Memahami Target Kerja Sama Pertahanan Indonesia
loading...
A
A
A
KEUNTUNGAN apakah yang akan diperoleh Indonesia dalam membangun kerja sama pertahanan dengan negara lain? Barangkali respons inilah yang muncul saat pemerintah akan meratifikasi kerja sama pertahanan dengan Brazil, Prancis, Kamboja, India, dan Uni Emirat Arab (UEA).
baca juga: Indonesia - Prancis Tingkatkan Kerja Sama Pertahanan
Kerja sama pertahanan dengan kelima negara sahabat tersebut menjadi fokus pembicaraan Menlu Retno Marsudi dan Wamenhan Letjen (Purn) M Herindra dengan Komisi I DPR dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), di Gedung DPR RI Senayan, Rabu (19/06). Rencananya, pengesahan ratifikasi untuk menjadi undang-undang (UU) akan dilakukan setelah Komisi I DPR menggelar RDP lanjutan dengan beberapa kementerian terkait, yaitu Kemlu, Kemhan, dan Kemenkumham.
Retno Marsudi meyakinkan, kerja sama pertahanan akan sangat bermanfaat bagi pengembangan industri pertahanan Indonesia, mengintensifkan kerja sama pertahanan, serta meletakkan landasan hukum kerja sama pertahanan. Hubungan tersebut akan berdasarkan prinsip kesetaraan, keuntungan bersama, dan penghormatan penuh atas kedaulatan dan integritas teritorial.
Lantas, bagaimana implementasi kerja sama yang akan dilakukan dengan kelima negara? Target yang ingin dicapai untuk masing-masing negara tentu berbeda-beda. Hanya secara garis besar kerjasama pertahanan diarahkan untuk pertukaran kunjungan, dialog, penguatan SDM, pengembangan iptek alutsista, serta produk bersama alutsista.
Dalam paparannya di depan Komisi I DPR, Retno Marsudi membeberkan bahwa dengan India kerja sama diharapkan membuka pintu untuk pengembangan teknologi dan industri pertahanan dan peningkatan kualitas SDM pertahanan. Pemerintah menganggap India merupakan negara yang mampu mengembangkan kapabilitas pertahanan secara signifikan hingga mampu mengekspor produk pertahanan.
Fantatisnya, jumlah nilai ekspor meningkat 21x lipat hanya dalam satu dekade terakhir. Secara kongkret dijabarkan Retno Marsudi, kerja sama dilakukan dalam bentuk pendidikan, pelatihan, latihan militer bersama, pengembangan bidang sains dan teknologi pertahanan, pertukaran personel, serta dukungan logistik.
Adapun dengan Prancis, kerja sama pertahanan dengan negeri tersebut sangat strategis karena merupakan negara anggota Dewan Keamanan PBB, memiliki industri pertahanan maju dan merupakan eksporter poduk pertahanan terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat (AS), dan mitra potensial dalam memajukan industri pertahanan dalam negeri.
Perjanjian yang dibangun dengan Paris mencakup bidang intelijen pertahanan, pendidikan dan pelatihan, ilmu pengetahuan dan teknologi bidang pertahanan, pemeliharaan perdamaian, bantuan kemanusiaan; produk dan pengembangan bersama peralatan pertahanan.
baca juga: Menhan Prabowo Bertemu Menlu Turki, Bahas Kerja Sama Pertahanan
Dengan Uni Emirate Arab (UEA) diarahkan untuk mengembangkan produksi bersama industri pertahanan kedua negara, seperti produksi amunisi dan komponen senapan. Secara detail, perjanjian meliputi pertukaran informasi, industri pertahanan, dan peningkatan kapasitas.
Selanjutnya kerja sama dengan Kamboja difokuskan pada dialog, pertukaran kunjungan, pertukaran informasi ilmu dan teknologi pertahanan, dan peningkatan kapasitas SDM. Perjanjian juga diharapkan dapat membuka peluang peningkatan ekspor produk senjata buatan Indonesia di mana Kamboja merupakan salah satu negara tujuan.
Sedangkan dengan Brazil kerja sama sangat tepat karena merupakan kekuatan militer kedua di belahan bumi bagian barat setelah AS, dan memiliki jaringan industri pertahanan yang mapan dengan 220 industri pertahanan yang melayani 85 negara mitra.
Rencananya, kerja sama yang dilakukan mencakup kunjungan dan pertemuan antar-institus, pengembangan SDM, serta pengetahuan dan pengalaman. Perjanjian kerja sama akan membuka peluang kerjasama lain, terutama dukungan logistik, transfer of technology (ToT), joint research, joint production, dan joint marketing.
Pondasi Kerja Sama Pertahanan
Kehadiran negara, dalam hal ini Indonesia, sudah jelas di antaranya adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah. Amanat ini tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Untuk tujuan inilah, pemerintah mempunyai kewajiban untuk memperkuat pertahanan dengan segala cara agar negara memiliki kapasitas melindungi negara dan rakyatnya.
Dalam konteks kerja sama pertahanan, ada dua variabel yang harus dipahami, yakni kerja sama dengan negara lain atau komunitas internasional atau hubungan internasional, dan pertahanan negara. Untuk hubungan internasional, lazimnya dilakukan untuk menjaga perdamaian dunia dan keamanan internasional.
Selain itu, hubungan internasional juga diarahkan untuk meningkatkan kerja sama internasional dalam bidang politik, ekonomi dan sosial budaya. Sesuai Pasal 2 UU No 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, hubungan luar negeri berpedoman pada Pancasila, UUD 1945, dan GBHN, yang diselenggarakan sesuai dengan politik luar negeri, peraturan perundang-undangan nasional dan hukum serta kebiasaan internasional.
Disebutkan dalam Pasal 4, politik luar negeri Indonesia menganut prinsip bebas aktif demi kepentingan nasional yang dilaksanakan melalui diplomasi yang kreatif, aktif, dan antisipatif, tidak sekadar rutin dan reaktif, tetapi juga teguh dalam prinsip dan pendirian, serta rasional dan luwes.
Sedangkan UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara mendefinisikan sebagai segala usaha untuk mempertahanankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Upaya pengembangan sistem pertahanan negara sangat erat kaitannya dengan sumber daya strategis pertahanan yang terdiri atas anggaran pertahanan, infrastruktur militer, postur pertahanan, industri pertahanan, serta kemampuan logistik pertahanan.
Dalam konstitusi juga digariskan, pertahanan negara disusun berdasarkan prinsip demokrasi, hak asasi manusia, kesejahteraan umum, lingkungan hidup, ketentuan hukum nasional, hukum internasional dan kebiasaan internasional, serta prinsip hidup berdampingan secara damai dengan memerhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.
Pada momen di depan DPR, Menlu Retno Marsudi juga menegaskan, kerja sama pertahanan akan dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip yang dipegang Indonesia, antara lain politik luar negeri bebas aktif. Dia juga menandaskan, kerja sama ini bukan merupakan pakta pertahanan atau aliansi militer namun penguatan kerja sama dan confidence building Measures dalam rangka turut menjaga integritas wilayah republik Indonesia dan memperkuat pertahanan serta dalam rangka ikut menjaga perdamaian dunia.
Prancis Sebagai Contoh Sukses
Kerja sama pertahanan yang dilakukan Indonesia bukan hanya dilakukan dengan Brasil, Prancis, Kamboja, India dan Uni Emirat Arab. Sebelumnya, negeri ini juga telah melakukan kerja sama pertahanan dengan banyak negara seperti Singapura, China, dan Korea Selatan. Sejauh ini, kerja sama yang dilakukan mengarah pada hubungan bilateral, bukan dalam bentuk aliansi semisal AUKUS.
baca juga: Menhan Prabowo-PM Singapura Sepakat Perkuat Kerja Sama Pertahanan
Bila ditelusuri, kerja sama pertahanan dilakukan dengan tujuan strategis tertentu dan mempertemukan kepentingan atau national interest kedua belah pihak, dalam hal ini antara Indonesia dengan negara mitra. Kepentingan dimaksud adalah memperkuat kerja sama pertahanan, yang pada dinamikanya bersangkut-paut dengan kepentingan ekonomi.
Semisal dengan Prancis. Kerja sama pertahanan dengan negara tersebut menapak sejarah saat Menhan Prabowo Subianto berkunjung ke Paris untuk memenuhi undangan Menhan Perancis Florence Parly, pada 2021 silam, untuk menandatangani perjanjian kerja sama di bidang pertahanan (Defence Cooperation Agreement/DCA).
Perjanjian kerja sama tersebut disaksikan Dubes RI untuk Prancis Arrmanatha Nasir serta Atase Pertahanan RI dan Asisten Khusus Menhan, di kantor Kementerian Pertahanan Prancis. Pembentukankerja sama itu sebagai tindak lanjut pertemuan sebelumnya yang digelar pada Januari 2020. DCA bukan hanya menjadi menjadi payung kerja sama pertahanan, tetapi juga memperkokoh kemitraan strategis kedua negara yang ditandatangani sejak 2011.
Perjanjian kerja sama pertahanan ini di antaranya meliputi bidang intelijen, pelatihan dan pendidikan militer, ilmu pengetahuan dan teknologi, industri pertahanan, kerjasama pasukan pemelihara perdamaian, pemberantasan terorisme serta pengembangan dan penelitian industri pertahanan termasuk produksi bersama.
Melalui DCA, Indonesia-Prancis sepakat meningkatkan dan memperkuat hubungan bilateral yang telah terjalin melalui kegiatan kerja sama di bidang pertahanan berdasarkan prinsip kesetaraan, saling percaya dan dialog. Kedua negara juga memandang perlunya memperkuat hubungan persahabatan dan kerja sama teknis yang telah ada berdasarkan penghormatan penuh atas hak kedaulatan dan keutuhan wilayah serta prinsip kesetaraan dan tidak mencampuri urusan dalam negeri serta saling menguntungkan.
Dengan DCA pula, kedua negara berpeluang memaksimalkan potensi dan keunggulan (competitive advantage) kekuatan masing-masing, seperti pengembangan keamanan siber dan kerja sama alutsista untuk memajukan kapasitas industri pertahanan Indonesia, dan menjadikan Indonesia sebagai bagian dari global production chain produk alutsista.
Adanya perjanjian kerja sama pertahanan ini diharapkan dapat meningkatkan interaksi antara kedua negara di bidang pertahanan, sebagai salah satu sektor kerja sama utama dalam kesepakatan kemitraan strategis kedua negara. Selain DCA juga diarahkan untuk kerja sama di antara angkatan bersenjata kedua negara, seperti antara kedua angkatan udara dan darat, khususnya di bidang pelatihan dan pendidikan.
Pasca kesepakatan DCA, hubungan Indonesia-Prancis semakin menguat dengan adanya two plus two yang melibatkan Menlu Retno Marsudi-Menhan Prabowo Subianto dengan Menlu Prancis Catherine Colonna-Menhan Prancis Sébastien Lecornu di Prancis, pada Juli 2023. Pertemuan two plus two dengan Prancis disebut sebagai kali pertama dilakukan dengan negara Eropa dan yang pertama pula dengan negara B5.
Berdasar keterangan Menlu Retno Marsudi, pertemuan digelar untuk memperkokoh kemitraan strategis yang telah dibangun kedua negara, dengan landasan prinsip saling menghormati dan saling menguntungkan. Penguatan kemitraan strategis juga dilakukan untuk memberi kontribusi positif pada terciptanya dunia yang lebih stabil, aman, dan damai.
Kedua negara juga menjadikan kerja sama pertahanan sebagai poin utama pembahasan. Kerja sama yang dibangun bukan sebatas jual beli alutsista, namun juga transfer of technology (ToT), serta pengembangan dan produksi bersama alutsista.
baca juga: Perkuat Kerja Sama Pertahanan, Panglima TNI Kunjungi Markas Angkatan Bersenjata Perancis
Tak dapat dimungkiri, sejak menjalin hubungan diplomatik pada 1950 dan kesepakatan menjalin kemitraan strategis pada 2011 yang ditandai dengan kunjungan Perdana Menteri François Fillon berkunjung ke Indonesia pada 30 Juni - 2 Juli, Indonesia banyak mendapat dukungan alutsista dari Prancis. Alutsista dimaksud antara lain rudal Exocet, radar Thomson, tank AMX, panser Anoa yang diadopsi dari panser VAB, meriam Caesar 155 dan lainnya.
