Geliat Pilkada dan Masa Depan Jakarta

Kamis, 27 Juni 2024 - 16:28 WIB
loading...
Geliat Pilkada dan Masa Depan Jakarta
Agnes Nadadap Peneliti Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) di Jakarta. Foto/istimewa
A A A
Agnes Nadadap
Peneliti Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) di Jakarta

PEMILIHAN Gubernur (Pilgub) di Provinsi DKI Jakarta, bisa dikatakan, salah satu petunjuk krusial dalam menakar peta dan arah pendulum politik nasional. Posisinya yang strategis—sebagai daerah khusus dan ibu kota negara, meskipun akan berubah jika IKN sudah bisa berfungsi—, membuat Jakarta selalu dipandang sebagai miniatur Indonesia dalam beragam matra (ekonomi, politik, sosial, budaya, termasuk pertahanan dan keamanan).

Huru-hara menjelang Pilgub 27 November 2024 mendatang mulai terlihat gambling. Partai politik dan simpatisan para kandidat mulai sibuk menyiapkan strategi elektoral. Di antara begitu banyak nama bakal calon (balon), nama Anies Baswedan (AB), mantan Gubernur Jakarta (2017-2022), dan Kaesang Pangarep (KP), putra bungsu Presiden Jokowi, paling ramai diperbincangkan khalayak politik di media sosial dan beragam ruang wacana lainnya. AB sendiri sudah mengonfirmasi pencalonan dirinya usai diusung Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)—dan belakangan diperkuat deklarasi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mengawinkan AB dengan mantan Presiden PKS Sohibul Iman dalam paket “AMAN”.

Anies Menggiring Bola?

Keputusan AB kembali berlaga di Pilkada 2024 tentu saja tidak mengejutkan karena Jakarta adalah basis massa AB yang terjaga dengan baik sejak Pilkada 2017 hingga Pilpres 2024 pada Februari lalu. Elektabilitas AB masih signifikan, jika berkaca pada survei berbagai lembaga riset dan pada hasil hitungan suara Pilpres 2024. Perolehan suara pasangan Anies-Muhaimin, berdasarkan hasil rekapitulasi KPU Provinsi DKI Jakarta (9 Maret 2024), sekitar 41,07 persen dari total suara sah di Provinsi DKI Jakarta, sedikit di bawah pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang meraih 41,67 persen.

Dengan keadaan potensi diri yang kuat seperti itu, AB menjadi salah satu kandidat yang seksi di mata partai politik dan kelompok politik lainnya. Meski sejauh ini hanya didukung PKB dan PKS, tetaplah AB yang menggiring bola dan mendominasi wacana pilkada kali ini. Tidak mengherankan jika banyak nama lain digadang-gadang akan mendampingi AB. Tentu saja, sebagian pemilih moderat masih mempertanyakan posisi ideologis AB yang dinilai ambigu karena sikap politiknya pada Pilkada 2017.

Kala itu, AB dimenangkan oleh dukungan kuat kelompok sayap kanan yang mengusung politik identitas—meskipun faktor personalitas saingannya, yaitu Basuki Tjhaja Purnama alias Ahok, juga menjadi problem tersendiri pada saat itu. Ahok dinilai terlalu kasar dalam berbahasa di ruang publik sehingga dianggap tidak relevan dengan budaya politik bangsa Indonesia oleh banyak pemilih Jakarta pada saat pemilihan berlangsung.

Selain AB, ada deretan nama lain yang turut mewarnai bursa pilkada saat ini, antara lain, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Bendahara Umum Partai Nasdem Ahmad Sahroni, hingga Ketua Umum PSI, sekaligus putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep. Partai Nasdem dan Gerindra menilai bahwa Ridwan Kamil (RK) dapat menjadi pesaing Anies di Pilkada Jakarta yang mumpuni dibandingkan kandidat lainnya. Namun, hingga saat ini tampaknya belum ada kepastian dalam mengusung RK dengan merelakan Jawa Barat di mana elektabilitas RK masih tak tertandingi. Masyarakat pemilih di Jawa Barat cendrung mengharapkan sosok RK kembali melanjutkan kepemimpinannya di Tanah Sunda.

Siapa Game Changer?

Politik selalu dinamis. Nama-nama yang muncul di bursa Pilkada Jakarta pun akan terus berubah. Siapakah yang akan menjadi pengubah permainan (game changer)? Munculnya nama putra bungsu Presiden Jokowi dinilai sebagian pengamat sebagai factor yang akan mengubah peta politik Jakarta yang notabene dikuasai AB. Pertanyaan adalah dengan siapakah KP akan maju? Rumor yang berkembang malah menunjukkan adanya peluang KP bergandengan dengan AB. Apakah partai politik akan merestui itu? Itu pertanyaan yang terbuka karena dalam politik tidak ada kepastian.

