Mengapa Perempuan Bisa Sekejam Itu? Istri Bunuh Suami

Selasa, 18 Juni 2024 - 19:08 WIB
loading...
Mengapa Perempuan Bisa...
Pengajar Departemen Kriminologi UI, Vinita Susanti. FOTO/DOK.PRIBADI
A A A
Dr Vinita Susanti, MSi
Pengajar Departemen Kriminologi UI dan Pengurus ASPERHUPIKI

PADA hari Sabtu, 8 Juni 2024, kita digemparkan dengan pemberitaan yang cukup mengejutkan mengenai seorang istri yang tega membunuh suaminya sendiri, di Mojekerto. Dalam kehidupan bermasyarakat, kita seringkali dihadapkan pada fenomena-fenomena yang memicu perdebatan dan mengguncangkan persepsi kita tentang norma-norma yang selama ini dipegang teguh. Salah satu yang menjadi sorotan publik adalah insiden pembunuhan seorang suami oleh istrinya sendiri di Mojokerto. Peristiwa tragis ini tidak hanya mengejutkan masyarakat luas, tetapi juga membuka diskusi tentang kompleksitas permasalahan yang melatar belakanginya.

Kasus ini menyoroti isu bias gender terhadap perempuan sebagai pelaku kejahatan. Perempuan, khususnya seorang istri yang melakukan pembunuhan, dipandang sebagai penyimpangan ganda. Pertama, kerena secara sosial perempuan tidak diharapkan melakukan kejahatan. Kedua, karena kejahatan yang dilakukannya, dalam hal ini pembunuhan merupajan suatu pelanggaran berat.

Berdasarkan laporan dari Sindonews.com, kasus ini bermula ketika sang istri mengecek saldo rekening ATM suaminya dan mendapati bahwa gaji ke-13 yang seharusnya berjumlah Rp2.800.000,-, hanya tersisa Rp800.000,-. Setelah diselidiki lebih lanjut, terungkap bahwa suaminya telah menghabiskan uang tersebut untuk berjudi online, padahal uang itu seharusnya digunakan untuk menghidupi tiga orang anak mereka yang masih batita dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Kejengkelan sang istri, yang juga seorang polisi wanita (Polwan), memuncak dan menyebabkan terjadinya insiden pembunuhan. Saat ini, sang istri mengalami trauma berat akibat kejadian tersebut dan mendapat pendampingan psikologis.

Fakta bahwa kedua pihak yang terlibat dalam insiden ini merupakan anggota Polri semakin menambah kejutan dan kontroversi dalam kasus ini. Mengapa masalah pembunuhan ini bisa terjadi pada pasangan yang seharusnya memahami betul konsekuensi hukum dari tindakan kriminal? Apakah faktor ekonomi dan kecanduan judi online menjadi pemicu utama terjadinya insiden ini, atau faktor lain? Berikut ini pembahasan mengapa perempuan sebagai istri bisa membunuh suaminya.

Dekontruksi: Perempuan Korban Bisa Jadi Pelaku dalam Kekerasan dalam Rumah Tangga

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dapat didefinisikan sebagai tindakan kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah tangga, baik secara fisik, psikis, seksual, maupun penelantaran ekonomi, yang dilakukan oleh suami terhadap istri, atau sebaliknya, atau terhadap anggota keluarga lainnya (Sinombor, 2023; Komnas Perempuan, 2024). KDRT tidak hanya mencakup kekerasan fisik semata, tetapi juga meliputi kekerasan emosional, penghinaan, ancaman, dan tindakan lain yang membatasi kekebasan seseorang (Wang & Sekiyama, 2023).

Terkait kasus pembunuhan yang terjadi di Mojokerto, istri yang disangkakan membunuh suaminya sendiri, bukan tidak mungkin diawali dengan menjadi korban KDRT. Informasi menunjukkan adanya kekerasan penelantaran ekonomi, dimana suami kerap bermain judi online, uang tidak digunakan untuk membantu mencukupi kebutuhan keluarga. Di samping itu, sang istri juga mengalami kekerasan psikis dan fisik dalam kehidupan berumah tangga. KDRT merupakan masalah yang kompleks dan seringkali tidak terungkap karena banyak korban yang memilih untuk menjadi 'silent sufferers" atau penderita yang diam (Bhattacharya et al, 2020). Hal ini disebabkan konstruksi gender dalam sistem patriarki yang mendukung dominasi laki-laki atas perempuan, serta adanya ketimpangan power relationship antara pelaku dan korban (Winarti, 2023; Slabbert, 2016).

Pada umumnya pemberitaan atau studi menempatkan perempuan sebagai korban KDRT. Perempuan memang potensial menjadi korban, namun jenis kelamin bukan semata alasan. Bukan tidak mungkin perempuan dapat juga menjadi pelaku kejahatan pembunuhan. Perempuan, sebagai seorang ibu, bisa melakukan pembunuhan dengan berbagai alasan, seperti ekonomi, stress dalam urusan rumah tangga, seperti yang terjadi pada kasus di Mojekerto ini, istri bunuh suami. Akan tetapi, kejahatan pembunuhan dapat dilakukan oleh siapa saja, baik itu laki-laki maupun perempuan. Hasil penelitian menunjukkan perempuan yang membunuh, pada umumnya yang menjadi korban adalah suaminya (Susanti, 2015), dan ditemukan juga tidak mempunyai riwayat kejahatan (Flynn, 1990). Kejahatan yang dilakukan adalah kejahatan yang khas, di mana istri yang dituduhkan sebagai pelaku pembunuhan adalah korban dari KDRT suaminya sendiri.

Catatan Hukum Kita dalam Perspektif Kriminologi Feminis

Perspektif kriminologi feminis menawarkan sudut pandang yang berbeda dalam mengkaji kasus istri bunuh suami. Kriminologi feminis berfokus pada isu-isu yang menyoroti perbedaan antara pola kejahatan dan viktimisasi laki-laki dan perempuan (Walklate, 2004). Dengan menerapkan perspektif gender dalam pembahasan kejahatan dan viktimisasi, kriminologi feminis berupaya membuat korban tersembunyi, seperti KDRT menjadi terlihat. Hal ini menimbulkan kesadaran bahwa terdapat implikasi gender dalam konteks KDRT. Dengan demikian, kriminologi feminis memberikan perspektif yang lebih komprehensif dalam memahami dinamika KDRT, serta mengupayakan keadilan bagi korban yang sebelumnya tersembunyi atau terpinggirkan. Dalam hal ini, sudut pandang penulis adalah istri sebagai korban yang menjadi pelaku. Berikut ini adalah gambaran terkait istri yang mengalami KDRT yang dituduhkan membunuh suaminya.

Gambar 1.
Perempuan Korban KDRT yang menjadi Pelaku Pembunuhan

Mengapa Perempuan Bisa Sekejam Itu? Istri Bunuh Suami


Istri yang membunuh suaminya merupakan suatu kejahatan yang khas dalam konteks KDRT. Kekerasan yang dilakukan oleh istri sebagai pelaku menurut hukum kita sering dilatar belakangi oleh adanya KDRT, seperti penelantaran ekonomi, kekerasan fisik dan kekerasan psikis yang dialami sebelumnya, seperti yang terjadi pada kasus di Mojokerto. KDRT menunjukkan bahwa tindakan bunuh suami ini dalam konteks domestik yang berkelanjutan.

Perspektif kriminologi feminis menunjukkan kasus tersebut bahwa perempuan (istri) melakukan pembunuhan karena pada dasarnya ia adalah korban KDRT yang dilakukan suaminya (Renzetti, 2013). Dalam hal ini, korban (suami) ikut andil terjadinya pembunuhan oleh istri karena tindakan kekerasan yang dilakukannya sebelumnya. Wolfgang (1957) menyebutkan korban secara langsung berperan dalam kejahatan. Dengan kata lain, tindakan membunuh tersebut merupakan pelanggaran hukum, namun kriminologi feminis memandang dari sudut pandang yang berbeda, berusaha memahami alasan atau latar belakang yang mendorong istri melakukan tindakan tersebut.

Dalam kasus di Mojekerto, perempuan pelaku pembunuhan di dalam keluarga, seperti seorang istri yang membunuh suaminya, tidak dapat dilepaskan dari peran korban (suami) yang turut berkontribusi terhadap kejahatan tersebut, seperti kebiasaan suami yang bermain judi yang dapat menjadi alasan ekonomi bagi istri untuk melakukan tindakan ekstrim tersebut. Namun, terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi viktimisasi istri (Susanti, 2020), antara lain: 1) Kekerasan, budaya dan sistem patriarki yang mendominasi; 2) Hubungan interpersonal yang tidak sehat; 3) Karakteristik individu dan temperamen dari pelaku kekerasan; 4) Peran gender yang timpang; serta 5) Kekerasan dalam keluarga yang menjadi pola turun-temurun.

Perspektif kriminologi feminis hadir tidak untuk membela perempuan yang melakukan kesalahan (woman offender), melainkan untuk memahami posisi perempuan sebagai korban sekaligus sebagai pelaku kejahatan secara lebih komprehensif. Dengan demikian, kriminologi feminis berupaya menangkap kompleksitas pengalaman perempuan yang sering terjebak dalam siklus kekerasan dan viktimisasi, yang kemudian dapat memicu perilaku melanggar hukum. Feminis hadir agar suara perempuan dapat terdengar dan didengarkan sehingga perempuan mendapatkan keadilan gender.