Meningkatnya hubungan kerja sama pertahanan, realitasnya bisa diukur dengan dukungan penuh perusahaan dari Prancis mendukung implementasii UU No 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, yang di dalamnya mengamanatkan skema ToT dalam setiap transaksi alutsista.
Tercatat, kerja sama antara lain dilakukan Arquus dari Prancis berkolaborasi dengan PT Pindad meningkatkan kualitas panser Anoa dan panser kanon Badak 6x6. Pindad juga menjalin kerja sama dengan Nexter untuk memproduksi amunisi kaliber besar, dalam hal ini amunisi tank 120 mm. PT Dahana merangkul dua perusahaan Prancis, Eurenco dan Roxel, untuk membuat propelan yang merupakan bahan dasar pembuatan amunisi.
Belakangan, kerja sama mengalami akselerasi dengan adanya transaksi 42 pesawat Dassault Rafale dan kapal selam Scorpene Evolved. Untuk produk alutsista terakhir, Naval Group memberi kesempatan kepada PT PAL untuk mengerjakan dua kapal selam yang dibeli. Kesempatan tersebut tentu dimulai dengan dukungan dan asistensi pengembangan SDM, bantuan teknologi, dan keperluan lain yang dibutuhkan agar PT PAL memiliki kapabilitas mengerjalan state of the art kapal selam tersebut.
Kerja sama pertahanan dengan Prancis adalah sebuah contoh ideal. Walaupun tidak seideal dengan negeri Napoleon Bonaparte tersebut, kerja sama dengan Brazil, India, UEA dan Kamboja juga mendatangkan keuntungan. Hanya saja, kadar yang diraih kedua belah pihak sesuai dengan keunggulan komparatif dan kompetitif masing-masing pihak.
Namun yang pasti, dengan perjanjian kerja sama kedua negara akan saling memberikan dukungan untuk berbagai kebutuhan memperkuat pertahanan dalam aspek yang lebih luas. Selain mengincar manfaat di bidang pertahanan, kerja sama pertahanan yang dilakukan tetap tidak boleh melupakan prinsip hubungan luar negeri bebas aktif.
Karena itu, Indonesia pun harus tetap menjalin hubungan baik dengan negara-negara lain, tanpa menegasikan satu sama lain. Selain itu, kerja sama pertahanan juga harus tetap berorientasi mengampanyekan perdamaian dunia seperti diamanatkan konstitusi. (*)
baca juga: Indonesia - Prancis Tingkatkan Kerja Sama Pertahanan
Kerja sama pertahanan dengan kelima negara sahabat tersebut menjadi fokus pembicaraan Menlu Retno Marsudi dan Wamenhan Letjen (Purn) M Herindra dengan Komisi I DPR dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), di Gedung DPR RI Senayan, Rabu (19/06). Rencananya, pengesahan ratifikasi untuk menjadi undang-undang (UU) akan dilakukan setelah Komisi I DPR menggelar RDP lanjutan dengan beberapa kementerian terkait, yaitu Kemlu, Kemhan, dan Kemenkumham.
Retno Marsudi meyakinkan, kerja sama pertahanan akan sangat bermanfaat bagi pengembangan industri pertahanan Indonesia, mengintensifkan kerja sama pertahanan, serta meletakkan landasan hukum kerja sama pertahanan. Hubungan tersebut akan berdasarkan prinsip kesetaraan, keuntungan bersama, dan penghormatan penuh atas kedaulatan dan integritas teritorial.
Lantas, bagaimana implementasi kerja sama yang akan dilakukan dengan kelima negara? Target yang ingin dicapai untuk masing-masing negara tentu berbeda-beda. Hanya secara garis besar kerjasama pertahanan diarahkan untuk pertukaran kunjungan, dialog, penguatan SDM, pengembangan iptek alutsista, serta produk bersama alutsista.
Dalam paparannya di depan Komisi I DPR, Retno Marsudi membeberkan bahwa dengan India kerja sama diharapkan membuka pintu untuk pengembangan teknologi dan industri pertahanan dan peningkatan kualitas SDM pertahanan. Pemerintah menganggap India merupakan negara yang mampu mengembangkan kapabilitas pertahanan secara signifikan hingga mampu mengekspor produk pertahanan.
