Memahami Target Kerja Sama Pertahanan Indonesia
loading...
A
A
A
Dengan Uni Emirate Arab (UEA) diarahkan untuk mengembangkan produksi bersama industri pertahanan kedua negara, seperti produksi amunisi dan komponen senapan. Secara detail, perjanjian meliputi pertukaran informasi, industri pertahanan, dan peningkatan kapasitas.
Selanjutnya kerja sama dengan Kamboja difokuskan pada dialog, pertukaran kunjungan, pertukaran informasi ilmu dan teknologi pertahanan, dan peningkatan kapasitas SDM. Perjanjian juga diharapkan dapat membuka peluang peningkatan ekspor produk senjata buatan Indonesia di mana Kamboja merupakan salah satu negara tujuan.
Sedangkan dengan Brazil kerja sama sangat tepat karena merupakan kekuatan militer kedua di belahan bumi bagian barat setelah AS, dan memiliki jaringan industri pertahanan yang mapan dengan 220 industri pertahanan yang melayani 85 negara mitra.
Rencananya, kerja sama yang dilakukan mencakup kunjungan dan pertemuan antar-institus, pengembangan SDM, serta pengetahuan dan pengalaman. Perjanjian kerja sama akan membuka peluang kerjasama lain, terutama dukungan logistik, transfer of technology (ToT), joint research, joint production, dan joint marketing.
Pondasi Kerja Sama Pertahanan
Kehadiran negara, dalam hal ini Indonesia, sudah jelas di antaranya adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah. Amanat ini tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Untuk tujuan inilah, pemerintah mempunyai kewajiban untuk memperkuat pertahanan dengan segala cara agar negara memiliki kapasitas melindungi negara dan rakyatnya.
Dalam konteks kerja sama pertahanan, ada dua variabel yang harus dipahami, yakni kerja sama dengan negara lain atau komunitas internasional atau hubungan internasional, dan pertahanan negara. Untuk hubungan internasional, lazimnya dilakukan untuk menjaga perdamaian dunia dan keamanan internasional.
Selain itu, hubungan internasional juga diarahkan untuk meningkatkan kerja sama internasional dalam bidang politik, ekonomi dan sosial budaya. Sesuai Pasal 2 UU No 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, hubungan luar negeri berpedoman pada Pancasila, UUD 1945, dan GBHN, yang diselenggarakan sesuai dengan politik luar negeri, peraturan perundang-undangan nasional dan hukum serta kebiasaan internasional.
Disebutkan dalam Pasal 4, politik luar negeri Indonesia menganut prinsip bebas aktif demi kepentingan nasional yang dilaksanakan melalui diplomasi yang kreatif, aktif, dan antisipatif, tidak sekadar rutin dan reaktif, tetapi juga teguh dalam prinsip dan pendirian, serta rasional dan luwes.
Sedangkan UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara mendefinisikan sebagai segala usaha untuk mempertahanankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Selanjutnya kerja sama dengan Kamboja difokuskan pada dialog, pertukaran kunjungan, pertukaran informasi ilmu dan teknologi pertahanan, dan peningkatan kapasitas SDM. Perjanjian juga diharapkan dapat membuka peluang peningkatan ekspor produk senjata buatan Indonesia di mana Kamboja merupakan salah satu negara tujuan.
Sedangkan dengan Brazil kerja sama sangat tepat karena merupakan kekuatan militer kedua di belahan bumi bagian barat setelah AS, dan memiliki jaringan industri pertahanan yang mapan dengan 220 industri pertahanan yang melayani 85 negara mitra.
Rencananya, kerja sama yang dilakukan mencakup kunjungan dan pertemuan antar-institus, pengembangan SDM, serta pengetahuan dan pengalaman. Perjanjian kerja sama akan membuka peluang kerjasama lain, terutama dukungan logistik, transfer of technology (ToT), joint research, joint production, dan joint marketing.
Pondasi Kerja Sama Pertahanan
Kehadiran negara, dalam hal ini Indonesia, sudah jelas di antaranya adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah. Amanat ini tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Untuk tujuan inilah, pemerintah mempunyai kewajiban untuk memperkuat pertahanan dengan segala cara agar negara memiliki kapasitas melindungi negara dan rakyatnya.
Dalam konteks kerja sama pertahanan, ada dua variabel yang harus dipahami, yakni kerja sama dengan negara lain atau komunitas internasional atau hubungan internasional, dan pertahanan negara. Untuk hubungan internasional, lazimnya dilakukan untuk menjaga perdamaian dunia dan keamanan internasional.
Selain itu, hubungan internasional juga diarahkan untuk meningkatkan kerja sama internasional dalam bidang politik, ekonomi dan sosial budaya. Sesuai Pasal 2 UU No 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, hubungan luar negeri berpedoman pada Pancasila, UUD 1945, dan GBHN, yang diselenggarakan sesuai dengan politik luar negeri, peraturan perundang-undangan nasional dan hukum serta kebiasaan internasional.
Disebutkan dalam Pasal 4, politik luar negeri Indonesia menganut prinsip bebas aktif demi kepentingan nasional yang dilaksanakan melalui diplomasi yang kreatif, aktif, dan antisipatif, tidak sekadar rutin dan reaktif, tetapi juga teguh dalam prinsip dan pendirian, serta rasional dan luwes.
Sedangkan UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara mendefinisikan sebagai segala usaha untuk mempertahanankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.