Fenomena No Viral No Justice Masih Dominan, Penegakan Hukum Harus Dibenahi Total
loading...
A
A
A
Dia melanjutkan, jika para saksi mencabut keterangan atau melarikan diri, maka proses hukumnya dihentikan, meski korbannya menerima walau tidak puas. “Seolah-olah tidak ada lagi kerugian yang harus dikembalikan, ini jelas pandangan yang keliru seolah-olah kasus itu perdata,” ungkapnya.
“Ketika kemudian kasus diributkan dan diviralkan orang, barulah penegak hukum memulai lagi proses hukumnya. Ini jelas kekeliruan, sehingga terkesan tugas dan kewajiban itu dikerjakan mengejar pencitraan baik saja,” sambung Fickar.
Dia menjelaskan bahwa dlm perspektif hukum, kasus pidana itu dibagi dua, yakni ada delik (pidana) aduan, dan delik biasa. “Yang bisa dihentikan di tengah prosesnya jika kasus pidana itu delik aduan, misalnya pencemaran nama baik atau 310 KUHP, ketika saksi korban mencabut maka proses perkara itu selesai,” jelasnya.
Namun, lanjut dia, jika yang terjadi itu delik biasa, proses tidak bisa dihentikan meski para saksinya mencabut keterangan karena diancam misalnya. Polisi atau penegak hukum harus tetap melanjutkan proses perkara baik viral maupun tidak.
“Mengapa? Ya karena dalam delik biasa itu yang dilindungi tidak hanya korban saja tapi lebih luas, yaitu kepentingan umum agar pelaku jera tidak melakukan delik lagi pada orang lain,” katanya.
Jadi, dia kembali menegaskan bahwa yang dilindungi itu kepentingan umum. Fickar melanjutkan, delik biasa itu tindak pidana berat termasuk pembunuhan.
“Jadi fenomena NVNJ tidak hanya kekeliruan persepsi saja, tapi juga bisa terjadi karena hal lain, seperti juga terhadap kasus yang berhenti karena suap atau ya memang tidak berani diviralkan orang karena menyangkut tersangka yang punya pengaruh baik karena uang maupun jabatan publik seseorang,” pungkasnya.
“Ketika kemudian kasus diributkan dan diviralkan orang, barulah penegak hukum memulai lagi proses hukumnya. Ini jelas kekeliruan, sehingga terkesan tugas dan kewajiban itu dikerjakan mengejar pencitraan baik saja,” sambung Fickar.
Dia menjelaskan bahwa dlm perspektif hukum, kasus pidana itu dibagi dua, yakni ada delik (pidana) aduan, dan delik biasa. “Yang bisa dihentikan di tengah prosesnya jika kasus pidana itu delik aduan, misalnya pencemaran nama baik atau 310 KUHP, ketika saksi korban mencabut maka proses perkara itu selesai,” jelasnya.
Namun, lanjut dia, jika yang terjadi itu delik biasa, proses tidak bisa dihentikan meski para saksinya mencabut keterangan karena diancam misalnya. Polisi atau penegak hukum harus tetap melanjutkan proses perkara baik viral maupun tidak.
“Mengapa? Ya karena dalam delik biasa itu yang dilindungi tidak hanya korban saja tapi lebih luas, yaitu kepentingan umum agar pelaku jera tidak melakukan delik lagi pada orang lain,” katanya.
Jadi, dia kembali menegaskan bahwa yang dilindungi itu kepentingan umum. Fickar melanjutkan, delik biasa itu tindak pidana berat termasuk pembunuhan.
“Jadi fenomena NVNJ tidak hanya kekeliruan persepsi saja, tapi juga bisa terjadi karena hal lain, seperti juga terhadap kasus yang berhenti karena suap atau ya memang tidak berani diviralkan orang karena menyangkut tersangka yang punya pengaruh baik karena uang maupun jabatan publik seseorang,” pungkasnya.
(rca)