Fantatisnya, jumlah nilai ekspor meningkat 21x lipat hanya dalam satu dekade terakhir. Secara kongkret dijabarkan Retno Marsudi, kerja sama dilakukan dalam bentuk pendidikan, pelatihan, latihan militer bersama, pengembangan bidang sains dan teknologi pertahanan, pertukaran personel, serta dukungan logistik.
Adapun dengan Prancis, kerja sama pertahanan dengan negeri tersebut sangat strategis karena merupakan negara anggota Dewan Keamanan PBB, memiliki industri pertahanan maju dan merupakan eksporter poduk pertahanan terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat (AS), dan mitra potensial dalam memajukan industri pertahanan dalam negeri.
Perjanjian yang dibangun dengan Paris mencakup bidang intelijen pertahanan, pendidikan dan pelatihan, ilmu pengetahuan dan teknologi bidang pertahanan, pemeliharaan perdamaian, bantuan kemanusiaan; produk dan pengembangan bersama peralatan pertahanan.
baca juga: Menhan Prabowo Bertemu Menlu Turki, Bahas Kerja Sama Pertahanan
Dengan Uni Emirate Arab (UEA) diarahkan untuk mengembangkan produksi bersama industri pertahanan kedua negara, seperti produksi amunisi dan komponen senapan. Secara detail, perjanjian meliputi pertukaran informasi, industri pertahanan, dan peningkatan kapasitas.
Selanjutnya kerja sama dengan Kamboja difokuskan pada dialog, pertukaran kunjungan, pertukaran informasi ilmu dan teknologi pertahanan, dan peningkatan kapasitas SDM. Perjanjian juga diharapkan dapat membuka peluang peningkatan ekspor produk senjata buatan Indonesia di mana Kamboja merupakan salah satu negara tujuan.
Sedangkan dengan Brazil kerja sama sangat tepat karena merupakan kekuatan militer kedua di belahan bumi bagian barat setelah AS, dan memiliki jaringan industri pertahanan yang mapan dengan 220 industri pertahanan yang melayani 85 negara mitra.
Rencananya, kerja sama yang dilakukan mencakup kunjungan dan pertemuan antar-institus, pengembangan SDM, serta pengetahuan dan pengalaman. Perjanjian kerja sama akan membuka peluang kerjasama lain, terutama dukungan logistik, transfer of technology (ToT), joint research, joint production, dan joint marketing.
Pondasi Kerja Sama Pertahanan
Kehadiran negara, dalam hal ini Indonesia, sudah jelas di antaranya adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah. Amanat ini tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Untuk tujuan inilah, pemerintah mempunyai kewajiban untuk memperkuat pertahanan dengan segala cara agar negara memiliki kapasitas melindungi negara dan rakyatnya.
Dalam konteks kerja sama pertahanan, ada dua variabel yang harus dipahami, yakni kerja sama dengan negara lain atau komunitas internasional atau hubungan internasional, dan pertahanan negara. Untuk hubungan internasional, lazimnya dilakukan untuk menjaga perdamaian dunia dan keamanan internasional.
Selain itu, hubungan internasional juga diarahkan untuk meningkatkan kerja sama internasional dalam bidang politik, ekonomi dan sosial budaya. Sesuai Pasal 2 UU No 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, hubungan luar negeri berpedoman pada Pancasila, UUD 1945, dan GBHN, yang diselenggarakan sesuai dengan politik luar negeri, peraturan perundang-undangan nasional dan hukum serta kebiasaan internasional.
Disebutkan dalam Pasal 4, politik luar negeri Indonesia menganut prinsip bebas aktif demi kepentingan nasional yang dilaksanakan melalui diplomasi yang kreatif, aktif, dan antisipatif, tidak sekadar rutin dan reaktif, tetapi juga teguh dalam prinsip dan pendirian, serta rasional dan luwes.
Sedangkan UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara mendefinisikan sebagai segala usaha untuk mempertahanankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Upaya pengembangan sistem pertahanan negara sangat erat kaitannya dengan sumber daya strategis pertahanan yang terdiri atas anggaran pertahanan, infrastruktur militer, postur pertahanan, industri pertahanan, serta kemampuan logistik pertahanan.