Konsep Blurred Boundaries dalam kriminologi feminis berkontribusi dalam menunjukkan adanya tumpang tindih dalam melihat posisi perempuan, sebagai korban sekaligus sebagai pelaku kejahatan (Walklate, 2004). Konsep ini menunjukkan bahwa pola viktimisasi yang dialami perempuan pada masa lalu dapat memunculkan perilaku pelanggaran kekerasan yang dilakukan perempuan di masa depan. Hal ini selaras dengan kasus istri yang membunuh suaminya, di mana pengalaman menjadi korban KDRT sebelumnya dapat menjadi pemicu tindakan kekerasan balik yang dilakukan.

Mengenai penghukuman, perspektif kriminologi feminis, fokus utamanya bukan mengapa orang melakukan kejahatan, melainkan pada bagaimana proses kejahatan terjadi dan bagaimana agen penegakan hukum serta sistem peradilan pidana mendefinisikan suatu perilaku sebagai kejahatan (latar belakang pendefinisian) (Flavin 2001). Terkait dengan konsep victim precipitation dalam kasus KDRT (Susanti, 2018), menyebutkan bahwa tidak tepat jika penghukuman terhadap kasus pembunuhan menggunakan hukuman yang sama untuk setiap kasus (KUHP). Diperlukan alternatif penyelesaian masalah, seperti bentuk penghukuman yang berbeda dan disesuaikan dengan konteksnya, misalnya ketika pelakunya terlebih dahulu adalah korban KDRT.

Susanti (2018) menegaskan bahwa UU PKDRT belum mengakomodir kepentingan perempuan atau belum berperspektif korban. Hal ini disebabkan Sistem Peradilan Pidana bergantung pada tekanan normatif untuk mengendalikan kejahatan melalui mekanisme normatif dari pengawasan kejahatan yang bekerja secara resmi untuk membawa pelaku perilaku yang dilarang sebagai seseorang yang tidak konsisten dengan norma-norma hukum, sehingga apapun alasannya, pelaku harus dihukum (Flavin, 2001). Dalam kasus Mojokerto, istri yang membunuh suaminya, meskipun ia mengakui perbuatannya, namun sang korban (suami) juga diduga memiliki kontribusi dengan keterlibatannya dalam perjudian online yang memicu emosi sang istri. Dalam hal ini, sang suami dapat dikategorikan sebagai victim with minor guilt, provocative victim atau participating victim (Mendelsohn & Wolfgang, 1976).

Selain itu, lemahnya penegakan hukum dan sistem peradilan yang kurang memperhatikan kebutuhan serta perlindungan perempuan korban KDRT menjadi salah satu penyebab meningkatnya kasus KDRT (Situmoran & Susnati, 2022). Aturan hukum yang melindungi perempuan masih rapuh (Putra, dkk., 2018). Hal ini selaras dengan temuan Sette (2023) yang menyebutkan bahwa salah satu alasan perempuan tidak melaporkan kekerasan yang dialami adalah ketidakpercayaan mereka pada sistem peradilan. Menurut Wolfgang (1957;1967), victim precipitation umum ditemukan pada kasus pembunuhan antara pasangan intim (intimate partner homicides/IPHs), terutama yang melibatkan perempuan sebagai pelaku dan laki-laki sebagai korban (Suonpaa & Savolainen, 2019). Dengan demikian, pembunuhan antara pasangan intim yang dilakukan perempuan terhadap laki-laki cenderung melibatkan peran korban (laki-laki), hingga akhirnya perempuan mengambil tindakan untuk membunuhnya.

Kesimpulan

Secara umum, perspektif kriminologi feminis dalam tulisan ini menekankan pentingnya memahami alasan di balik tindakan kejam seorang istri yang membunuh suaminya, seperti dalam kasus di Mojokerto. Pendekatan ini berupaya untuk menganalisis permasalahan dari sudut pandang korban, dalam hal ini adalah sang istri. Kriminologi feminis tidak sekedar melihat kejahatan yang terjadi, tetapi juga berusaha menggali latar belakang dan factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Tindakan kejahatan tersebut. Meskipun sang istri mengaku bersalah, perspektif ini mengedepankan konsep 'Blurred Boundaries', yang memandang adanya tumpeng tindih antara posisi korban dan pelaku. Dengan demikian, keadilan tidak hanya ditentukan oleh definisi normatif pelanggaran huku, tetapi juga mempertimbangkan pengalaman dan kondisi korban secara komprehensif. Kriminologi feminis percaya bahwa penghukuman harus disesuaikan dengan konteks dan melibatkan pemahaman terhadap konsep ‘victim precipitation’ yang mengakui adanya peran korban dalam memicu terjadinya kejahatan.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1294 seconds (0.1#10.140)