Bisa dikatakan, Kaesang adalah satu-satunya game changer dalam pilkada Jakarta kali ini—meskipun istilah itu tidak berlaku jika pada akhirnya KP ternyata bergandengan dengan AB. Orang yang tidak nyaman dengan “politik kelompok” ingin melihat kehadiran sosok baru di Jakarta. Sosok baru maksudnya pribadi nasionalis yang selaras dengan nilai moderat yang diusung kelompok partai nasionalis seperti Gerindra, PDIP, PSI, dan Perindo.

Pilkada dan Masyarakat Sipil

Dalam perspektif masyarakat sipil, Pilkada Jakarta menjadi momen fundamental bagi pembangunan demokrasi jika ada syarat-syarat berikut. Pertama, adanya kepastian orientasi dari partai politik dalam mengusung orang sebagai kandidat. Perlu ada deskripsi soal apa orientasi jangka pendek dan jangka panjang yang berguna bagi pembangunan kultur demokrasi di Jakarta yang nantinya berdampak secara nasional.

Syarat kedua adalah adanya kesamaan persepsi di kalangan elite politik tentang kondisi ancaman yang dihadapi Jakarta dalam hal pembangunan demokrasi. Kalau para elite tidak memiliki gambaran yang sama tentang ancaman politik itu, maka akan sulit bagi mereka dalam merumuskan kandidasi yang sejalan dengan nilai demokrasi Pancasila yang dianut bangsa Indonesia.

Silakan kelompok politik menentukan syarat tambahan misalnya potensi kemenangan dari sosok yang ada. Itu hal tehnis saja. Partai memang dibentuk untuk meraih kekuasaan. Teori politik di muka bumi mengatakan hal demikian. Jadi, itu hal yang normal saja. Tetapi, dalam menentukan siapa yang akan dicalonkan tentulah bukan hanya melihat bagaimana tingkat elektabilitasnya tetapi bagaimana dampak sosok terhadap pembangunan kepentingan umum dalam berdemokrasi.

Refleksi

PKS kembali menegaskan jati dirinya pada 25 Juni 2024 ketika mengusung paket AMAN yang dikabarkan akan melakukan komunikasi politik dengan Nasdem dan PKB. Di sisi lain, spekulasi tentang pergerakan Koalisi Indonesia Maju (KIM) masih berjalan. Akankah kubu koalisi membenarkan desas-desus pengusungan calon Ridwan Kamil atau Kaesang Pangarep? Tentu saja pemilihan calon pemimpin seringkali melibatkan pertimbangan yang kompleks, terutama ketika muncul preferensi untuk menghindari kandidat yang dianggap menjadi bagian dari dinasti politik.

Keputusan politik selalu melibatkan pengorbanan dan penyesuaian antara berbagai faktor yang beragam seperti pandangan ideologis, preferensi personal, dan pertimbangan aktual-strategis. Dalam konteks pemilihan Gubernur Jakarta, dinamika ini memainkan peran penting dalam membentuk hasil akhir dan arah politik di tingkat lokal yang tentunya juga berdampak pada skala nasional. Dukungan masyarakat dalam Pilpres bisa saja stabil dan bisa juga berubah dalam Pilkada. Kehadiran kandidat yang jamak turut memperluas pilihan opsional bagi pemilih dalam menentukan sikap politiknya.

Pluralisme kandidat yang memantulkan jamaknya orientasi ideologis akan meningkatkan kesadaran pemilih dalam berpolitik. Selain itu, preferensi personal para pemilih juga potensial berubah jika muncul nama-nama baru yang mewakili keragaman identitas politik. Orang konservatif yang cenderung menjadi simpatisan salah satu parpol bisa bertindak sebagai pemilih progresif jika ia melihat adanya banyak pilihan dan narasi baru dalam politik. Demikian juga, pemilih yang mengambang secara ideologis bisa menjadi pemilih moderat jika ia melihat ada sosok yang mewakili harapan dan gagasannya tentang hidup berdemokrasi.

Pluralisme kandidat adalah kata kunci. Kita tidak bisa memaksa pemilih sayap kanan untuk bergeser menjadi pemilih moderat, tetapi kita bisa menghadirkan keragaman pilihan untuk menciptakan peluang terjadinya perubahan orientasi dan preferensi politik para pemilih. Kita berharap, Pilkada Jakarta akan menghadirkan realitas politik yang demikian sebagai upaya membangun demokrasi yang sehat dan memberikan pelajaran bagi pelaksanaan pilkada di daerah lain di Indonesia.
(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1239 seconds (0.1#10.140)
pixels