Dalam konstitusi juga digariskan, pertahanan negara disusun berdasarkan prinsip demokrasi, hak asasi manusia, kesejahteraan umum, lingkungan hidup, ketentuan hukum nasional, hukum internasional dan kebiasaan internasional, serta prinsip hidup berdampingan secara damai dengan memerhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.
Pada momen di depan DPR, Menlu Retno Marsudi juga menegaskan, kerja sama pertahanan akan dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip yang dipegang Indonesia, antara lain politik luar negeri bebas aktif. Dia juga menandaskan, kerja sama ini bukan merupakan pakta pertahanan atau aliansi militer namun penguatan kerja sama dan confidence building Measures dalam rangka turut menjaga integritas wilayah republik Indonesia dan memperkuat pertahanan serta dalam rangka ikut menjaga perdamaian dunia.
Prancis Sebagai Contoh Sukses
Kerja sama pertahanan yang dilakukan Indonesia bukan hanya dilakukan dengan Brasil, Prancis, Kamboja, India dan Uni Emirat Arab. Sebelumnya, negeri ini juga telah melakukan kerja sama pertahanan dengan banyak negara seperti Singapura, China, dan Korea Selatan. Sejauh ini, kerja sama yang dilakukan mengarah pada hubungan bilateral, bukan dalam bentuk aliansi semisal AUKUS.
baca juga: Menhan Prabowo-PM Singapura Sepakat Perkuat Kerja Sama Pertahanan
Bila ditelusuri, kerja sama pertahanan dilakukan dengan tujuan strategis tertentu dan mempertemukan kepentingan atau national interest kedua belah pihak, dalam hal ini antara Indonesia dengan negara mitra. Kepentingan dimaksud adalah memperkuat kerja sama pertahanan, yang pada dinamikanya bersangkut-paut dengan kepentingan ekonomi.
Semisal dengan Prancis. Kerja sama pertahanan dengan negara tersebut menapak sejarah saat Menhan Prabowo Subianto berkunjung ke Paris untuk memenuhi undangan Menhan Perancis Florence Parly, pada 2021 silam, untuk menandatangani perjanjian kerja sama di bidang pertahanan (Defence Cooperation Agreement/DCA).
Perjanjian kerja sama tersebut disaksikan Dubes RI untuk Prancis Arrmanatha Nasir serta Atase Pertahanan RI dan Asisten Khusus Menhan, di kantor Kementerian Pertahanan Prancis. Pembentukankerja sama itu sebagai tindak lanjut pertemuan sebelumnya yang digelar pada Januari 2020. DCA bukan hanya menjadi menjadi payung kerja sama pertahanan, tetapi juga memperkokoh kemitraan strategis kedua negara yang ditandatangani sejak 2011.
Perjanjian kerja sama pertahanan ini di antaranya meliputi bidang intelijen, pelatihan dan pendidikan militer, ilmu pengetahuan dan teknologi, industri pertahanan, kerjasama pasukan pemelihara perdamaian, pemberantasan terorisme serta pengembangan dan penelitian industri pertahanan termasuk produksi bersama.
Melalui DCA, Indonesia-Prancis sepakat meningkatkan dan memperkuat hubungan bilateral yang telah terjalin melalui kegiatan kerja sama di bidang pertahanan berdasarkan prinsip kesetaraan, saling percaya dan dialog. Kedua negara juga memandang perlunya memperkuat hubungan persahabatan dan kerja sama teknis yang telah ada berdasarkan penghormatan penuh atas hak kedaulatan dan keutuhan wilayah serta prinsip kesetaraan dan tidak mencampuri urusan dalam negeri serta saling menguntungkan.
Dengan DCA pula, kedua negara berpeluang memaksimalkan potensi dan keunggulan (competitive advantage) kekuatan masing-masing, seperti pengembangan keamanan siber dan kerja sama alutsista untuk memajukan kapasitas industri pertahanan Indonesia, dan menjadikan Indonesia sebagai bagian dari global production chain produk alutsista.
Adanya perjanjian kerja sama pertahanan ini diharapkan dapat meningkatkan interaksi antara kedua negara di bidang pertahanan, sebagai salah satu sektor kerja sama utama dalam kesepakatan kemitraan strategis kedua negara. Selain DCA juga diarahkan untuk kerja sama di antara angkatan bersenjata kedua negara, seperti antara kedua angkatan udara dan darat, khususnya di bidang pelatihan dan pendidikan.
