingan skripsi.
Belum lagi masalah judi online (judol) yang semakin marak. Judol ternyata melibatkan berbagai lapisan masyarakat sebagai pelaku. Bahkan, pelaku judol juga melibatkan aparat penegak hukum dan wakil rakyat yang duduk sebagai anggota legislatif.
Dapat dibayangkan pekerjaan rumah besar terkait karakter yang masih harus dilanjutkan di masa mendatang.
Isu Manajemen Talenta
Salah satu isu kritis terkait manajemen talenta yaitu kejelasan pembagian peran dan tugas dan tidak saling tumpeng tindih antara berbagai pemangku kepentingan. Manajemen talenta tersebut bukan semata-mata menjadi kewenangan dan tanggungjawab pemerintah pusat, tetapi merupakan sinergi dengan pemerintah daerah dan juga komunitas serta berbagai pemangku kepentingan lainnya.
Pada tingkat pusat, kementerian atau lembaga terkait perlu saling berkomunikasi. Itu untuk memastikan tentang siapa dan dalam tahap mana harus menjalankan peran sesuai dengan bidang yang diampu sebagaimana digariskan dalam Disain Besar Manajemen Talenta Nasional (DBMTN). Terdapat tiga bidang talenta yang sudah disepakati yaitu riset dan inovasi, seni budaya, dan olahraga. Sayangnya, payung hukum tentang DBMTN ini sampai sekarang belum juga disetujui walaupun sudah dibahas hampir tiga tahun lebih.
Adanya peraturan secara legal, akan menghindarkan kleim bahwa keberhasilan prestasi yang dihasilkan sejak tahap pembibitan atau identifikasi kemudian dijadikan kinerja keberhasilan lembaga atau kementerian tertentu. Akibat belum adanya peraturan, masih belum ada sistem atau mekanisme penelusuran para juara atau pemenang dalam suatu ajang. Juga tidak dapat diidentifikasi apakah ada pembinaan khusus bagi mereka setelah berprestasi? Apakah pemerintah daerah juga ikut memberikan penghargaan khusus bagi talenta, juga tidak dapat ditelusuri.
Tidak adanya mekanisme dimaksud tentu saja akan berdampak kepada pengembangan dan kesinambungan prestasi atau talenta seseorang. Memang selama ini sudah banyak ajang yang diselenggarakan dari tahun ke tahun. Ajang dibagi atas bidang riset dan inovasi, seni budaya dan olahraga. Namun muncul kesan bahwa ajang-ajang tersebut cenderung bersifat rutinitas dengan cabang yang sama tanpa adanya reformasi.
Peraturan yang ada akan memastikan kerangka implementasi manajemen talenta. Kerangka tersebut akan memastikan tahapan pembinaan talenta, yaitu dimulai dari identifikasi, pengembangan, aktualisasi, pengakuan dan penghargaan, hingga kapitalisasi talenta. Talenta dengan minat dan bakat terentu akan mudah ditemukenali dan mendapatkan proses pendampingan dan pelatihan yang proporsional.
Pada tahap selanjutnya talenta berpartisipasi dalam ajang-ajang berupa lomba atau kompetisi sesuai dengan bakat dan minat untuk pencapaian prestasi. Pencapaian prestasi seyogianya diikuti dengan adanya pengakuan dan penghargaan. Misal, jaminan karier belajar bagi peserta didik dan pengakuan bagi penyelenggara ajang. Pemberian beasiswa menjadi salah satu bentuk yang dapat memotivasi, selain pemberian “karpet merah” untuk diterima pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Tanggungjawab Kabinet Mendatang
Isu karakter dan manajemen talenta sudah seharusnya dijadikan pertimbangan khusus dalam pemerintahan baru ke depan. Wajah kualitas sumber daya manusia dan pendidikan akan sangat terpengaruh negatif apabila kedua isu yang saling terkait tersebut diabaikan.
Menarik karena pada saat ini, kementerian tertentu sudah membentuk satuan kerja atau unit yang diberikan mandat serta tugas dan fungsi khusus menangani dan mengoordinasikan isu karakter dan manajemen talenta yang dimulai dari jenjang pendidikan dari pendidikan anak usia dini hingga perguruan tinggi. Sudah banyak program dan terobosan inovatif yang dihasilkan oleh pembentukan satuan kerja atau unit dimaksud.
Kebijakan-kebijakan juga sudah diimplementasikan dan berdampak meningkatkan kesadaran pentingnya rasa aman, nyaman dan menyenangkan serta bebas kekerasan di dalam lingkungan pembelajaran. Kebijakan yang ada juga sudah meningkatkan motivasi kepada peserta didik untuk lebih berprestasi, tidak hanya untuk kepentingan diri sendiri, tetapi juga membawa nama baik daerah dan bangsa. Apalagi banyak dari mereka diganjar dengan pemberian beasiswa untuk belajar di perguruan tinggi baik di luar negeri maupun di dalam negeri, yang sudah memiliki kredibilitas atau pengakuan di tingkat dunia.
Keberlanjutan dan kesinambungan seyogianya menjadi prinsip dasar agar kedua isu utama ini tetap sebagai prioritas. Di samping itu juga pertimbangan khusus untuk lebih memberdayakan satuan kerja atau unit yang sudah dibentuk. Yang mungkin perlu dievaluasi adalah agar program-program ke depan tidak hanya mengutamakan pengukuran capaian kinerja secara output. Dampak dari kebijakan ke depan seyogianya diukur terhadap outcomes, minimal adanya perubahan perilaku.
(wur)