TNI AL Merajut Asa untuk Indonesia Emas
loading...
A
A
A
Inilah tugas yang diemban TNI AL. Sebagai komponen utama pertahanan negara di laut, TNI AL memiliki tugas dan kewajiban untuk menjaga dan mempertahankan kedaulatan negara di laut sesuai dengan amanat UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI.
baca juga: Arti dan Sejarah Doktrin TNI AL Jalesveva Jayamahe
Sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia yang menempatkan sektor kemaritiman sebagai driving force pembangunan nasional Indonesia, maka pembangunan kekuatan TNI AL tidak hanya ditujukan pada aspek pertahanan NKRI, tetapi juga menjamin keselamatan pelayaran dan bahaya kejahatan transnational.
Posisi TNI AL semakin urgen bila melihat dinamika perkembangan lingkungan strategis yang semakin cepat dan sulit diprediksi, termasuk memanasnya konflik di Laut China Selatan yang dipicu agresivitas China mengklaim mayoritas wilayah tersebut, dan terbentuknya aliansi Amerika Serikat, Inggris dan Australia (AUKUS) dengan orientasi menghadapi manuver China.
Kondisi yang terbentuk tersebut sudah barang tentu memacu tensi konflik secara lebih luas di kawasan Indo-Pasifik, termasuk memancing hadirnya kekuatan dunia dengan beragam alasan dan kepentingan yang pasti akan memperkeruh suasana. Siapa menjamin perang tidak pecah setiap saat? Bila pecah perang, siapa yang menjamin Indonesia akan aman-aman saja?
Mengembalikan Jati Diri
‘’Usahakanlah agar kita menjadi bangsa pelaut kembali. Ya, bangsa pelaut dalam arti seluas-luasnya. Bukan sekadar menjadi jongos-jongos di kapal, bukan. Tetapi bangsa pelaut dalam arti kata cakrawati samudera. Bangsa pelaut yang mempunyai armada niaga, bangsa pelaut yang mempunyai armada militer, bangsa pelaut yang kesibukannya di laut menandingi irama gelombang lautan itu sendiri,” ujar Presiden RI, Ir Soekarno dalam pidatonya pada peresmian Institut Angkatan Laut (IAL) di Surabaya tahun 1951.
Apa yang disampaikan proklamator yang akrab disapa Bung Karno tersebut tentu berangkat dari kesadaran historis bahwa bangsa ini pernah mengalami era kejayaan karena memiliki armada laut yang kuat. Karena itulah, jika ingin mengembalikan kejayaan, tidak ada pilihan lain selain kembali kepada jati dirinya sebagai bangsa pelaut atau bangsa maritim yang kuat.
Jika menelusuri sejarah, tak dimungkiri Indonesia memiliki takdir sebagai kekuatan maritim dunia. Bahkan, pasang-surut berbagai peradaban di Nusantara ini juga bergantung pada sejauh mana kekuatan laut dimiliki. Kondisi demikian bisa ditelusuri sejak era Sriwijaya, Majapahit, Demak, hingga datangnya penjajahan.
Seperti di jaman Majapahit, di era masa kejayaan dengan Raja Hayam Wuruk (1350-1389) dengan didampingi Mahapatih Gajah Mada, kerajaan tersebut menguasai wilayah lebih luas dari Indonesia saat ini. Kejayaan tersebut terwujud berkat dukungan armad laut yang kuat demi mewujudkan Sumpah Palapa. Kala itu, angkatan laut dengan Mpu Nala sebagai pemimpinnya didukung armada kapal perang besar dan persenjataan cukup canggih di masanya, yakni meriam cetbang.
baca juga: Arti dan Sejarah Doktrin TNI AL Jalesveva Jayamahe
Sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia yang menempatkan sektor kemaritiman sebagai driving force pembangunan nasional Indonesia, maka pembangunan kekuatan TNI AL tidak hanya ditujukan pada aspek pertahanan NKRI, tetapi juga menjamin keselamatan pelayaran dan bahaya kejahatan transnational.
Posisi TNI AL semakin urgen bila melihat dinamika perkembangan lingkungan strategis yang semakin cepat dan sulit diprediksi, termasuk memanasnya konflik di Laut China Selatan yang dipicu agresivitas China mengklaim mayoritas wilayah tersebut, dan terbentuknya aliansi Amerika Serikat, Inggris dan Australia (AUKUS) dengan orientasi menghadapi manuver China.
Kondisi yang terbentuk tersebut sudah barang tentu memacu tensi konflik secara lebih luas di kawasan Indo-Pasifik, termasuk memancing hadirnya kekuatan dunia dengan beragam alasan dan kepentingan yang pasti akan memperkeruh suasana. Siapa menjamin perang tidak pecah setiap saat? Bila pecah perang, siapa yang menjamin Indonesia akan aman-aman saja?
Mengembalikan Jati Diri
‘’Usahakanlah agar kita menjadi bangsa pelaut kembali. Ya, bangsa pelaut dalam arti seluas-luasnya. Bukan sekadar menjadi jongos-jongos di kapal, bukan. Tetapi bangsa pelaut dalam arti kata cakrawati samudera. Bangsa pelaut yang mempunyai armada niaga, bangsa pelaut yang mempunyai armada militer, bangsa pelaut yang kesibukannya di laut menandingi irama gelombang lautan itu sendiri,” ujar Presiden RI, Ir Soekarno dalam pidatonya pada peresmian Institut Angkatan Laut (IAL) di Surabaya tahun 1951.
Apa yang disampaikan proklamator yang akrab disapa Bung Karno tersebut tentu berangkat dari kesadaran historis bahwa bangsa ini pernah mengalami era kejayaan karena memiliki armada laut yang kuat. Karena itulah, jika ingin mengembalikan kejayaan, tidak ada pilihan lain selain kembali kepada jati dirinya sebagai bangsa pelaut atau bangsa maritim yang kuat.
Jika menelusuri sejarah, tak dimungkiri Indonesia memiliki takdir sebagai kekuatan maritim dunia. Bahkan, pasang-surut berbagai peradaban di Nusantara ini juga bergantung pada sejauh mana kekuatan laut dimiliki. Kondisi demikian bisa ditelusuri sejak era Sriwijaya, Majapahit, Demak, hingga datangnya penjajahan.
Seperti di jaman Majapahit, di era masa kejayaan dengan Raja Hayam Wuruk (1350-1389) dengan didampingi Mahapatih Gajah Mada, kerajaan tersebut menguasai wilayah lebih luas dari Indonesia saat ini. Kejayaan tersebut terwujud berkat dukungan armad laut yang kuat demi mewujudkan Sumpah Palapa. Kala itu, angkatan laut dengan Mpu Nala sebagai pemimpinnya didukung armada kapal perang besar dan persenjataan cukup canggih di masanya, yakni meriam cetbang.