Pasca kesepakatan DCA, hubungan Indonesia-Prancis semakin menguat dengan adanya two plus two yang melibatkan Menlu Retno Marsudi-Menhan Prabowo Subianto dengan Menlu Prancis Catherine Colonna-Menhan Prancis Sébastien Lecornu di Prancis, pada Juli 2023. Pertemuan two plus two dengan Prancis disebut sebagai kali pertama dilakukan dengan negara Eropa dan yang pertama pula dengan negara B5.
Berdasar keterangan Menlu Retno Marsudi, pertemuan digelar untuk memperkokoh kemitraan strategis yang telah dibangun kedua negara, dengan landasan prinsip saling menghormati dan saling menguntungkan. Penguatan kemitraan strategis juga dilakukan untuk memberi kontribusi positif pada terciptanya dunia yang lebih stabil, aman, dan damai.
Kedua negara juga menjadikan kerja sama pertahanan sebagai poin utama pembahasan. Kerja sama yang dibangun bukan sebatas jual beli alutsista, namun juga transfer of technology (ToT), serta pengembangan dan produksi bersama alutsista.
baca juga: Perkuat Kerja Sama Pertahanan, Panglima TNI Kunjungi Markas Angkatan Bersenjata Perancis
Tak dapat dimungkiri, sejak menjalin hubungan diplomatik pada 1950 dan kesepakatan menjalin kemitraan strategis pada 2011 yang ditandai dengan kunjungan Perdana Menteri François Fillon berkunjung ke Indonesia pada 30 Juni - 2 Juli, Indonesia banyak mendapat dukungan alutsista dari Prancis. Alutsista dimaksud antara lain rudal Exocet, radar Thomson, tank AMX, panser Anoa yang diadopsi dari panser VAB, meriam Caesar 155 dan lainnya.
Meningkatnya hubungan kerja sama pertahanan, realitasnya bisa diukur dengan dukungan penuh perusahaan dari Prancis mendukung implementasii UU No 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, yang di dalamnya mengamanatkan skema ToT dalam setiap transaksi alutsista.
Tercatat, kerja sama antara lain dilakukan Arquus dari Prancis berkolaborasi dengan PT Pindad meningkatkan kualitas panser Anoa dan panser kanon Badak 6x6. Pindad juga menjalin kerja sama dengan Nexter untuk memproduksi amunisi kaliber besar, dalam hal ini amunisi tank 120 mm. PT Dahana merangkul dua perusahaan Prancis, Eurenco dan Roxel, untuk membuat propelan yang merupakan bahan dasar pembuatan amunisi.
Belakangan, kerja sama mengalami akselerasi dengan adanya transaksi 42 pesawat Dassault Rafale dan kapal selam Scorpene Evolved. Untuk produk alutsista terakhir, Naval Group memberi kesempatan kepada PT PAL untuk mengerjakan dua kapal selam yang dibeli. Kesempatan tersebut tentu dimulai dengan dukungan dan asistensi pengembangan SDM, bantuan teknologi, dan keperluan lain yang dibutuhkan agar PT PAL memiliki kapabilitas mengerjalan state of the art kapal selam tersebut.
Kerja sama pertahanan dengan Prancis adalah sebuah contoh ideal. Walaupun tidak seideal dengan negeri Napoleon Bonaparte tersebut, kerja sama dengan Brazil, India, UEA dan Kamboja juga mendatangkan keuntungan. Hanya saja, kadar yang diraih kedua belah pihak sesuai dengan keunggulan komparatif dan kompetitif masing-masing pihak.
Namun yang pasti, dengan perjanjian kerja sama kedua negara akan saling memberikan dukungan untuk berbagai kebutuhan memperkuat pertahanan dalam aspek yang lebih luas. Selain mengincar manfaat di bidang pertahanan, kerja sama pertahanan yang dilakukan tetap tidak boleh melupakan prinsip hubungan luar negeri bebas aktif.
Karena itu, Indonesia pun harus tetap menjalin hubungan baik dengan negara-negara lain, tanpa menegasikan satu sama lain. Selain itu, kerja sama pertahanan juga harus tetap berorientasi mengampanyekan perdamaian dunia seperti diamanatkan konstitusi. (*)
(hdr)