Ketua MPR Tegaskan Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Sulit Dijegal
loading...
A
A
A
Selama ini, lanjut Ketua Dewan Pembina Perkumpulan Alumni Doktor Ilmu Hukum UNPAD ini, hanya dalam bentuk Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentang Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih dalam Pemilu, serta pengucapan sumpah atau janji yang dituangkan dalam bentuk berita acara pengucapan sumpah atau janji dengan alasan presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat.
"Padahal apabila dicermati berdasarkan Keputusan KPU tersebut, KPU hanya sebatas memiliki kewenangan dalam menetapkan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih dalam pemilu. Bukan menetapkan dan mengukuhkan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia. Karena, dalam hal ini KPU hanya sebagai penyelenggara pemilu," jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini memaparkan Pasal 3 ayat (2) UUD NRI 1945 yang mengatur tentang MPR melantik presiden dan/atau wakil presiden harus ditafsirkan secara luas dan kontekstual. Di mana tindakan pelantikan yang sifatnya 'seremonial' mesti didahului dengan tindakan substantif, yaitu pengukuhan presiden dan wakil presiden oleh MPR.
Sehingga, MPR tidak sekadar melantik presiden dan wakil presiden hasil pemilu yang ditetapkan KPU, tetapi sebelum pelantikan harus diawali dengan tindakan hukum penetapan dan pengukuhan presiden dan wakil presiden Indonesia untuk masa jabatan lima tahun melalui TAP MPR tanpa proses pengambilan keputusan lagi karena hanya bersifat administratif.
"Presiden dan wakil presiden terpilih yang dipilih langsung oleh rakyat berdasarkan ketetapan KPU tidak bisa dibatalkan oleh MPR. MPR hanya berwenang memperkuatnya dalam bentuk pengukuhan berupa produk hukum konstitusi, yaitu TAP MPR (beschikking) sesuai UUD NRI 1945," pungkas Bamsoet.
"Padahal apabila dicermati berdasarkan Keputusan KPU tersebut, KPU hanya sebatas memiliki kewenangan dalam menetapkan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih dalam pemilu. Bukan menetapkan dan mengukuhkan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia. Karena, dalam hal ini KPU hanya sebagai penyelenggara pemilu," jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini memaparkan Pasal 3 ayat (2) UUD NRI 1945 yang mengatur tentang MPR melantik presiden dan/atau wakil presiden harus ditafsirkan secara luas dan kontekstual. Di mana tindakan pelantikan yang sifatnya 'seremonial' mesti didahului dengan tindakan substantif, yaitu pengukuhan presiden dan wakil presiden oleh MPR.
Sehingga, MPR tidak sekadar melantik presiden dan wakil presiden hasil pemilu yang ditetapkan KPU, tetapi sebelum pelantikan harus diawali dengan tindakan hukum penetapan dan pengukuhan presiden dan wakil presiden Indonesia untuk masa jabatan lima tahun melalui TAP MPR tanpa proses pengambilan keputusan lagi karena hanya bersifat administratif.
"Presiden dan wakil presiden terpilih yang dipilih langsung oleh rakyat berdasarkan ketetapan KPU tidak bisa dibatalkan oleh MPR. MPR hanya berwenang memperkuatnya dalam bentuk pengukuhan berupa produk hukum konstitusi, yaitu TAP MPR (beschikking) sesuai UUD NRI 1945," pungkas Bamsoet.
(kri)