Ketua MPR Tegaskan Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Sulit Dijegal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menegaskan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih hasil Pemilu 2024, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sangat sulit untuk bisa dijegal. Mengingat aturan di Undang-Undang Dasar (UUD) NRI 1945 yang memuat soal aturan pelantikan presiden dan wapres sudah sangat jelas.
Hal itu menanggapi pernyataan mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun yang mengatakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) bisa dijadikan pertimbangan oleh MPR untuk tidak melantik Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
"Jadi tidak ada celah untuk menunda atau membatalkan pelantikan Prabowo-Gibran karena pemilu sudah selesai, keputusan MK dan ketetapan KPU atas hasil Pilpres sudah jelas. Tahapan selanjutnya adalah pelantikan sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 9. Apa yang telah diputus oleh rakyat yang berdaulat tidak boleh diganggu gugat oleh siapa pun, termasuk keputusan PTUN," ujar Bamsoet usai bertemu Anggota Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR di Jakarta, Jumat (10/5/2024).
"Bahkan menurut hasil kajian Badan Pengkajian MPR RI dan Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR, pasangan presiden dan wakil presiden terpilih yang sudah ditetapkan oleh KPU harus diperkuat dengan produk hukum konstitusi berupa Ketetapan MPR (TAP MPR) tanpa ada perdebatan lagi di MPR karena hanya bersifat administrasi," sambungnya.
Anggota Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR yang hadir antara lain Andi Mattalatta, Rambe Kamarulzaman, dan Syamsul Bahri.
Ketua DPR ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR Bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan hasil kajian Komisi Kajian Ketatanegaraan ini sejalan dengan pandangan dan pendapat Ahli Hukum Tata Negara Prof Yusril Izha Mahendra dan Prof Jimly Asshiddiqie. Bahwa dalam menjalankan kewenangan konstitusional untuk melantik presiden dan wakil presiden, MPR perlu mengeluarkan TAP MPR tentang Pengukuhan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Ketetapan MPR ini bersifat penetapan (beschikking), bukan ketetapan yang mengatur (regelling) yang sekaligus juga menegaskan pengalihan status hukum pasangan capres dan cawapres terpilih sebagaimana diatur dalam UUD NRI 1945.
"Ketetapan MPR ini merupakan suatu keputusan bersifat administrasi yang menjadi dasar dan mengubah status hukum pasangan calon presiden dan calon wakil presiden terpilih sebagai presiden dan wakil presiden RI. Ketetapan MPR tentang penetapan presiden dan wakil presiden merupakan conditio sine qua non (harus ada) dalam rangkaian pelantikan presiden dan wakil presiden," papar Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menjelaskan setelah amandemen UUD NRI 1945 terdapat hal-hal yang belum sesuai dengan UUD NRI 1945 dalam hal tata cara pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih. Sehingga tidak ada produk hukum MPR yang menetapkan presiden dan wakil presiden terpilih sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia.
Hal itu menanggapi pernyataan mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun yang mengatakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) bisa dijadikan pertimbangan oleh MPR untuk tidak melantik Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
"Jadi tidak ada celah untuk menunda atau membatalkan pelantikan Prabowo-Gibran karena pemilu sudah selesai, keputusan MK dan ketetapan KPU atas hasil Pilpres sudah jelas. Tahapan selanjutnya adalah pelantikan sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 9. Apa yang telah diputus oleh rakyat yang berdaulat tidak boleh diganggu gugat oleh siapa pun, termasuk keputusan PTUN," ujar Bamsoet usai bertemu Anggota Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR di Jakarta, Jumat (10/5/2024).
"Bahkan menurut hasil kajian Badan Pengkajian MPR RI dan Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR, pasangan presiden dan wakil presiden terpilih yang sudah ditetapkan oleh KPU harus diperkuat dengan produk hukum konstitusi berupa Ketetapan MPR (TAP MPR) tanpa ada perdebatan lagi di MPR karena hanya bersifat administrasi," sambungnya.
Anggota Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR yang hadir antara lain Andi Mattalatta, Rambe Kamarulzaman, dan Syamsul Bahri.
Ketua DPR ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR Bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan hasil kajian Komisi Kajian Ketatanegaraan ini sejalan dengan pandangan dan pendapat Ahli Hukum Tata Negara Prof Yusril Izha Mahendra dan Prof Jimly Asshiddiqie. Bahwa dalam menjalankan kewenangan konstitusional untuk melantik presiden dan wakil presiden, MPR perlu mengeluarkan TAP MPR tentang Pengukuhan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Ketetapan MPR ini bersifat penetapan (beschikking), bukan ketetapan yang mengatur (regelling) yang sekaligus juga menegaskan pengalihan status hukum pasangan capres dan cawapres terpilih sebagaimana diatur dalam UUD NRI 1945.
"Ketetapan MPR ini merupakan suatu keputusan bersifat administrasi yang menjadi dasar dan mengubah status hukum pasangan calon presiden dan calon wakil presiden terpilih sebagai presiden dan wakil presiden RI. Ketetapan MPR tentang penetapan presiden dan wakil presiden merupakan conditio sine qua non (harus ada) dalam rangkaian pelantikan presiden dan wakil presiden," papar Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menjelaskan setelah amandemen UUD NRI 1945 terdapat hal-hal yang belum sesuai dengan UUD NRI 1945 dalam hal tata cara pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih. Sehingga tidak ada produk hukum MPR yang menetapkan presiden dan wakil presiden terpilih sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia.